Oleh : Herman Palemmai
Pemuda itu, dengan usia yang masuk dewasa, 22 tahun, membunyikan radio keras-keras. Pagi cerah. Tapi udara begitu berat dan gerah, merangkak di aspal-aspal jalanan, menyelinap ke lorong-lorong membawa aroma darah. Dan pemuda itu masih saja asyik tak terusik, menikmati hentakan-hentakan musik yang didentumkan oleh radio yang ada di dekatnya. Padahal udara beraroma amis darah, darah mengering di tangannya, darah memercik di bajunya. Percikan darah itu bagai anak bayi yang menggelayut merengek jawaban atas sebuah tanya “mengapa semua ini harus terjadi?” agar percikan darah itu lempang berangkat menemui penciptanya.
Percikan darah itu berasal dari sepasang suami istri yang tergeletak di kolong rumah di mana pemuda itu sedang fly oleh irama musik. Sang suami dengan leher yang hampir putus tertebas parang, tulang tengkorak kepala, pipi sampai ke mulut hancur dihantam linggis. Sedangkan sang istri bernasib sebelas dua belas dengan sang suami. Sekujur tubuhnya penuh luka bekas hantaman kapak dan sayatan pisau dapur. Dan astagfirullah wa na’udzubillaah min dzalik. Semua kebrutalan itu dilakukan oleh si pemuda dengan tenang, setenang matahari yang mulai berkemas. Padahal kedua pasangan suami istri itu adalah orang tua si pemuda (Majalah Forum Keadilan, No. 22 Tahun IV, 12/2/1996). Pemuda gila!
Sementara itu, di ruang dan waktu yang jauh berbeda, seorang pemuda juga dengan usia yang sudah dewasa, 24 tahun, bernama Alpin Adrian, berlari menuju ke atas panggung. Hari itu Ahad, 13 September 2020 dan matahari hampir jatuh di ufuk Barat. Di panggung, pemuda itu segera berlari menghampiri Syekh Ali Jaber (almarhum), seorang pendakwah nasional, dan menusukkan pisau yang mengenai lengan bahu kanan sang Syekh saat sang Syekh mengisi pengajian pada acara wisuda tahfidz al Qur’an di masjid Falahuddin, Kota Bandar Lampung. Pisau itupun patah dan patahannya tertancap di lengan kanan sang Syekh dan mengakibatkan luka sobek hingga terpaksa mengalami enam jahitan di bagian dalam dan empat jahitan di bagian luar (Metro Onlinentt, 20/9/2020). Dan orang tua yang bersangkutan pun ngotot kalau si Alpin mengalami gangguan jiwa alias gila. Dan sangat disayangkan karena polisi pun dengan cepat menyampaikan ke publik tentang pengakuan orang tua yang bersangkutan. Padahal, banyak netizen menemukan rekam jejak chat yang bersangkutan di media sosial sebagai bukti kalau yang bersangkutan tidaklah gila. Entah!
Peristiwa penusukan sang Syekh tentu menyisakan banyak tanda tanya di benak akal sehat kita. Syekh Ali Jaber adalah seorang penceramah yang selama ini ceramah-ceramahnya menyejukkan dan tidak “keras”. Pelaku pun nekad melakukan tindakannya di depan umum yang menandakan bahwa pelaku memang sudah sangat siap menjadi martir. Pelaku juga bukan bagian dari jamaah pengajian yang mengindikasikan adanya “persiapan” yang dilakukan pelaku. Cepatnya diksi “gila” diopinikan ke publik untuk memberi “kesan” bahwa peristiwa itu adalah sesuatu yang wajar dan tak perlu dibesar-besarkan, apalagi diusut. Terakhir, kesan aneh dari peristiwa ini adalah munculnya kecenderungan intensitas pemeriksaan ke panitia acara (termasuk pemeriksaan izin), bukan kepada pelaku. Inikah bentuk dari sinetronisasi orang gila?
Sutiyoso, mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) mengaku tidak sepenuhnya percaya kalau pelaku penusukan itu adalah orang gila. Sebab, menurutnya, pura-pura gila atau mengaku mengidap gangguan kejiwaan adalah modus operandi yang sering dipakai untuk melakukan aksi kekerasan. “Dan orang kita tidak malu untuk berpura-pura, termasuk berpura-pura gila sekarang,” kata mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut (Pantau24jam.com). Adakah aktor intelektual sebagai sutradara dalam sinetronisasi orang gila ini? Sebab, dalam dunia politik kita, peran aktif orang gila telah mulai diperhitungkan, khususnya saat kita berpesta demokrasi pada Pilpres 2019 lalu, dimana akal sehat kita harus kita tindis dengan batu besar agar tidak menggugat bagaimana orang gila bisa menentukan pilihan, apalagi menimbang sebelum menjatuhkan pilihan.
Tapi apakah gila itu sebenarnya?
Gila, secara sederhana, barangkali bisa dijelaskan sebagai keadaan dimana seseorang berpikir dan berperilaku menyimpang dari kebiasaan orang normal. Tapi gila menurut ahli medis, seperti dikutip oleh Annie Dunda – mantan penyiar TVRI – dalam sebuah kolomnya di sebuah koran lokal Makassar, “disebabkan oleh terputusnya siraman darah ke otak (bahkan 15 detik saja) yang terdiri dari 12,5 milyar lebih sel syaraf yang saling berkaitan, yang akhirnya menimbulkan hilangnya kesadaran (akal sehat)”.
