KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » SNEAKER ANTI-NYASAR

    SNEAKER ANTI-NYASAR

    BY 02 Jul 2024 Dilihat: 163 kali
    SNEAKER ANTI-NYASAR_alineaku

    Seperti biasa, layaknya hari kerja kembali dinikmati kelompok The Chips di rumah Jay, sang wakil ketua. The Chips adalah julukan teman-teman sekampus untuk Jay, si anak tekno instalasi, untuk Ed, sang ketua yang sarat ide, untuk Adit, sang tomboy yang terobsesi jadi intel dan untuk Wil, sang ahli IT yang penampilannya tenang dan elegan. Nama The Chips konon diambil dari nama judul film jadul mengisahkan cara dua orang polisi sekaligus partner kerja yang sempurna dalam menangani kasus-kasus di wilayahnya. 

    Kisah bermula ketika Jay terpaksa pindah kuliah ke Bandung akibat kasus pembobolan informasi ujian yang tidak sengaja terbongkar demi membersihkan nama baik Jay. Waktu itu Jay dipaksa oleh temannya, anak dosen, untuk membuka bocoran soal ujian. Awalnya semua berjalan mulus hingga suatu ketika akun sang anak dosen terlacak dan password masuk link pun diganti, sementara itu Jay segera menjalankan tugasnya membersihkan jejak akun si anak dosen padahal dia sendiri belum sempat membersihkan jejak akunnya. Sialnya, ketika jejak akun anak dosen itu bersih, Jay justru yang ketahuan meninggalkan jejaknya. Ditendanglah Jay dari kampus itu dengan perlindungan tidak akan diboikot untuk masuk ke kampus kenalan dosennya di Bandung. Semua sudah tahu kalau Jay memang nakal dalam konotasi positif. Semua juga tahu bahwa Jay hanya ditunggangi anak dosen itu. Dengan bantuan koneksi, hinggaplah Jay di Bandung, bertemu dengan Ed, sang senior, Adit si jago Bahasa Inggris dan Wil yang sama anehnya dengan Jay, alias hantu IT versi putih. Keempatnya rutin berkumpul bersama seusai kuliah. Biasanya menggunakan ruang kantin atau halaman garasi rumah Jay sebagai tempat berkumpul walau sekedar untuk mengobrol sambil minum kopi.  

    Wil seorang pelupa, ia sering lupa tempat meletakkan sesuatu, mulai dari kaos kaki, kamera pulpen, handphone, bahkan motor yang ukurannya lumayan besar, pernah ia lupa tempat memarkirkannya sampai sekuriti kampus pun diminta sama-sama mencari. Semua yang bertemu Wil hari itu jadi ikut makan hati mencari motor di tempat parkir kampus selama hampir dua jam, hingga Wil tiba-tiba ingat bahwa ia memarkirkannya di lahan parkir milik jurusan lain sebab tadi siang tempat parkir di jurusannya sudah penuh.  Teman-temannya pun merasa mentah-mentah dikerjai. 

    Kebiasaan Wil ini sudah diketahui secara luas di kelasnya hingga tak ada lagi yang sungguh-sungguh membantu saat ia mengeluh kehilangan sesuatu. ”Nanti juga ketemu, Wil. Cari saja,”mereka benar-benar sudah kesal dan bosan harus membantu Wil mencarikan barang-barangnya rutin hampir setiap hari.

    Ed, sang senior sahabat Wil yang menjadi bank ide,”Dit, kamu disuruh mencari lagi?”tanyanya kepada Adit yang baru saja duduk sehabis memesan kopi. Jay dan Wil belum terlihat, mungkin masih di kelas dengan urusannya masing-masing, atau justru sedang mencari barang Wil yang hilang lagi.

    “Jay. Aku malas. Lupa terus. Itu anak kenapa sih? Gak kenapa-kenapa kan dengan memorinya? Worry deh,”jawab Adit.

    “Harus pakai pelacak barangkali ya?”tanya Edi dengan gagasannya.

    “Nah, itu baru benar! Kerjain lah!”respon Adit bersemangat berbaur dengan obsesi intelnya, tapi sambungnya,”Mahal gak? Kalau lima puluh ribuan sih, aku bisa ikut donate, tapi butuh berapa banyak? Dia Kan barangnya ada dimana-mana? Lagipula dia bisa saja lupa dengan barang apapun,”kembali Adit mereview jawabannya. 

    Mug kopi krim datang, Jay juga,”Sudah dari tadi?”tanya Jay kepada mereka berdua, memotong pembicaraan.

    “Baru pesan kopi nih. Kamu beres?”tanya Adit.

    “Habis nyari handuk putih si Wil, tadi habis basket, lupa katanya,”jawab Jay.

    “Dapat?”tanya Ed.”

    “Belum. Lama-kelamaan juga dia ingat sendiri. Tadi aku tinggal ke toilet,”jawab Jay.

    “Jadi bagaimana?”tanya Adit.

