Sore itu cukup cerah. Langit bersih dengan awan yang berarak – arak putih menghiasi. Matahari sesekali muncul dan tenggelam terhalang awan. Aku berjalan gontai menyusuri trotoar jalan Cimanuk sendirian. Angin sore gemulai menyibak ujung- ujung kerudungku begitu ringan. Kadang sesekali aku berusaha menjaga krudung ku ini agar tidak menyingkap terlalu jauh. Kerudung pink yang kupadukan dengan gamis bernuansa unggu berbunga kecil. Baju yang pola kainnya dipotong ibuku dan kujait sendiri. Mungkin tidak begitu rapi tapi asli aku memakainya dengan senang hati. Aku biasa begitu…membeli kain sendiri kemudian ibu memotong polanya dan aku yang menyambungkannya hingga berbentuk baju gamis sederhana. Kadang juga Ibuku saja yang membuatkan Aku baju tanpa kubantu ini itunya.
Beberapa menit kemudian Aku sampai di Warungnya A Ijal yang tampak lenggang pembeli. Seperti biasa berdiri mematung dan sesekali melihat Jam tangan yang melingkari tangan kiriku. Sepertinya Aku akan menunggu Busnya datang lebih lama karena waktu masih menunjukan jam 16.10 Wib.
Aku berniat dan hendak memutuskan pulang memakai Elf saja tidak menunggu bus Eka Jaya itu datang. Sangat sayang waktuku akan terbuang sia – sia jika harus menunggu lebih dari tiga perempat jam lagi berdiri disini.
Baru juga berniat dan beranjak mendekati jalan Raya karena dari jauh sudah terlihat ada Elf mendekat.
Tiba – tiba A Ijal datang menghampiriku membawa kursi dan duduk persis di depanku kurang lebih Satu setengah meter jarak tempat duduknya dengan tempat ku berdiri.
” Dan, Dani ada yang mau Ijal bicarakan “. Ia mengawali pembicaraannya.
” Tapi Dani mohon jangan marah !” Tambahnya lagi.
“Emang mau bicara apa?! Sok aja bicara “. Jawabku tanpa ragu.
” Tapi beneran gak akan marahkan?! Ulangnya lagi. Seperti ada dalam keraguan.
” Emmmm tergantung . Masa ujung – ujung marah tanpa alasan?!”. Aku membelalakan mataku dan mengangkat kedua alisku.
Ia terdiam sejenak lalu berucap perlahan.
“Dan…Ijal teh bade mileuleuheungkeun Dani ” Ucapnya meluncur jelas sambil memandangku penuh pengharapan. Binar di matanya terlihat tulus. Air mukanya yang bersih itu seketika merona dan kelihatan gugup.
” Dug “. Serasa ada yang menghantam keras dadaku. Hatiku serasa mau loncat. Ingin sekali berlari sekencang – kencangnya.
Bahkan jika mampu aku ingin menghilang saja. ” Ya Rabb kenapa harus ada begini. Inikan yang paling aku takutkan, ini yang selama ini aku antisipasi bukan ?!. Ini yang membuat aku mempermalukan diriku sendiri dengan mengirimkan surat kepadanya kan? agar tidak ada yang begini “. Allah tolong!.
Aku tertegung beberapa saat, menenangkan pikiranku yang kacau tak terarah. Hatiku begitu dag dig dug. Bisa – bisanya kau buat Aku sebegini salah tingkahnya. Tubuhku hampir kelihatan gemetar. Pipiku memerah sedang keringat dingin di keningku serasa memenuhi seluruh ujung rambutku. Aku memejamkan mata menarik napasku panjang – panjang lalu menghempaskannya. Aku menundukkan pandanganku hampir tak berani lagi harus melirik wajahnya lagi. Sungguh kau ini keterlaluan sekali padaku.
Sudah ku bilang Aku tak ingin mengartikan ini semua lebih dari Sahabat. Sudah ku katakan menganggap sebagai adik adalah lebih baik bagiku. Aku tak ingin lebih dari itu semua. Titik.
Aku harus ngomong bagaimana lagi .Tuhan Di hadapannya?! . Agar tak salah mengerti. Seumur – umur baru Pertama kali harus ditembak Seorang Laki – laki di tengah keramaian pula. Aku hanya biasa dikirim surat cinta dari seseorang yang menyukaiku dari dulu.