Keterputusan siraman darah ke otak itu mungkin saja disebabkan oleh tekanan dan beban hidup yang tak tertanggungkan. Baik beban ekonomi, beban sosial, beban kerja, maupun “beban” keyakinan. Dan boleh jadi, beban-beban hidup inilah yang dimanfaatkan oleh “sang sutradara” untuk memainkan sinetronisasi (modus operandi) orang gila demi meraih ambisi-ambisi politik tertentu atau untuk mempertahankan status quo kekuasaan, seperti yang diungkapkan mantan Kepala BIN di atas. Mereka-mereka yang memiliki beban hidup yang tak tertanggungkan inilah yang diberi peran orang gila oleh “sang sutradara” untuk memainkan sinetronisasi kekerasan terhadap ulama, penganiayaan dan bahkan pembunuhan muballig, penodaan agama, dan bahkan vandalisme masjid dan pelecehan kitab suci. Sebab, sekali lagi menurut Annie Dunda, “gila memang merupakan celah hitam dalam hidup manusia yang sulit dimengerti. Yang diketahui sampai kini barulah penyebab yang memungkinkan seseorang terkena gangguan jiwa (gila) yaitu ketidakmampuan seseorang menyesuaikan dirinya dengan situasi yang ada.”
Narasi tentang gila dan orang gila juga diabadikan oleh Allah dalam Al-Qur’an. Bedanya adalah dalam kehidupan kebangsaan kita akhir-akhir ini, sinetronisasi orang gila diperankan dengan baik oleh “orang-orang sehat” untuk meneror, mencelakai orang baik (ustadz dan ulama), merusak dan melakukan vandalisme terhadap masjid/mushallah, dan merusak Al-Qur’an lalu berpura-pura gila (atau dipublikasikan sebagai orang gila). Sedangkan dalam Al-Qur’an, narasi orang gila diviralkan oleh Fir’aun dan kaum kafir lainnya sebagai bentuk perlawanan dan penolakan terhadap ajakan dan ajaran kebenaran para rasul yang bersumber dari Allah swt.
Misalnya narasi yang dilabelkan oleh Fir’aun kepada Nabiyullah Musa as sebagai bentuk penolakan terhadap ajaran Musa as dan sekaligus mendiskreditkan Musa as dihadapan publik sebagaimana dalam QS. Adz-Dzariyaat (51): 39/52: “Tetapi dia (Fir’aun) bersama bala tentaranya berpaling dan berkata, “Dia adalah seorang pesihir atau orang gila”. Juga dalam QS. Asy-Syuara (26): 27: “Dia (Fir’aun) berkata, “Sungguh, rasulmu yang diutus kepada kamu benar-benar orang gila.” Begitu pula dalam QS. Ad-Dukhan (44): 14: “kemudian mereka berpaling darinya dan berkata, “Dia itu orang yang menerima ajaran (dari orang lain) dan orang gila”. (39) “Demikianlah setiap kali seorang rasul yang datang kepada orang-orang yang sebelum mereka, mereka (kaumnya) pasti mengatakan, “Dia itu pesihir atau orang gila”. (52).
Terhadap ajakan dan ajaran Muhammad saw, orang-orang kafir juga membangun narasi orang gila lalu dilabelkan kepada Muhammad sebagai bentuk provokasi kepada masyarakat agar menjauhi ajakan dan ajaran Muhammad sebagaimana diabadikan dalam QS. Al-Qalam (68): 51: “Dan sungguh, orang-orang kafir itu hampir-hampir menggelincirkanmu dengan pandangan mata mereka, ketika mereka mendengar Al-Qur’an dan mereka berkata, “Dia (Muhammad) itu benar-benar orang gila.” Juga dalam QS. Al-Hijr (15): 6: “Dan mereka berkata, “Wahai orang yang kepadanya diturunkan Al-Qur’an, sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar orang gila.” Orang-orang kafir itu menggugat: “dan mereka berkata, “Apakah kami harus meninggalkan sesembahan kami karena seorang penyair gila?” (QS. Ash-Shaffat (37): 36). Allah tak berdiam diri dan ikut memberikan peneguhan kepada Muhammad saw agar dia tak bersedih: “Sebelum mereka, kaum Nuh juga telah mendustakan (Rasul), maka mereka mendustakan hamba Kami (Nuh) dan mengatakan, “Dia orang gila!” Lalu diusirnya dengan ancaman.” (QS. Al-Qamar (54): 9). Bahkan Allah swt ikut mencounter narasi-narasi orang gila yang terus diviralkan oleh orang-orang kafir: “maka peringatkanlah karena dengan nikmat Tuhanmu engkau (Muhammad) bukanlah seorang tukang tenung dan bukan pula orang gila” (QS. At-Tuur (52): 29). Begitu pula dalam QS. Al-Qalam (68): 2: “dengan karunia Tuhanmu engkau (Muhammad) bukanlah orang gila.”
Lalu, bagaimanakah orang gila itu sesungguhnya?
“Orang gila yang sebenarnya ialah orang yang berjalan dengan angkuh, orang yang memandang orang lain dengan pandangan merendahkan, orang yang membusungkan dada, orang yang berharap surga Tuhan sambil terus berbuat maksiat kepada-Nya, orang yang kejelekannya membuat orang lain merasa tidak aman dan kebaikannya tak pernah diharapkan. Nah, itulah orang gila yang sebenarnya.” jawab Rasulullah detail.
Dan apakah engkau memiliki sikap dan perilaku seperti diuraikan Nabi saw itu? Saya yakin tidak! Sebab, saya tahu engkau rutin merawat kewarasanmu dengan kerendahan dan kejernihan hati dan ketajaman akal sehat. Betul, tidak?
Part 15: Warung Kopi Klotok Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]
Part 16 : Alun – Alun Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]
Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]
Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]
Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]
Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]
Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]
Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,, begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]
Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]
Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]
Comment Closed: Sinetronisasi Orang Gila
Sorry, comment are closed for this post.