KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Tak Semanis “Madu” Chapter 1 “Gadis Berkulit Kentang”

    Tak Semanis “Madu” Chapter 1 “Gadis Berkulit Kentang”

    BY 03 Jul 2024 Dilihat: 163 kali
    Tak Semanis madu_alineaku

    Keringat bercucuran sebesar biji jagung mengalir di dahi seorang gadis yang bernama Aminah.  Kulitnya yang putih, seputih kulit kentang, merona merah terkena sengatan sang surya. Gadis bermata sipit ini adalah kembang desa Gurah. Namun nasibnya tidak secantik wajahnya. Setiap hari dia harus bergumul dengan lumpur dan rerimbunan padi. Sama seperti hari ini, dia sudah siap memanen padi yang menguning milik juragan Sunyoto. Bersama dengan Simak dan mbakyunya serta ibu – ibu yang lain menjadi buruh tani. Sudah menjadi hal lumrah di desanya, para perempuan menjadi buruh tani mulai dari menanam benih, menyiangi rumput di sela-sela tanaman padi dan memanennya jika sudah menguning.

    Kehidupan ekonomi keluarganya yang serba kekurangan memaksa Aminah dan kakak perempuannya melakukan pekerjaan kasar di usia dini. Seringkali ibu – ibu tidak tega melihat gadis kecil nan ayu tersebut turut bekerja kasar seperti yang dilakukan oleh mereka,

    “Nduk, mreneo!”(Nak, kesini!). panggil Yu Karsi kepada Aminah.

    “Nggih Yu.” (Baik, Mbak). Aminah melangkah mendekati Yu Karsi.

    Yu Karsi mencondongkan tubuhnya dan berbisik kepada Aminah,”Nduk, kowe mulih wae kono, iki duweke, gowonen mulih.” (Nak, kamu pulang saja sana, ini punyaku, bawa pulang saja). Tangan Yu Karsi menyodorkan satu ikat gabah kepada Aminah.

    Aminah menolak dengan halus,”Ndak usah Yu, nanti kalau ketahuan Mandor Tarno, aku bakal dimarahi.” Sanggah Aminah.

    Aminah takut sekali dengan Mandor Tarno. Perawakannya yang tinggi, berkulit hitam dan suaranya yang menggelegar membuat orang bergidik ngeri. 

    Aminah memang seringkali diberi seikat gabah oleh ibu-ibu yang bekerja disana. Kulit Aminah yang putih mulus, seputih kentang akan memerah ketika tersengat matahari. Hal inilah yang mengundang rasa kasihan ibu-ibu kepadanya. Rasanya gadis secantik dia, tidak pantas bekerja sebagai buruh tani.

    ”Wis to terima saja! nanti aku yang bakal ngadepi Mandor Tarno.”(Sudah diterima saja! Nanti aku yang akan menghadapi Mandor Tarno). Yu Karsi tetap kekeh memberikan satu ikat gabah, sambil memasang wajah kasihan pada Aminah.

    ”Aku ndak tegel lihat kamu panas-panasan nduk, kuwi kulitmu wis do abang kabeh.” (Aku tidak tega lihat kamu berpanas-panasan nak, ini kulitmu sudah merah semua). Yu Karsi memegang tangan Aminah, sambil menunjuk lengannya yang memerah.

    Aminah memandang Simak dan Mbakyu yang ada disebelahnya. Simaknya mengangguk tanda setuju, kalau Aminah boleh pulang dan membawa satu ikat gabah dari Yu Karsi sebagai upahnya. 

    “Suwun yo Kar, kowe mesti ngono karo Aminah,” (Makasih ya Kar, kamu mesti gitu sama Aminah). Kata Simak kepada Yu Karsi.

    “Rapopo Bude, aku melas ro Aminah. Cah ayu, kulite putih, kok klayabane neng sawah. sakjane ora cocok.” (Nggak apa-apa Bude, aku sayang sama Aminah). (Anak cantik, kulitnya putih, kok mainnya di sawah, nggak cocok). Yu Karsi menghela nafas panjang, berempati pada nasib Aminah.

    “Lha piye maneh, wong ora duwe koyo awak’e dewe ora duwe pilihan.” (lha mau gimana lagi, orang miskin macam kita ini ndak punya pilihan). Wajah Simak terlihat muram ketika mengungkapkan kata itu kepada Yu Karsi.

    “Woi, kowe mandeg!” (Woi, kamu berhenti!” 

    Suara teriakan Mandor Tarno yang begitu keras, membuat para pekerja terdiam tiba-tiba. Sejurus kemudian, ibu-ibu di sana mulai kasak kusuk, saling bertanya ada apa gerangan Mandor Tarno sampai berteriak marah seperti itu.

    Aminah merasa bahwa dia lah orang yang diminta berhenti oleh Mandor Tarno. Lututnya mulai gemetar ketakutan, Tanpa menoleh ke belakang, Aminah mengumpulkan kekuatan dan berlari sekuat tenaga.

    “Bocah edan! (Anak gila!), 

    “Awas kowe! Dasar Maling!” (Awas kamu! Dasar pencuri!).

    Aminah lari tunggang langgang dengan membawa keranjang yang berisi gabah pemberian Yu Karsi. Mandor Tarno sepertinya tidak terima kalau Aminah membawa gabah tersebut, karena pekerjaannya belum selesai sampai sore hari. Makanya Mandor Tarno sampai semarah itu kepada Aminah. 

    Aminah yang masih belia, Langkah kakinya kalah lebar dengan Mandor Tarno. Hampir saja Mandor Tarno meraih keranjang yang digendong Aminah. Tapi, Aminah berhasil merebutnya Kembali. Dia berusaha lari sekencang-kencangnya dengan sisa nafas yang ada. Di tikungan dekat balai desa ada Semak-semak yang cukup rimbun. Dia pun memutuskan untuk bersembunyi disana.

    Aminah langsung loncat ke dalam Semak-semak, tepat pada saat Mandor Tarno sampai di tikungan. 

    “Neng ndi malinge!” (Dimana pencurinya?) Mandor Tarno berkacak pinggang, menyapu pandangan di sekitar perempatan balai desa mencari – cari keberadaan Aminah.

    “Asem tenan, ngilang bocahe!” (Kurang ajar betul, menghilang anaknya). Ucap Mandor Tarno ngos-ngosan.

    Deru nafas Aminah memburu, dia membekap mulutnya sendiri. Badannya sudah gemetar dari tadi, takut ketahuan Mandor Tarno. Di Tengah ketakutannya yang teramat sangat, tiba-tiba pundaknya dicengkeram oleh seseorang dari belakang. Aminah pun berteriak sekencang-kencangnya.

    “Ampun Pak! Kulo sanes maling!” (Ampun, pak! Saya bukan maling).

     

     

    Kreator : Roro Nawang Wulan

    Bagikan ke

    Comment Closed: Tak Semanis “Madu” Chapter 1 “Gadis Berkulit Kentang”

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]

      Sep 18, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024
    • Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]

      Sep 05, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021