Pukul enam empat puluh lima aku tiba di sekolah. Kemudian masuk kelas menuju tempat duduk. Seperti biasa aku bersihkan dulu meja dan kolong meja. Takut ada sesuatu atau sampah. Biasanya bersih sih, tapi pas aku lihat ada kertas dilipat dengan rapi.
Aku coba ambil kertas tersebut. Aneh ada tulisan, “Tuk Mia!”
Jidatku langsung mengerut dan bertanya. “Lha ko untuk aku, dari siapa yah?”
Ah males membacasnya. Biarin aja. Emang gua pikirin. Kemudian aku biarkan surat itu di bawah meja.
Bel berbunyi, sebagai tanda masuk. Aku seperti biasa mengikuti proses pembelajaran dengan baik. Pas istirahat, temanku bilang, “Miaa itu ada kertas seperti surat!”
Aku langsung kaget.
“Surat apa?” aku balik nanya dan pura-pura tidak mengerti kebetulan lupa juga terhadap kertas yang berada di dalam meja. Nampak kelihatan dari bangku belakang oleh temanku.
“Coba lihat?” ungkap temanku.
“Enggaklah, aku tidak tahu apa-apa?” jawabku.
“Coba ambil Mia!” Ungkap temanku sambil keluar bangku dan mengambil kertas tersebut.
Aku kaget kertas seketika sudah berada di tangannya. Temanku bilang, “Ini buat kamu Miaa!”
Aku terdiam belum mengerti sebetulnya apa isi tulisan tersebut. Lagian aku tak peduli apa isinya. Karena aku ingin tetap belajar konsen. Tidak mau terganggu oleh siapapun dan masalah percintaan di usia remaja.
Dia membacakan isi surat tersebut. Isinya mengungkapkan bahwa dia, kagum kepadaku. Menurutnya, aku wanita anggun, baik, dan rajin di sekolah. Pokoknya dia mengungkapkan bahwa aku berbeda dengan perempuan lain. Karena itu, “Aku ….kamu!” ada gambar love gitu.
Lagian itu surat hanya ada tandatangan tanpa nama. Aku tak peduli mau ada nama atau tidak yang jelas tidak mau punya sahabat khusus dulu pada waktu itu.
Aku tetap ingin konsentrasi dulu belajar. Seandainya ada biarkan aja karena yang tahu jodoh aku siapa-siapanya hanya Allah. Kalau sudah jodoh nanti juga pasti akan dipertemukan.
Sebetulnya sih ingin punya kekasih tapi rasa takut lebih dominan. Takut oleh orangtua walau orangtuaku sendiri tidak pernah marah atau menegur ketika ada salam dari lawan jenis.
Aku tidak mau orangtuaku resah melihat aku punya kekasih. Lebih baik cari amannya saja. Selain itu bagiku merasa rugi memikirkan yang masih bukan hakku. Lebih baik pokus-pokus.
Aku yakin jodohku sudah ditetapkan. Entah siapa. Pasti suatu saat nanti pasti dipertemukan. Lagian takut kebablasan padahal belum tentu dia jodohku. Menurutku pada waktu itu rugi besar.
Itulah pengalaman pertama mendapat surat di kolong meja. Surat dari kertas yang dilipat rapi. Tapi aku tidak tertarik sedikitpun. Bahkan ingin sekali merobek dan membuang surat tersebut.
Separah itukah aku pada waktu usia sekolah menengah pertama. Lagian aku pada waktu itu lagi seneng ikut kajian-kajian remaja masjid. Sedang semangat-semangatnya belajar tentang agama yang aku pegang.
Allhamdulillah aku bisa pokus sampai usia sekolah menengah atas. Walaupun banyak sekali rintanga dan godaan di masa remaja. Namun berusaha untuk pokus.
Seiring usiaku semakin dewasa terpikirkan juga siapa yang akan menjadi pendamping nanti. Akhirnya mulai membuka diri dan membuat kriteria. Untuk menjadi calon pendamping hidup.
Tak disangka tak diduga dikira jodohku tidak jauh dari temanku yang biasa bareng di organisasi. Bahkan di antara temanku ada yang menyatakan bahwa dia mencintaiku. Tapi hanya sebatas lewat teman.
Suatu hari aku dapat buku bacaan dari teman baru di sebuah remaja masjid.
“Teh Mia ada buku isinya bagus, mungkin Teteh mau baca?” Ungkap dia menawarkan.
Aku langsung menyahut, “Buku apa Kak?”
“Nanti Teteh baca aja sendiri biar tambah jelas dan yakin!” ungkapnya.
“Boleh-boleh, mana bukunya?” Tanyaku.
Dia mengambil buku ukuran A5. Buku cantik berwarna pink keungu-unguan yang bercover indah sekali. Dia memberikan buku tersebut.
“Ini Teh bukunya!”
“Terima kasih Kak nanti aku baca!” Aku langsung menerimanya.
“Teh bacanya bisa di rumah yah…!”” pinta dia.
“Baik Kak, makasih yah!”
“Selamat membaca Teh Mia semoga suka. Kakak pamit dulu yah!” ucapnya pamit.
“Assalamualaikum….!”
“Waalaikumsalam…!”
Beres kegiatan sekitar pukul sembilan tiga puluh aku dan sahabat-sahabat pulang ke rumah masing-masing. Sebelum tidur aku ingat si kakak meminjamkan buku.
Kucoba buka buku tersebut yang di bungkus pelastik sangat rapi dan bersih seperti karakter yang meminjamkanya. Pas kubuka ternyata ada sepucuk kertas surat berwarna yang cantik bergamabr bunga.
Lha ko ada kertasnya. Sepertinya surat. Ada tulisan yang cukup panjang dan sangat rapi sekali.
Tulisannya seperti ini, “Teruntuk Dinda Mia di Tempat!”
Maaf Dinda mengganggu waktunya…bla bla bla isinya. Membuatku kaget dan tidak bisa tidur. Sampai itu surat diulang-ulang lebih dari sepuluh kali membacanya. Takut salah dan lain sebaginya.
Tapi benar, surat itu ditujukan kepadaku. Setelah membaca surat tersebut pikiranku melayang-layang tak karuan. Bahkan senyum-senyum sendiri. Hati berbunga-bunga rasanya bagaikan mimpi.
“Ko bisa yah, masa iya, duuuh gimana ini. Aku tak bisa tidur waktu sudah menunjukkan pukul satu malam!” ungkapku dalam hati.
Rasa ini sangat bahagia sekali. Baru pertama kali mendapatkan surat serapi dan seindah ini begitu juga tulisannya. Betul surat ini memberikan energi dosis tinggi untuk jiwaku.
Tugas ke-7_Nyi Ai Tita
3 Komentar Pada Surat Pertama Untukku
Ceritanya bagus. Pengungkapan perasaannya juga sudah hidup. Teruslah menulis agar tulisanmu semakin menarik. Selamat, ya.
Bagus ceritanya. Terhipnotis juga aku. Semangat menulis Kak
Bagus ceritanya. Terhipnotis juga aku. Semangat menulis Kak