Aku harus beralasan apa kalau begini?!. Harus berucap apa lagi
Agar ia berhenti mengharapkan ku sampai disini saja.
Lama aku terdiam menunduk seolah memperhatikan ujung sepatu kets ku. “Tenang … tenangkan hatimu Daniah, kau harus tenang. Agar tak salah melangkah. Tak salah bicara atau salah bertindak “. Hati kecilku menguatkan.
” Tak perlu kau jawab sekarang Dan. Kau boleh berpikir dulu . Jawabannya boleh kapan saja, I jal akal menunggu “. Ia menambahkan pembicaraannya setelah jeda beberapa saat .
Ya Rabb… Aku tak ingin membuat harapan palsu. Membuat masalah ini lebih panjang. Atau berlama – lama berpikir menimbang – nimbang permintaannya. Aku harus memberikan jawaban yang pasti hari ini tanpa menunda – nunda. Aku ini tegas, berpendirian dan setia aku harus meyakinkannya dengan segenap kemampuhanku sekarang saat ini juga.
“Tidak A. Tak perlu menunggu hari Esok. Aku akan memberikan jawabannya hari ini juga “. Ucapku tegas meyakinkan.
Wajahnya menyiratkan bahagia. membetulkan posisi duduknya dan seperti bersiap menyimak dengan seksama.
Aku menarik nafas lagi dan menghembuskannya. Lalu mulai bicara.
” Jika Aku bertemu dengan Aa Lima Tahun yang lalu. Tepatnya sebelum tanggal 1 November 1997. Dan Aa mengatakan hal yang sama persis seperti yang Aa katakan hari ini. Aku akan mempertimbangkan untuk tidak menolak.
Tetapi Aku punya janji dan Aku ingin mempertanggung jawabkan janjiku itu dengan sebenar- – benarnya pertanggungjawaban.” Aku mengakhiri ucapanku.
” Jadi Dani udah menikah ?! ” Ia mengajukan pertanyaan tambahan. Penuh selidik.
” Belum “. Aku menggelengkan kepala
” Udah dikhitbah?! “. Desaknya juga.
” Belum ” Aku menggelengkan kepala lagi.
“Oh. Kalau begitu koleksi aja dulu ” meneruskan ucapannya sambil tersipu.
” Maaf. Aku bukan Perempuan tukang koleksi Laki- laki “. Ucapku cukup datar. Mungkin kalimatku ini agak berlebihan dan pedas.
” Wow…” Kepalanya mengangguk – ngangguk.
” Maaf sekali ya A.”. Aku menelungkupkan kedua tanganku. Wajahku kian memanas. Inginnya berteriak atau tantrum sekalian.
Tak ingin lebih lama ditempat ini. Berpamitan, melangkahkan kaki dan menghentikan angkot berwarna hijau dengan tiba – tiba. Menaikinya. Dan meninggalkannya sendiri ditepi jalan.
Entah bagaimana ia menilaiku setelah apa yang terjadi baru saja.
Rasanya Aku tak ingin bertemu lagi sudah malu sekali. Mukaku harus ditaruh dimana. Ia mungkin heran dengan caraku naik angkot hijau itu.
“ Dan. Mau kemana ?!” Ia nampak resah dan khawatir.
“ Aku mu pulang ke Bibiku saja “. Ungkapku. Sungguh dengan ekspresi yang datar. Kemudian Ia pun tak bicara lagi.
Aku mengurungkan niat pulang kekampungku dalam kondisi tak menentu begini. Tak ingin menunggu mobil tumpangan lebih lama lagi di sini bersamanya. Maka saat angkutan kota itu hampir melewatiku. Aku teringat aku naik angkutan ini saja menuju Rumah bibiku, sekedar untuk menghindar dari pertanyaan – pertanyaan yang tak ku harapku seperti tadi. Aku hanya menyelamatkan diriku agar tidak terus di introgasi. Bagiku sangat sulit menyikapinya bila ditodong semacam itu. Serasa tubuhku hampir mau pingsan. Lemas seperti jelly.
Aku memutuskan nginap di Rumah Bibiku. Rumah yang selama Dua tahun kebelakang menjadi Rumah Kedua yang kutinggali ketika kuliahku masih di PGTKI.