    “Apanya?”tanya Edi.

    GPS-nya lah,”Adit mengingatkan.

    GPS apa?”tanya Jay.

    “Si Wil. Si Adit siap jadi donatur katanya,”Edi menjelaskan sembari bercanda.

    Online saja, Jay. Jangan yang mahal-mahal. Cari Jay!”Adit bersemangat,”Trackernya cari yang seratusan,”lanjut Adit.

    “Giliran urusan begini, semangat amat. Dimintai tolong soal jurnal saja, kamu kabur,”Jay berkomentar sambil mulai scrolling,”Punya uang berapa, Dit?”

    “Tracker satu, chips-nya tiga, cukuplah. Chips-nya yang lima puluhan ya. Jatah terbatas,”jawab Adit.

    “Donatur kok pelit,”balas Jay, sementara Ed tersenyum menikmati keributan mereka berdua.

    Singkat cerita, lima hari kemudian kiriman paket datang ke markas besar, rumah Jay. Jay pun meng-unboxed paket tersebut kemudian membawanya ke kampus keesokkan hari agar bisa langsung memasangnya di barang-barang Wil sesuai arahan Adit, sang donatur. 

    Setibanya di kampus, komplotan itu, Ed, Jay dan Adit yang sudah siap dengan tugasnya masing-masing, segera melancarkan aksinya. Ed, memilih menjadi pemegang tracker karena Adit jauh lebih tertarik berperan sebagai agen rahasia dalam misi itu daripada berurusan dengan peralatan. Hanya ada tiga buah chips, dan sesuai hasil diskusi, mereka akan menempelkannya masing-masing di jok motor, di jam tangan dan di sepatu sneaker baru yang dipamerkannya kemarin. 

    Adit berpura-pura meminjam motor Wil. Wil memberikan kunci motornya kepada Adit yang dikiranya akan pergi mengurus sesuatu, padahal Adit hanya memerlukannya untuk membuka bagasi lalu menyisipkan dalam-dalam salah satu chip tersebut ke dalam lipatan kulit jok motornya. Misi  itu berhasil sempurna. 

    “Jam tangan. Bagaimana caranya? Ah, mudah. Aku punya cara,”Adit berdialog dengan dirinya sendiri seraya berjalan keluar dari tempat parkir menuju kelas untuk mengembalikan kunci motor. 

    “Wil, makasih,”ucap Adit sambil menyerahkan kunci.

    Cepet amat?”ujar Wil.

    “Kurang lama?”balas Adit bercanda,”Coba sini, aku pinjam jam kamu sebentar, hp aku habis baterai. Titip absen ya? Aku bolos dulu, nanti jam ketiga aku masuk,”ujar Adit dengan gestur meyakinkan. Wil pun membuka jam tangannya lalu menyerahkannya ke Adit untuk dipinjam. Adit pun kabur, tak ikut kelas. Kemana dia pergi?

    Ternyata dia menyambangi sebuah pusat perbelanjaan, makan waktu 15 menit dengan ojol. Bukan ke toko jam tangan, di pinggirannya, tepatnya tempat servis jam. Dia minta tolong diperiksakan sekaligus dipasangkan chip ke dalamnya. Sepertinya Adit sudah mengenal baik bentuk jam tangannya yang besar itu sehingga dia tahu bahwa ada ruang memadai bagi chip tersebut. 

    Makasih, Kang,”Adit bilang disambut senyum tukang servis itu. Rupanya mereka sudah saling kenal.

    Jam mata kuliah ke dua baru saja usai,”Ini, makasih Wil,”Adit masuk dan mengambil posisi duduk di sebelah Wil sambil menyerahkan jam tangan. 

    “Beres? Gak perlu apa-apa lagi?”tanya Wil sedikit menggoda.

     “Cukup, terima kasih banyak,”jawab Adit.

    “Eh nanti istirahat, tunggu aku ya? Jangan seperti waktu itu. Aku ditinggal di kelas, nyari barang sendiri. Pusing tahu? Ngak tahu teman lagi butuh bantuan.”

    “Tapi akhirnya ketemu’kan?”tanya Adit.

    “Iya, di toilet, bukan di kelas,”jawab Wil.

    Selesai jam kuliah, ternyata Wil ke masjid dahulu sebelum ke kantin. “Kebetulan sekali,”ucap Adit dalam hati yang kemudian dengan penuh percaya diri, perawakannya yang seperti laki-laki itu ikut menemani Wil menaiki anak tangga menuju pintu masuk.

    “Kamu ikut?”tanya Wil, ia sudah tahu kalau Adit non-muslim.

    “Aku tunggu di sini lah, nongkrong, buruan,”ujar Adit pura-pura tak sabar. Entah kenapa Wil sama sekali tak curiga pada apa yang akan dilakukan Adit duduk di anak tangga. Wil mengira ia di sana untuk menunggui sepatu barunya yang mahal agar tidak dicuri.

