Tahun 2023 adalah tahun keberkahan bagiku, karena di tahun itu suamiku berhasil lulus THL Pertanian, lalu aku juga lulus sebagai guru bantu dan aku melahirkan putra keduaku dengan sehat walafiat. Sungguh amanah yang luar biasa. Meski sedikit kecewa karena penempatanku yang bukan yang semestinya, tapi tetap kujalani dengan positif. Hanya saja dengan terpaksa aku harus resign dari sekolah lamaku yang sangat aku sayangi, kekeluargaan yang kental dan terbuka, siswa-siswi yang mempunyai semangat yang luar biasa dalam belajar, membuatku selalu tampak puas ketika keluar kelas, dan kini mesti kutinggalkan hal itu benar-benar membuatku galau
2006 tak terasa sudah tiga tahun aku menjadi guru bantu, suka duka lengkap sudah kujalani, kesenjangan yang mulai menjelas membuatku si kutu buku ini semakin sesak napas. Syukurlah tak lama kemudian aku berhasil lulus CPNS di tahun yang sama,dan itu membuatku sedikit lega, harapan demi harapan mulai terukir meski masih agak kabur. Namun Karena kenyamanan di tempat kerja mulai terusik, kondisi yang mulai tidak kondusif, benturan demi benturan, belum lagi gaji yang memang seadanya semakin membuatku mulai goyah, hingga Juli 2007 ketika kemudian aku benar-benar menjadi PNS, harapan untuk bisa mengembangkan sayap mulai terukir kembali, meski gaji PNS tidaklah menjanjikan, tapi setidaknya mampu membuatku tenang karena kepalang sudah ku jalani profesi ini selama 12 tahun, maka PNS adalah satu-satunya pilihan agar aku tetap bisa menyalurkan bakatku. Dan akupun memutuskan untuk mutasi. Tak mudah memang, tapi aku yakin bahwa setiap perbuatan baik akan berbuah baik pula, akupun sudah siap dengan segala kemungkinan, karena tekadku sudah membulat.
Agustus 2007 akhirnya aku berhasil mutasi ke sekolah awal ku, ya.. aku kembali ke tempat awal aku berkarir, Alhamdulillah meski sudah generasi baru tapi aku diterima dengan baik di sana. Kekeluargaan yang kental, keterbukaan membuatku dengan cepat melupakan masa lalu yang kurang menyenangkan. Aku kembali menjadi sukma yang dulu yang bekerja dengan semangat, yang selalu berpikir positif kepada semua orang, bedanya aku kini sudah lebih dewasa.
Di tahun itu juga Aku juga berhasil membeli sebuah rumah mungil cukuplah untuk keluarga kecilku mengawali kehidupan, lengkap sudah kebahagiaanku yang sebelumnya aku hanya tinggal di kontrakan, selain penghasilan yang belum mencukupi juga karena suami yang bekerja di luar kota membuatku tak nyaman untuk tinggal sendiri. Sehingga aku memilih tinggal di kontrakan yang berada di lingkungan tuan rumahnya, agar jika terjadi sesuatu dapat segera diatasi. Seiring anak-anakku yang mulai tumbuh besar selayaknya untuk kami mulai meniti kehidupan.
Hari berganti hari, bulan pun telah berganti, tawa canda murid-muridku membuatku semakin berharga, ada kepuasan tersendiri ketika melihat mereka riang, semangat belajar dan berbagi cerita tanpa sungkan membuatku benar-benar merasa di berguna, di hari-hari libur mereka sering bermain ke rumahku, berbagi moment atau sekedar bergurau ataupun makan-makan, kami benar-benar layaknya saudara. Mereka sama sekali tidak canggung terhadapku.
Tak terasa sudah 4 tahun aku berada di sekolah itu. Ketika pagi itu kulihat beberapa guru senior terlihat menangis, aku tak mengerti apa yang beliau tangisi. Akupun hanya berpandang-pandangan bersama teman seusiaku sambil mengerlingkan mata, lalu menggeleng bersamaan. Tak lama kemudian ibu kepala sekolah bersama wakilnya memasuki kantor.
“Kita rapat sebentar ya bapak-ibu” ucap kepala sekolah dengan mata yang merah seperti habis menangis. kamipun semakin penasaran, ada apa sebenarnya, lalu
“Bapak-ibu yang saya hormati dan sayangi “ suara lirih kepala sekolah memecah keheningan.
“Sebelumnya saya mohon maaf, saya juga tidak menyangka bahwa kita berpisah dengan cara seperti ini. Jadi, Dinas mengadakan mutasi besar-besaran semua kita di mutasi sesuai zonasi dan tidak ada yang tertinggal, saya benar-benar tidak menyangka, saya pikir hanya beberapa saja tapi ternyata semua di mutasi. Nanti Wakur akan membagikan SK-nya. Sekali lagi saya minta maaf jika selama kita bersama ada ucapan ataupun tingkah laku saya yang kurang berkenan di hati bapak ibu, semoga tali kekeluargaan kita tetap terjaga meski kita tak bersama lagi…” setelah mengucapkan salam beliau bergegas keluar untuk kembali ke ruangannya sambil menyeka air mata. Aku masih tertegun tak mengerti juga tak tau harus apa. Lalu terdengar Wakur nama-nama kami untuk membagikan sebuah amplop yang berisikan SK Mutasi. Kami benar-benar bercerai-berai menjadi 15 sekolah. Barulah aku menyadari bahwa itu adalah hari terakhir bagi kami untuk bersama hingga reflek mataku pun basah oleh air mata dan kamipun berpelukan sebagai tanda perpisahan. Aku benar-benar tak habis pikir begitu cepatnya masa indah berlalu seolah alam tak suka melihat kedamaian kami, ada rasa enggan menerimanya, tapi apa boleh buat harus juga ku jalani. Dengan gemetar kubuka amplop yang berisikan SK itu, mataku kabur karena basah oleh air mata. Ku lihat samar nama sebuah sekolah dan ternyata aku di mutasi ke sekolah yang tak jauh dari rumahku hanya sejauh satu kiloan. Yah…, kami dikembalikan sesuai zonasi dengan harapan agar tak ada lagi alasan untuk tidak bertugas. Setelah puas bertangisan kamipun berpamitan untuk pulang ke rumah masing-masing dengan hati gundah.
Kreator : Sukma wijayati
Comment Closed: suka duka sang guru bantu (Bab 4)
Sorry, comment are closed for this post.