Bibiku memang baik . Bahkan Sangat baik Beliau selalu senang jika aku bisa berkunjung dan datang menemuinya Beliau juga selalu menawariku untuk menginap. Apalagi ada Dini disana.
Dini adalah anak bibiku yang kedua. Usianya mungkin beda beberapa Tahun denganku. Dia juga sudah kuliah. selalu antusias jika tiba – tiba kita bertemu dan mengobrol.
” Din. Tahu tidak kenapa Teteh pulang kesini. ” Aku mengawali obrolan.
” Ia Tak biasanya. “. Ungkapnya.
” Teteh memang sibuk Din. Dan hampir tak sempat walau hanya sekedar mampir. Tapi hari ini ada cerita menegangkan yang membuat teteh harus menyelamatkan diri dengan cepat, naik angkot 01 menuju sini “. Ungkapku lirih” .
Maksudnya? “. Dini malah bertanya bingung dan penasaran.
” Tadi sore ada yang nembak Teteh di Jalan, Din.” Ungkapku pelan
” What ?! Teman Kampus Teteh ?! “. Ia tersenyum girang.
” Bukan Din. Temen baru kenal kurang lebih Dua Bulanan ini. Dia pemilik warung diparapata jalan merdeka sana.
” Kok bisa teh. Gimana ceritanya ” Dini menggeser tempat duduknya mendekati tempatku duduk di Kasur ini. Dengan wajah penuh selidik.
” Sebenarnya dari awal sudah risih karena ia terlalu baik, sopan, dan begitu perhatian Din. Gara – gara Teteh tiap Sore nunggu Bis Eka Jaya pulang kuliah di depan warungnya ” Aku meneruskan ceritaku.
” Tapi Teteh kan ada A Elan mana berani menerima perhatiannya atau coba – coba bermain api “.
” Lagian hubungan Teteh dan A Elan kan baik – baik saja. Tak ada masalah dan tak mungkin menghianatinya. Padahal Teteh sudah memberikan sinyal agar tidak memperlakukan teteh dengan berlebihan. Tapi nyatanya dia salah tangkap mengartikan sinyal itu. Malah mengatakan serius menyukaiku “. Aku memperjelas ceritaku.
” Cie…cie…” Gercep banget ya Si Aa ini, padahal baru sebentar kenal. Mungkin ia sudah cocok sama Teteh makanya segera ngungkapin perasaannya. Gentel banget. Takut keduluan orang kali Teh. ” Dini menutup mulutnya dengan tangan kanannya.
” Teteh serasa mau pingsan saat mendengarnya Din. Dan ingin segera menghilang dari hadapannya. Maka saat angkot itu datang terbersit untuk pulang kesini aja. Takut diberi pertanyaan tambahan yang tak mampu Teteh Jawab. Dan bikin malu Teteh bertambah – tambah “. Ungkapku memperjelas.
” Aih. Jadi penasaran pengen tahu orangnya dan warungnya juga. Benaran “. Dia antusias.
” Nanti Aku mau jajan di sana aja kali ya pulang kuliah, hah..hah…hah”. Ungkapnya lagi sambil tertawa lepas.
Malam ini aku terpaksa menginap di Rumah bibiku ini . Sesuatu yang jarang ku lakukan setelah aku meneruskan kuliah. Subuh sekali aku sudah pamit meninggalkan Rumah bibiku ini. Bukan tak betah harus berlama – lama tapi ada kewajibanku yang harus ku emban yaitu mengajar anak – anak TK dikampungku setiap hari . Aku tak boleh kesiangan. Tanggung jawabku terhadap sekolah Raudhatul Athfal di Yayasan warisan Kakek Nenek ku begitu besar. Aku tak ingin berleha – lega mengajar di sana. Semangatku untuk terus memajukan pendidikan dikampungku itu sedang mencapai puncaknya. Aku menikmati pekerjaanku dan rasanya bahagia berada di tengah – tengah anak – anak yang polos, lucu, dan menggemaskan itu. Tanpa dendam dan kesumat seperti orang dewasa pada umumnya. Aku serasa mendapatkan hiburan yang mengesankan. Pasti ada saja cerita menyenangkan itu di tiap Harinya.
