Disuatu sore yang sejuk, tampaklah matahari mulai bersembunyi dibalik gunung, sungguh suatu pemandangan nan elok. Disudut rumah dua insan duduk – duduk diteras sambil ditemani teh hangat bersama camilan pisang goreng, dan bakwan goreng yang masih panas. Mereka berdua tak laindan tak bukan adalah Pak Wanto dan ibu wanto, suami istri yang selalu serasi mesra, yang kadang kemesraannya membuat iri para jomblo jomblo tulen. Bagaimana tidak di usia pernikahan mereka yang sudah 16 tahun tetap saja mereka masih mesra sama seperti waktu pacaran dulu. Walau sudah dikaruniai dua anak laki – laki yang sudah menginjak remaja tetapi belum pernah sekalipun terdengar mereka berselisih paham ataupun bertengkar, kehidupan keluarga adem ayem. Kedua anak laki-lakinya penurut, sopan dan juga pinter. Sangat tepat jika tetangga menjuluki sebagai keluarga idaman.
“Mas Eko belum pulang to, ini sudah sore lo” tanya pak Wanto memulai perbincangan dengan istrinya.
“Belum Pak…katanya melatih TONTI di sekolah”
Memang minggu – minggu ini semua sekolah disibukkan dengan latihan baris berbaris untuk mengikuti Lomba Baris berbaris Tingkat kabupaten dalam rangka memperingati hari kemerdekaan negara.
“Biarkan mas Eko sibuk di sekolah pak, …itu kegiatan yang positif juga khan,..sekalian biar dia melupakan rasa sakit hatinya” jawab bu Wanto
“Sakit hati karena apa bu?”
” Jadi begini pak.”
“Beberapa bulan yang lalu sekolah Mas Antok kan pergi outing class to…”
“Nah sakit hatinya di mulai dari kegiatan itu”
Kemudian mulailah bu Wanto menceritakan secara runtut dan penuh semangat.
….
Sudah menjadi kebiasan bu Wanto selalu mendampingi kedua anaknya dalam belajar, beruntungnya karena bu Wanto seorang guru sehingga tidaklah mengalami hambatan dalam membimbing dan mengajari anaknya yang masih duduk dibangku SD dan SMP. Dalam kegiatan belajar itu selalu diselingi cerita – cerita mereka bertiga. Kadang bu Wanto yang bercerita tentang murid-muridnya, kadang si sulung bercerita tentang guru -guru nya serta teman – temannya tak ketinggalan pula si kecil dengan suasana kelasnya. Dengan begitu suasana belajar menyenangkan.
Malam ini si bungsu pamit tidur lebih dulu karena katanya rasa kantuk yang menyerang mata sudah tidak bisa dilawan.
“Mas…, dikelas adakah yang cantik?” tiba -tiba bu Wanto bertanya.
“Tidak ada.” Jawaban singkat keluar dari mulut si anto
“Beneran…, Kalau kelas lain?” tanya bu Wanto penuh selidik.
Dengan sedikit malu – malu dan ragu akhirnya Anto mau menjawab.
“Hayo…curiga ini mama kalau melihat wajah mas.” dengan nada menggoda bu Wanto terus mencerca pertanyaan ke anaknya seakan akan anaknya melakukan sesuatu yang melanggar hukum. Walau sudah berusaha menyakinkan tetapi nampaknya mas Anto masih ragu.
“cerita saja … siapa Namanya?” bujuk bu Wanto.
Setelah dibujuk – bujuk akhirnya mas Anto mengaku juga bahwa memang ada yang cantik dan ia merasa tertarik pada anak Perempuan itu.
“Namanya Scholastika.” Anto memulai membuka cerita, tanpa berlama – lama bu Wanto kemudian menyelidiki lebih lanjut dengan menanyakan foto gadis itu apakah Antok memiliki, bolehkah melihat, dan seketika bu Wanto sangat kaget begitu melihat betapa cantik paras gadis yang ada di foto itu. Seperti gadis model anak ini gumam bu Wanto.
“Wah cantik banget…, pinter juga mas memilih orang.’ Puji bu Wanto. Begitu mendengar pujian itu tersipu – sipulah Anto dan ada juga rasa bangga Nampak diraut wajahnya. “Tapi ingat ya mas masih sangat kecil … masih SMP” lanjut bu Wanto.
“Hal yang wajar jika seusia mas yaitu usia remaja itu jatuh cinta, sering orang menamakan itu cinta pertama atau ada juga yang menamakan cinta Monyet” lanjut bu Wanto.
