Tiga tahun. Itu waktu yang kami habiskan untuk menanti kehadiran anggota keluarga baru. Setelah kelahiran anak pertama, kami memutuskan untuk menunda dua tahun lagi untuk kehamilan kedua. Pertimbangannya banyak: umur anak pertama yang masih kecil, umur saya yang tidak lagi muda, serta kemapanan keluarga dalam hal materi dan terlebih lagi mental kami bertiga. Kami ingin semuanya benar-benar siap sebelum menyambut bayi berikutnya.
Namun, Tuhan punya rencana sendiri yang berbeda dengan apa yang kami rencanakan sebelumnya. Ketika akhirnya setelah lima tahun berlalu, dua garis merah muncul di alat tes kehamilan. Air mata bahagia tak terbendung lagi. Kehamilan kedua ini adalah jawaban dari doa dan kerinduan kami selama ini.
Hari demi hari berlalu, kehamilan ini membawa suka cita yang luar biasa. Apalagi saat USG pertama kali menunjukkan bahwa bayi kami adalah perempuan. Rasanya lengkap sudah kebahagiaan kami. Si sulung laki-laki dan adiknya perempuan. Kami memutuskan untuk memberinya nama yang berarti “Sukacita” dalam bahasa Ibrani, sebagai harapan dan doa agar ia selalu membawa kebahagiaan bagi keluarga dan orang-orang di sekitarnya. Tuhan telah mendengar doa kami, dan kehadirannya adalah bukti nyata dari kasih-Nya.
Namun, perjalanan ini tidak selalu mulus. Saya mengalami Hyperemesis Gravidarum yang cukup berat, menguras emosi dan membuat berat badan saya turun drastis. Tapi, semua itu terbayar lunas saat proses persalinan berjalan normal, cepat, dan lancar. Bayi perempuan kami lahir dengan selamat, membawa kebahagiaan yang tak terkira.
Tapi, situasi saat itu tidak mudah. Saya melahirkan di tengah pandemi Covid-19 yang sedang memanas. PSBB dan karantina diberlakukan di mana-mana, Papua LockDown total tanpa ada yang bisa masuk maupun keluar pulau selama 1 bulan untuk memutus rantai penularan virus. Hal ini membuat kami tidak bisa pulang kampung untuk melahirkan. Oma dan opa pun tidak bisa datang mendampingi. Bahkan, si sulung yang masih kecil terpaksa menginap semalam di rumah sakit karena tidak ada yang bisa menjaganya di rumah. Padahal, anak-anak sebenarnya tidak diperbolehkan berada di rumah sakit, tapi apa lagi yang bisa kami lakukan?
Carino, panggilan kesayanganku untuk suamiku, benar-benar menjadi pahlawan dalam situasi ini. Seorang diri, ia merawat saya pasca melahirkan, merawat bayi perempuan kami, dan juga merawat si sulung yang masih butuh perhatian. Ia bahkan memasak dan mengurus segala kebutuhan rumah tangga. Sungguh, saya tidak tahu bagaimana ia bisa melakukannya. Bahkan, saat kami baru pulang dari rumah sakit setelah 20 jam melahirkan, rumah kami kebanjiran. Air merendam lantai, dan kami harus berjuang untuk membersihkan semuanya. Tapi, Carino tidak pernah mengeluh. Ia tetap tegar dan selalu tersenyum, membuat kami merasa pasti bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Hari ulang tahun si sulung yang hanya berselang sehari dari kelahiran adiknya hampir batal dirayakan karena banjir melanda rumah kontrakan kami. Tapi, dengan segala keterbatasan, kami tetap merayakannya dengan sederhana. Si sulung tampak bahagia, meski ia tahu bahwa perhatian kami sekarang terbagi. Ia bahkan terlihat bangga menjadi seorang kakak. Saat itu, saya menyadari bahwa kebahagiaan tidak selalu datang dari hal-hal besar. Kadang, kebahagiaan itu hadir dalam momen-momen kecil yang penuh makna.
Kini, ketika saya memandang bayi perempuan kami yang tidur lelap sembari terdengar dengkuran kecilnya, saya merasa bahwa semua perjuangan ini sepadan. Tuhan telah memberikan kami sukacita yang melimpah, melalui kehadirannya. Ia membawa kebahagiaan yang meluap-luap bagi keluarga kami. Dan Carino, sungguh, ia adalah suami dan ayah yang luar biasa. Tanpa dia, mungkin saya tidak akan bisa melewati semua ini dengan tegar.
Pengalaman ini adalah salah satu momen yang tak akan pernah terlupakan dalam hidup kami. Sukacita yang datang di tengah segala kesulitan, membuat kami semakin yakin bahwa Tuhan selalu punya rencana terbaik untuk keluarga kami. Dan kini, kami siap menjalani babak baru dalam hidup kami, berempat mengarungi lautan kehidupan dengan angin sepoi dan gelombang pasangnya dengan penuh syukur dan kebahagiaan. Terpujilah Tuhan yang memenuhi suka citaku.
Kreator : Vidya D’CharV (dr. Olvina ML.L. Pangemanan, M.K.M.)
Comment Closed: Sukacitaku Penuh
Sorry, comment are closed for this post.