Elf membawaku pergi secepat kilat. Membawa penumpang yang rata – rata para pegawai yang hendak bekerja di pinggiran kota Garut ini . Pemandangan seperti ini sudah biasa. Duduk berjejal bahkan berdiri di pintu mobilnya. Karena bagi mereka yang penting bisa membawanya ke tempat kerja dengan selamat dan tepat waktu . Cara naik Elfnyapun kita memang sudah terlatih sigap dan cepat. Rata – rata Pak Sopir Elf di pagi hari seperti ini seolah tak sabaran. Bahkan kejar – jejaran memburu penumpang dengan Elf lainnya hingga serasa seport jantung dibuatnya.
Ayah dan ibuku sudah maklum. Jika aku tidak pulang kuliah. Mereka sudah bisa memastikan bahwa aku menginap di Rumah Bibi. Dia sudah mempercaiku untuk hal ini dan aku tak mungkin menyia – nyiakan kepercayaan kedua orang tuaku itu. Memastikan diriku tak mungkin melakukan hal – hal yang tidak berkenan di luaran sana. Aku ini gadis baik dan tidak mengada – Ngada.
Sampai di Rumah aku segera mengganti pakaianku mandi cukup di Rumah bibiku saja. Jika sempat sarapan aku sarapan dan jikapun waktu tak memungkinkan aku akan menunda sarapanku. Ada yang lebih penting dari sekedar sarapan.
Jam sudah menunjukan pukul 11. 15 Wib. Anak – anak muridku sudah pulang bahkan tak seorangpun kelihatan lalu lalang di depan kelas atau ada yang menunggu jemputan. Sekolah mulai sepi dan ruangan kelas serasa lebih sepi lagi. Aku duduk di Mejaku membereskan lembaran aktivitas anak – anak hari ini setelah menyapu dan membereskan kursi – kursi di kelas kami . Temen mengajariku sudah pulang duluan karena ada sesuatu hal. Rasa – rasanya aku ingin disini terus bersama anak – anak . Aku tiba – tiba malas kuliah.
Tak biasanya memang Aku begini. Jarang – jarang Aku nggan sekali berkemas dan berangkat kuliah setelah mengajar . Hari ini badanku serasa cape dan batinku serasa lelah. Entah apa yang terjadi semangatku tiba – tiba menurun perlahan.
Aku mengingat – ngingat mata kuliahku hari ini. Mencari celah untuk beralasan agar tidak mengikutinya. Ach…Cuma Satu Hari tak masuk mungkin tak kan jadi apa – apa . Tak mungkin akan mengganggu stabilitasi perkuliahanku. Selama ini Aku cukup rajin dan jarang sekali bolos terkecuali jika kesehatanku terganggu dan tidak bisa ditolelir untuk beristirahat di Rumah saja.
“ Teh kenapa belum siap – siap kuliah ?! “ Ibu bertanya padaku.
“ Ia Bu. Hari ini Aku mau bolos aja Bu. Badanku kurang sehat “. Aku beralasan .
“ Teteh tadi tidak sarapan. Makan sana gih biar badanmu cepet pulih “. Ibu mengingatkanku tapi aku begitu enggan.
“ Ia Bu bentar lagi Aku kedapur ”.
Ibu itu jarang sekali mencampuri urusanku kalau aku sendiri yang tidak bilang kepadanya. Jikapun mungkin masih ada pertanyaan yang ingin disampaikan ia kadang memilih diam sebelum aku yang memulai pembicaraan.
Aku memutuskan untuk tidak pergi kuliah hari ini. Aku ingin menenangkan fikiranku. Beristirahat sejenak dari aktivitas kuliahku yang kadang juga menjenuhkan. Kejadian kemarin sore itu membuatku syok dan aku perlu menata dulu hatiku. Menentukan langkah yang harus kujalani. Mengembalikan sikapku menjadi normal kembali aku merasa sikapku akan berbeda saat bertemu dengannya nanti. Entahlah.
Kreator : Daniah Rijal
Part 15: Warung Kopi Klotok Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]
Part 16 : Alun – Alun Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]
Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]
Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]
Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]
Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]
Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]
Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,, begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]
Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]
Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]
Comment Closed: Sore Yang Menegangkan
Sorry, comment are closed for this post.