KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • basedonmyrealitylife
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Bersambung
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Madhoe Retna
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Tak Seindah Pelangi

    Tak Seindah Pelangi

    BY 27 Sep 2025 Dilihat: 9 kali
    Tak Seindah Pelangi_alineaku

    Saat masih duduk di bangku Fakultas Kedokteran dulu, banyak yang memimpikan setelah lulus nanti akan melayani di Papua. Konon, katanya di Papua, dokter insentifnya tinggi, sangat dihormati, tempat basah untuk mengisi kantong dengan segudang Beasiswa untuk melanjutkan studi yang dijanjikan. Impian dan harapan ini pula yang mendorongku memasukkan berkas lamaran PTT Pusat dengan pilihan daerah penempatan di Papua bersama beberapa teman dokter yang lain. 

    Berangkat dari latar belakang keluarga awam, yang bukan dari dinasti kedokteran, menjadi tantangan tersendiri mulai dari menyelesaikan pendidikan sampai mencari pekerjaan. Gayung bersambut, ketika lamaran PTT Pusat terjawab dan di tempatkan di daerah sangat terpencil di Pegunungan Papua. Seakan mimpi menjadi kenyataan, one step closer to pendidikan spesialis, pikirku idealis sejalan dengan kabar-kabar dari senior yang berhasil menabung dan mendapat beasiswa untuk melanjutkan pendidikan dari daerah tempat mereka ditempatkan. 

    Semangat berkobar-kobar, mengantarkanku tiba di daerah tempatku di tempatkan. Sebuah distrik yang sangat jauh dari peradaban kota. Saat itu, untuk tiba kesana, hanya bisa di tempuh dengan pesawat jenis pilatus yang hanya memuat 6 orang didalamnya. Tidak ada akses darat sama sekali. Terisolir dari dunia modern, tersisihkan dari perkembangan dunia yang serba digital diluar sana. 

    Di tengah pegunungan ini, tidak ada listrik, tidak ada air ledeng, tidak ada sinyal telepon apalagi internet. Hidup bergantung pada alam ciptaan-Nya. Air bersih saja hanya ada jika hujan turun dan ditampung. Air sungai sangat tidak layak digunakan untuk keperluan sehari-hari apalagi untuk dikonsumsi karena memiliki kandungan mineral yang sangat tinggi yang membuatnya berwarna seperti teh pekat dan berbau karat. 

    Ketika dirumah orang tua, semuanya bisa dilakukan dengan praktis, tinggal colok dan tekan saklar, di sini untuk masak pun butuh perjuangan panjang. Bahan makanan yang sangat terbatas, karena harus diterbangkan dari kota terdekat dengan biaya yang tidak murah, akhirnya memaksaku untuk belajar berkebun dan beternak untuk kebutuhan dapur sehari-hari. Tidak adanya gas elpiji dan minyak tanah harganya selangit, memaksaku untuk mempraktekkan survival lesson, memasak dengan kayu bakar a la Pramuka dan Pathfinder. Yang biasanya pakaian kotor langsung masuk mesin cuci, tidak demikian disini, pakaian kotor di kumpulkan seminggu baru bisa turun ke sungai untuk mencuci agar hemat waktu karena letak sungainya lumayan jauh dari rumah. Penerangan dalam rumah pun hanya dengan lampu botol yang dipakai sehemat mungkin karena harga BBM disini 10x lipat dari HET di kota yang katanya satu harga untuk seluruh Indonesia. 

    Tantangan hidup di sini bukan hanya karena sikon alam saja. Tantangan lainnya muncul dari pekerjaan. Salah satunya adalah kendala bahasa. Masyarakat yang masih tergolong primitif, banyak yang masih menggunakan Koteka saja, tidak mengerti bahasa Indonesia. Maklumlah, mereka belum tersentuh pendidikan. Keadaan ini memaksaku untuk belajar bahasa suku mereka agar bisa nyambung ketika melayani kebutuhan kesehatan mereka. Banyak kisah dan cerita yang muncul dari kendala ini, dari yang lucu menjadi mop sampai yang mengharukan dan menguras emosi sudah pernah ku lalui. 

