KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Bersambung
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Madhoe Retna
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Singgah, Lalu Menghilang

    Singgah, Lalu Menghilang

    BY 24 Sep 2025 Dilihat: 11 kali
    Singgah, Lalu Menghilang_alineaku

    Salju pertama selalu membuatku teringat pada rumah. Butiran putih yang jatuh pelan dari langit sering terasa indah, tapi sekaligus dingin yang menggerogoti. Aku berjalan pulang dari kampus, melewati jalan berbatu yang sepi, dan mendapati diriku sering merindukan hal-hal sederhana: bau nasi hangat, suara motor berisik di jalanan Jakarta, bahkan panas terik yang sering membuatku mengeluh dulu.

     

    Aku anak rantau. Di sini aku dikelilingi banyak orang, tapi kadang merasa benar-benar sendiri. Kelas, tugas, pesta mahasiswa, semua itu hingar-bingar, tapi hatiku sering sunyi. Hingga suatu hari, temanku mengenalkanku pada seseorang di Jakarta. Katanya, “Dia sepupuku. Kamu pasti senang ngobrol sama dia.”

     

    Awalnya aku tak berharap apa-apa. Tapi saat membaca balasan pertamanya, singkat, sederhana ada sesuatu yang terasa berbeda. Seolah ada suara lembut dari jauh yang mengisi ruang kosongku. Maka aku menulis lebih panjang lagi, menceritakan musim, perjalanan, obrolan ringan. Dia jarang bercerita banyak, tapi entah kenapa, aku selalu ingin menulis lagi.

     

    Ia menjadi seperti rumah dalam bentuk surat elektronik.

     

    Ketika akhirnya kami bertemu, aku gugup. Bagaimana jika aku kecewa? Bagaimana jika dia berbeda dari bayanganku?

     

    Hari pertama, kami berjalan berkeliling kota. Aku memandang gedung-gedung tinggi, jalanan macet, dan wajah-wajah lelah. Jakarta kacau, tapi di sampingnya, semuanya terasa lebih ringan. Ia berjalan di sisiku dengan langkah yang tenang, senyumnya seperti menenangkan kebisingan kota.

     

    Hari kedua, di bioskop. Lampu padam, film mulai. Aku menoleh sekilas, melihat matanya yang terpantul cahaya layar. Ada momen singkat ketika aku ingin menggenggam tangannya, tapi kutahan. Takut merusak sesuatu yang masih rapuh.

     

    Hari ketiga, café kecil jadi saksi. Ia tertawa, dan aku berpikir: “Seandainya waktu bisa berhenti di sini.”

     

    Hari keempat, rumahnya. Aku duduk di ruang tamu, bercakap dengan keluarganya. Ada kehangatan aneh di sana, seakan aku diterima. Saat pulang, aku menatap pintu rumah yang perlahan menutup, merasa seperti ada sesuatu yang ikut tertutup di dalam diriku.

     

    Lalu aku kembali ke Belanda. Dan hidup berjalan lagi, dengan ritme yang sama: tugas, kelas, kerja, salju, dan sepi. Bedanya, kali ini aku menyimpan satu kenangan: empat hari yang tidak akan pernah bisa kuulang.

     

    Awalnya, aku memang sangat sibuk sehingga beberapa bulan tidak mengirimkan email. Beberapa bulan sesudahnya, aku mengirim email seperti biasa. Tapi balasan darinya mulai tak muncul. Hari berganti minggu, minggu jadi bulan, bulan jadi tahun.

     

    Tahun-tahun berlalu. Aku mencoba menjalin hubungan lain, tapi selalu ada ruang kosong yang tak bisa terisi. Sampai aku melihat temanku, sepupunya, di bandara Soekarno Hatta, Jakarta. Aku bertanya tentangnya. Jawaban yang kuterima membuatku terhenti: “Dia sudah menikah.”

     

    Rasanya seperti ada kaca pecah di dalam dada. Aku tahu aku tidak berhak marah, tidak berhak kecewa. Tapi hati bukan benda logis. Malam itu, aku menulis pesan panjang. Bukan untuk mengubah takdir, tapi untuk melepaskan yang selama ini menggumpal.

     

    Saat ia membalas, aku membacanya berulang kali. Kata-katanya sederhana, tapi jujur. Ia tidak pernah menganggapku remeh, hanya hidup yang membawa kami pada jalan berbeda.

    Hatiku tersentuh saat membaca kalimat terakhirnya: “Mungkin kita bukanlah takdir, tapi kita adalah jejak yang saling menguatkan di masa lalu. Dan untuk itu, aku berterima kasih.”

     

    Aku memejamkan mata. Rasa sakit masih ada, tapi kini bercampur dengan lega.

     

    Aku menulis balasan terakhir:

     

    “Terima kasih karena pernah hadir, meski sebentar. Kau mungkin tidak tahu, tapi kehadiranmu pernah menyelamatkanku dari sepi yang panjang di negeri orang.

    Kini aku belajar, mencintai tidak selalu berarti menggenggam. Kadang mencintai berarti mendoakan, bahkan dari jauh. Meski tak bisa menatapmu setiap hari, aku tahu kau bahagia. Dan itu cukup bagiku.”

     

    Aku mengirimkannya, lalu menutup laptop. Untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun, aku merasa bebas.

     

     

    Kreator : Rosita Taher

    Bagikan ke

    Comment Closed: Singgah, Lalu Menghilang

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Dalam dunia pendidikan modern, pendekatan sosial emosional semakin banyak dibahas. Salah satu model yang mendapatkan perhatian khusus adalah **EMC2 sosial emosional**. Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan Definisi EMC2 sosial emosional? Mengapa pendekatan ini penting dalam pembelajaran? Mari kita bahas lebih lanjut untuk memahami bagaimana EMC2 berperan dalam perkembangan siswa secara keseluruhan. Definisi EMC2 Sosial […]

      Okt 02, 2024
    • Pancasila sebagai dasar negara Indonesia tidak lahir begitu saja. Di balik perumusan lima sila yang menjadi pondasi bangsa ini, ada pemikiran mendalam dari para tokoh pendiri bangsa, salah satunya adalah Soekarno. Pemikiran Soekarno dalam merumuskan Pancasila sebagai dasar negara menjadi salah satu tonggak penting dalam sejarah Indonesia. Lalu, apa saja pemikiran Soekarno tentang dasar negara […]

      Des 02, 2024
    • Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]

      Sep 18, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021