“Tapi ingat ya mas… tidak selamanya apa yang kamu inginkan atau kamu impikan bisa terpenuhi artinya belum tentu anak Perempuan itu juga menaruh hati pada mas, jadi jangan menaruh harapan terlalu tinggi agar nanti jika tidak sesuai harapan mas tidak terlalu sakit, intinya jangan hanya yang indah – indah yang ada dalam pikiran…, berikan juga pikiran yang sebaliknya. Pesan mama untuk mas adalah mas juga harus siap menangis walau mas seorang anak laki – laki boleh kok menangis, karena yang Namanya sakit hati karena cinta itu sakit dan rasa itu sama untuk anak Perempuan maupun anak laki – laki. Satu lagi pesan dari mama jadikan mama dan papa tempat curhat yang nomor satu…jangan mas curhat kepada orang lain karena belum tentu orang itu bisa menjaga rahasia.”
Begitulah bu Wanto panjang dan lebar menasehati anaknya yang sedang jatuh cinta diusia remaja, sementara Anto mendengarkan dengan serius walau masih ada tanya yang besar kok harus siap menangis, namun begitu karena sudah larut malam akhirnya anto pamit pergi tidur takut besok bangun kesiangan.
Semenjak malam itu bu Wanto memberi perhatian lebih kepada Anto anaknya, saat pagi berangkat sekolah maupun saat sore pulang sekolah. Ia sangat khawatir jika Anto berubah sikap seperti layaknya anak yang sedang jatuh cinta mungkin cara berpakaian, cara menyisir rambut atau malah sering melamun, pokoknya banyak hal yang berkecamuk di pikirannya. Tetapi sepanjang pantauan bu Wanto perubahan itu tidak dialami oleh Anto.
Namun perubahan itu terjadi ketika Anto pulang dari kegiatan outing class yang mana saat itu ia pulang sampai rumah langsung masuk kamar tanpa bercerita panjang lebar seperti biasanya. Bu Wanto yang melihat anaknya masuk kamar tanpa cuci kaki dan ganti baju tapi langsung tidur serta merta melarang dengan suara yang keras karena dari kejauhan, sementara Anto tanpa perduli tetap saja masuk kamar. Dengan sedikit rasa jengkel karena tidak digubris oleh anaknya bu Wanto masuk ke kamar anto, tapi alangkah terkejutnya saat melihat anaknya menangis di kasur. Pikir bu Wanto anak ini sakit mabuk kendaraan kah? Atau sakit masuk angin maka dengan segera bu Wanto mengambil minyak kayu putih untuk merawat.
“Ma, Anto sekarang tahu kenapa mama bilang bahwa anto harus siap menangis.” Kata Anto sambil menangis tersedu – sedu.
“Ya. Ada apa mas?”
“Bisa mas cerita sekarang atau mau menangis dulu, mama tunggu.”
“Bisa” sambil mengangguk
“Tadi waktu pergi outing class ternyata orang yang aku kagumi malah dengan teman sekelasku, mereka berdua terus, rasanya sakit banget di hati.”
“Aku marah, aku jengkel, aku benci pokoknya sakit banget.” Sambil masih terus menangis Anto bercerita.
“Ya mama tahu, dulu mama pernah merasakan rasa itu, papa juga pernah merasakan memang sakit” hibur bu Wanto
“Kalau dengan menangis rasa sakit itu sedikit berkurang tidak apalah menangis” lanjut bu Wanto. Seketika tangis Anto menjadi jadi, bu Wanto hanya bisa berada disampingnya dan ikutan menangis terharu tidak tega melihat anaknya sakit hati.
“Ya sudah jadikan semangat buat mas, buatlah kelak kemudian hari anak yang menolakmu itu menyesal seumur hidup.”
“Mas masih remaja, masih banyak kesempatan untuk bertemu dengan banyak gadis.”
“Buatlah prestasi sebanyak dan sebaik mungkin niscaya rasa sakit akan sedikit demi sedikit terobati.” Hibur bu Wanto
….
Akhirnya sedikit demi sedikit, lama kelamaan rasa sakit di hati mulai terkikis karena begitu banyaknya kegiatan yang diikuti oleh Anto. Dari hari ke hari wajah cerahnya kembali Nampak. Sakit di hati itu sudah tidak muncul dipermukaan walaupun luka itu tetap akan membekas seumur hidup.
***&&&***
Kreator : Bekti kristaliningsih
Comment Closed: Siap Menangis
Sorry, comment are closed for this post.