    Melakukan pelayanan di luar gedung seperti Pusling, penyuluhan, sweeping dan lainnya, mendapat tantangan pula dari sisi keamanan. Adanya KKB membuat tidak leluasa untuk bergerak menjangkau masyarakat yang jauh dari lokasi Puskesmas. Padahal, ada beberapa desa dalam lokasi wilayah kerja Puskesmas tempatku bertugas, sangat butuh untuk dikunjungi dan dilayani. Namun, karena keadaan yang tidak kondusif, membuatku semakin berhati-hati dalam menjalankan misi kemanusiaan yang seharusnya menjadi kewajiban karena ternyata tim petugas kesehatan pun tak luput dari ancaman keselamatan nyawa. Beberapa kali dihadang ditengah jalan dan ditodong dengan senjata laras panjang tepat didepan mata sudah pernah kualami. Rumah dinas dan Puskesmas pun kerap diancam akan di palang bahkan dibakar jika ada hal yang membuat pihak sebelah merasa tidak nyaman. 

    Belum lagi tantangan multi peran yang ku kerjakan, padahal seharusnya sudah bukan kompetensi dokter umum. Contohnya saja, saat terjadi konflik, tembakan sahut-menyahut dari berbagai arah, pastinya korban yang jatuh akan dilarikan ke Puskesmas. Pasien sebenarnya butuh segera di rujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih besar dengan sarana prasarana yang memadai, terpaksa di bedah untuk mengeluarkan benda asing dalam tubuh di Puskesmas untuk life saving karena pesawat untuk transportasi pasien keluar dari daerah ini tidak akan datang jika belum dinyatakan aman oleh pihak yang berwenang. Wajar, karena pesawat pun acap kali di tembaki jika konflik sementara terjadi. Demikian juga pasien yang terdiagnosa kondisi medis lain dengan komplikasi yang harusnya segera dirujuk, memaksaku berimprovisasi sembari menunggu layanan transportasi yang tak ada jadwal pasti kapan akan datang menjemput. 

    Petualangan menantang maut ini belum lengkap dengan pendapatan yang tidak sepadan. Surga telinga yang digaungkan ternyata tidak berlaku ditempat ini. Mungkin benar adanya insentif yang tinggi dan jatah beasiswa pendidikan bagi dokter yang sudah menyelesaikan masa PTT di kabupaten lain, tapi tidak disini. Nyatanya, bukan pelangi indah yang terbit seusai hujan, namun petir, guntur dan gemuruh yang kami rasakan. Insentif yang tidak reguler dibayarkan, bahkan pernah 9 bulan tertunda, yang pada akhirnya hanya 8 bulan yang dibayarkan dengan penjelasan kas daerah habis. Insentif yang diberikan pun hanya separuh dari daerah sebelah, padahal sama-sama di wilayah konflik yang hanya diakses via udara menjadikan harga kebutuhan harian menjadi 10x lebih mahal dari HET seharusnya. Bahkan setelah bertahun-tahun pun, sudah berkali-kali terjadi resesi ekonomi, insentif di sini tidak pernah ada kebijakan perubahan untuk kenaikan. Padahal, kebutuhan hidup harganya makin ketat mencekik kantong dan leher. Semua itu melengkapi cerita asam – pahit yang dilalui disini. 