    Wil masuk dan menjalankan ibadahnya sementara tanpa gerakan mencurigakan, Adit memungut salah satu sneaker itu, mengangkat kaus kakinya, mengamati bagian dalamnya, membuka lapisan alas kaki tersebut kemudian memasukkan benda kecil dan merapikannya kembali seperti semula. Rupanya itu adalah chip ketiga yang berhasil ditempelkan dengan sangat mulus dalam aksi intelnya Adit. Misi pun tuntas, semua berjalan sesuai rencana.

    Ed dan Jay turut menikmati seluruh plot dengan sangat up-date hingga suatu ketika Wil mengeluh panik lagi,”Tolong bantu aku! Aku lupa menaruh handphone ku. Carikan di mana?” 

    Ed berkata,”Tenang, Wil. Kita lihat, ke mana saja kamu hari ini,”ucap Ed dengan gaya elegan dan karismatis, seraya mengeluarkan tracker dari tas dalam punggungnya. “Itu apa?”tanya Wil terkejut heran.

    “Adit pasangkan GPS di motor, jam tangan dan sepatumu yang katanya kaus kakinya lama tidak dicuci ya?”jelas Ed sambil bercanda.

    “Apa?”tanya Wil lagi.

    “Sudah, cukup. Kita lihat saja,”kata Jay memotong pembicaraan. Di layar tracker, muncul peta dengan titik biru yang menandakan keberadaan salah satu chip

    Jay menunjuk layar itu,”Ada di situ! Ternyata di lab, jam tangan kamu di situ juga soalnya! Pasti lupa dipakai lagi sehabis cuci tangan! Seperti biasa!” 

    “Terima kasih banyak, Ed! Kau penyelamat! Ayo kesana sebelum diambil orang!”Wil bergegas penuh semangat. Wil pun pergi berlari meninggalkan teman-temannya yang tak beranjak sebab merasa malas bila harus melakukan lagi ritual mencari barang-barang milik Wil setiap kali usai perkuliahan.

    “Ini kok, sepatunya bukan di rumahnya,”ujar Jay mengamati.

    “Kok ada di rumah Dewi? Ini alamat dia’kan, Jay?”Ed balik bertanya dan lanjutnya,”Pantas saja dia cepat sekali mengganti sepatu basahnya. Dia pinjam sepatu kakaknya Dewi mungkin ya? Kemarin hujan besar bukan? Sampai banjir, jalanan kompleks itu ditutup sampai tadi pagi lho.”

    “Eh, iya! Benar! Berarti dia menginap di sana ‘kan semalam? Ketahuan! Ternyata, diam-diam sudah resmi jadian,”ujar mereka sambil terbahak-bahak.

    Tak lama Wil kembali dengan wajah sumringah tapi segera sirna setelah melihat peta tentang chip di sepatunya. Dalam sikapnya yang salah tingkah, Wil berkata,”Hehe, iya, kemarin kehujanan sampai kebanjiran dan dipaksa menginap di sana bareng kakaknya, Nandi, sembari bantu angkat barang-barang, takut banjirnya masuk rumah.”

    Wah, Wil, kamu jadi pahlawan banjir nih! Berani menerjang banjir demi membantu sang pujaan hati. Wkwkwkwkwk…”Jay bercanda.

    Ed menambahkan, sengaja menggoda,”Pantas saja sepatumu ada di sana! Rupanya, cintamu nempel, lengket kayak kaos kaki.”

    “Bedanya kaos kakimu bau!”Jay menyela sambil tertawa.

    Wil menampik dengan cukup keras seraya berkata,”Jangan salah paham. Aku hanya membantu, ya!”

    Ed, dan Jay terbahak-bahak menertawakan Wil. Sejak saat itu, Wil tak lagi kehilangan barang-barangnya. Bukan saja karena dia sekarang sudah lebih berhati-hati, melainkan karena dia selalu membawa GPS di saku bajunya. 

    Sejak terpantau oleh The Chips saat itu, setiap akan pergi  berkencan, Wil selalu memastikan bahwa chip yang semula ada di sepatunya, di jam tangan dan di jok motornya sudah dilepas terlebih dahulu.

     

    Pesan Moral:

    Kualitas persahabatan sejati selalu mampu mengatasi rintangan melalui sikap membantu satu sama lain dalam situasi yang sulit. Demi persahabatan yang kuat, kepercayaan mutlak dibangun sebagai landasan, oleh sebab itu kejujuran dan keterbukaan sangatlah penting diperjuangkan dalam sebuah persahabatan.

    Kisah ini juga menyampaikan pesan bahwa tak ada kejahatan yang sempurna. Kebohongan apapun, pada akhirnya akan terungkap, maka berjalanlah dalam kejujuran, agar selalu menjadi pribadi yang terbaik.

     

     

    Kreator : Adwanthi

    Bagikan ke

    Comment Closed: SNEAKER ANTI-NYASAR

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]

      Sep 18, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024
    • Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]

      Sep 05, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021