Bersamamu aku menemukan kebahagiaan. Walau itu hanya sesaat karena tertutup banyaknya kehaluan dalam hidupmu. Cerita-cerita tentang kesuksesan dan kemakmuran itu hanya karangan semata. Entah apa yang ada di pikiranmu sampai menjadi pembuat skenario terpanjang dan berhasil membuatku berantakan.
Aku tidak tergiur dengan harta yang engkau telah janjikan meskipun pada akhirnya itu hanya kepalsuan. Aku menerimamu sebagai sosok yang perhatian yang mencoba meratukan pasangan. Namun sayangnya, semua itu hanya bagian dari skenario-mu untuk menyandarkan hidupmu padaku.
Aku wanita yang bermimpi menjadikan pernikahan yang terakhir dan melangkah bersama-sama menikmati sisa usia. Seperti impianku yang pernah kuceritakan padamu. Namun, aku harus ikhlas menerima takdir yang tidak sesuai dengan harapanku.
Tinggal di sebuah desa dan menjauh dari hiruk pikuk kota. Menjalani kehidupan yang dekat dengan alam seperti bercocok tanam dan berternak adalah impianku di saat dipertemukan kembali dengan seseorang untuk menjadi imamku. Namun semuanya hanyut oleh semua kehaluannya. Aku tidak menyalahkan dia sepenuhnya. Mungkin ini cara Tuhan mencintaiku, agar aku tidak pernah menduakan cinta-Nya.
Duduk berdua di suatu warung kecil di Ketep Pass, Magelang. Menikmati sepiring pisang goreng dan es teh manis menjadi kenangan terakhir sekaligus waktuku untuk memantapkan diri meninggalkanmu. Pemandangan jajaran pegunungan dan lahan pertanian bisa kulihat dari segala arah begitu indah namun tak seindah jalan kita.
Semua rasa ku pertaruhkan antara rasa malu, kesedihan, harga diri untuk kembali ke rumahku meninggalkanmu sendiri di kota itu. Sudah beberapa hari aku memantapkan langkah dan keputusanku. Mentalku sudah kamu hajar habis-habisan tapi aku tidak ingin mengadukanmu kepada Tuhanku. Tugasku hanya menumpahkan kesedihan dan rasa sakitku. Tak tega rasanya jika kamu mendapatkan balasan akibat ulahmu yang sudah menghancurkanku, orang yang telah mati-matian berjuang, mempertahankan dan membelamu.
Kini sudah delapan bulan lebih, cukuplah sudah cerita kita berakhir dan jangan pernah kamu kembali menyapaku yang malah menjadi rasa perih pada lukaku ini. Berdoalah untuk dirimu sendiri karena aku sudah tidak bisa mendoakanmu lagi agar masih diberikan kebaikan. Teramat sakit diri ini. Di saat aku terpuruk, di saat aku sedang berjuang menyembuhkan lukaku, di saat aku sedang berjuang menyelesaikan hutang akibat dari ulahmu bukan simpati yang kudapat malah kamu membuat luka-luka yang baru.
Ketep Pass, menjadi kenangan indah yang terdalam dan terakhir. Disitulah aku pertaruhkan semua perasaanku. Namun tak perlu lagi kuingat karena semua sudah berlalu. Keindahan matahari di tengah jajaran pegunungan itu perlahan juga memulai tenggelam bersama tenggelamnya keinginan untuk terus bersama sampai ajal menjemput.
Aku tahu kamu pasti tidak menyiapkan mental untuk kepergianku. Mungkin tidak adil dimana aku telah menyiapkan mentalku untuk pergi dan pertarungan rasa ini di dalam hati. Namun itu tak sebanding dengan rasa sakit yang kamu perbuat padaku. Semua baktiku berhenti di kota itu termasuk semua perhatian dan hormatku padamu.
Bukan kamu saja yang bergelut dengan kerasnya takdir, aku pun demikian. Mati-matian berdiri dari keterpurukan setelah kamu hajar habis-habisan mentalku dan ekonomiku. Jangan, jangan pernah kamu bilang lagi ini kesalahanku yang tidak keras padamu. Itu bukan tugas makmum untuk keras. Tugasku hanya mengingatkan, jika peringatan tak dihiraukan artinya kamu harus siap atas semuanya.
Aku bukan ibumu yang setiap kesalahan akan ada maaf. Baik buruk anaknya akan selalu ada maaf. Aku wanita biasa yang mempunyai ambang batas dan aku tidak ingin mempertaruhkan kehidupanku, dua anakku dan ibuku untuk terus bersamamu. Semakin aku bersamamu, semakin hancur segalanya.
Derasnya air mata di atas sajadahku bukan berarti aku menginginkan hal buruk terjadi padamu. Namun itu semua keluh kesahku padaNya untuk meringankan beban hatiku. Aku tidak ingin ada sumpah serapah untukmu yang keluar dari mulutku. Tapi aku juga sudah tidak ingin mendoakanmu. Berdoa dan berdirilah sendiri, wujudkan keinginanku untuk bisa melihatmu menjadi orang yang baik sebelum berakhirnya umurku.
Kreator : Utari Ningsih
Comment Closed: Swastamita
Sorry, comment are closed for this post.