    Perjalanan karir dari PTT Pusat sampai diangkat menjadi ASN oleh Kementrian Kesehatan pun, tak luput dari janji manis. Informasi yang diberikan sebelum menandatangani persetujuan pengangkatan menjadi PNS di daerah penempatan PTT adalah ASN yang masuk dari pengangkatan Kementerian Kesehatan adalah Pegawai Pusat di bawah Kementrian langsung dan flexibel untuk meminta pindah daerah penugasan setelah minimal lima tahun mengabdi. Setelah SK CPNS diterbitkan, rasanya seperti ada yang mengganjal di tenggorokan, sangat sulit untuk ditelan. Pasalnya, ternyata SK bukan dari Kementrian Kesehatan tetapi dari Bupati saja, sampai-sampai untuk mengikuti Prajab untuk memenuhi syarat 100% PNS pun tidak difasilitasi kabupaten karena bukan diangkat oleh kabupaten. Rasanya nasib ini seperti bola ping-pong, yang di smash kesana-kesini, dipermainkan entah oleh siapa?!? Kenyataan pahit ini terasa makin menyayat hati ketika ibuku jatuh sakit lumayan parah dan beliau memintaku untuk pindah, pulang ke kampung halaman agar bisa bekerja sembari merawatnya di masa tua. Tapi, kerinduan dan keinginan terakhir beliau tidak bisa ku penuhi  karena regulasi yang tak ku mengerti, walau sudah mengabdi lebih dari lima tahun seperti yang diinfokan dulu.   

    Impian tinggallah impian. Penyesalan tak bisa dielakkan. Karena nyatanya pelangi di alam ini memang sangat indah, bahkan bisa muncul 2-3 pelangi sekaligus dalam waktu yang bersamaan. Tapi, entah kapan pelangi untuk nasibku akan terbit di tempat ini? Bisa saja belum waktunya ataupun memang tidak akan pernah ada. 

    Harapan untuk mendapatkan beasiswa pendidikan pupus jua termakan waktu, karena sampai di batas usia mendaftar pendidikan spesialis, beasiswa itu tidak pernah ada kabarnya walau sudah dicari kesana kemari, bahkan setelah beberapa kali berganti kepemimpinan. Izin belajar untuk melanjutkan pendidikan Magister pun sangat sulit didapatkan, padahal sudah bertugas melayani lebih dari 10 tahun ditempat ini. Datang ketempat ini dengan segudang impian semasa gadis, sampai kini sudah memiliki gadis kecil namun cita-cita itupun harus direlakan karena keadaan yang tak berpihak padaku.

    Dalam benak dan hati ini ku tanamkan keyakinan, tak ada sesuatu yang sia-sia. Pelayananku yang rasanya tak ada harganya, pengorbananku yang sepertinya tak ada nilainya, waktu yang berlalu seakan tiada arti, itu hanya dimata manusia saja. Kuyakini, ku imani dan ku aminkan, rencana-Nya untukku dan keluargaku tak selalu seindah pelangi yang kubayangkan tetapi sejahtera dan sentosa senantiasa dianugerahkanNya. 

    Walaupun tak seindah pelangi yang diimpikan, bukan berarti menjadi alasan untuk menyerah atau berhenti melayani masyarakat negeri ini di bidang kesehatan. Semoga restuNya tetap memampukanku menjalankan tugas dan kewajiban yang Dia berikan dan nikmat-Nya menjadi berkat untukku dan keluargaku. 

     

     

    Kreator : Vidya D’CharV (dr. Olvina ML.L. Pangemanan, M.K.M.)

    Bagikan ke

    Comment Closed: Tak Seindah Pelangi

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Dalam dunia pendidikan modern, pendekatan sosial emosional semakin banyak dibahas. Salah satu model yang mendapatkan perhatian khusus adalah **EMC2 sosial emosional**. Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan Definisi EMC2 sosial emosional? Mengapa pendekatan ini penting dalam pembelajaran? Mari kita bahas lebih lanjut untuk memahami bagaimana EMC2 berperan dalam perkembangan siswa secara keseluruhan. Definisi EMC2 Sosial […]

      Okt 02, 2024
    • Pancasila sebagai dasar negara Indonesia tidak lahir begitu saja. Di balik perumusan lima sila yang menjadi pondasi bangsa ini, ada pemikiran mendalam dari para tokoh pendiri bangsa, salah satunya adalah Soekarno. Pemikiran Soekarno dalam merumuskan Pancasila sebagai dasar negara menjadi salah satu tonggak penting dalam sejarah Indonesia. Lalu, apa saja pemikiran Soekarno tentang dasar negara […]

      Des 02, 2024
    • Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]

      Sep 18, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021