Adalah Gia dan Naga, tercatat sebagai mahasiswa salah satu perguruan tinggi di antara ribuan mahasiswa lainnya. Mereka berdua berasal dari kota yang sama, namun mereka baru kenal sejak menjadi mahasiswa. Seiring berjalannya waktu persahabatan mereka terjalin dan mekar di kampus.
Memasuki tahun kedua perkuliahan, persahabatan mereka seakan terusik oleh hadirnya Putri mahasiswa baru dari fakultas dan jurusan yang berbeda. Putri adalah teman dekat Naga sewaktu SMA dulu. Gia yang telah menyadari situasi tersebut memilih untuk berhati-hati dalam hubungannya dengan Naga. Gia tidak mau mengusik hubungan spesial mereka. Bahkan Gia acap kali menghindar berjumpa Naga saat perkuliahan dalam mata kuliah yang sama. Hal ini Gia lakukan semata untuk menjaga hubungan persahabatan mereka dan tidak menimbulkan prasangka yang tidak diinginkan dari Putri. Berbeda dengan Naga, entah mengapa ia seperti tak peduli, bahkan seperti ingin selalu menghindar dari Putri.
Namun, semesta punya cara sendiri untuk mendukung persahabatan Gia dan Naga. Dalam pandangan orang lain, Gia dan Naga adalah perpaduan yang menarik, ada chemistry yang unik dan enak dipandang saat mereka bersama. Persahabatan yang dilandasi dengan hati yang tulus Ikhlas tanpa beban, persahabatan yang asyik. Seenak orang lain memandang mereka seasyik itu pula Gia dan Naga menjalani kebersamaan kuliyah mereka.
Hari-hari berlalu, tak terasa telah memasuki tahun-tahun terakhir perkuliahan. Mata kuliah semakin sedikit, moment kebersamaan Gia dan Naga di kampus pun kian memudar dan semakin menjauh. Saat itu belum ada alat komunikasi seperti ponsel atau yang lainnya.
Tahun-tahun terakhir kuliah datang, membawa kesibukan dan jarak. Di era tanpa ponsel canggih, jarak fisik berarti jarak emosional. Persahabatan Gia dan Naga perlahan menjauh, laksana ombak yang surut meninggalkan buih di pantai.
Momen wisuda menjadi penutup yang aneh. Gia melihat ada Putri menemani Naga. Karena itu, Gia sengaja menjauh dan memilih menjadi bayangan, menghindar agar tak mengganggu bingkai kebahagiaan mereka. Di tengah lautan toga, Gia dan Naga berdiri seolah tak pernah saling mengenal, apalagi bertegur sapa. Aneh, tetapi bagi Gia itu adalah cara terbaik untuk menjaga batasan.
Setelah wisuda, kekosongan itu kian nyata. Gia merasa ada sesuatu yang hilang. Perasaan itu bukan hanya kerinduan akan sosok seorang teman, tapi perasaan hampa yang menusuk jiwa seakan ada bagian penting dalam dirinya yang tertinggal di kampus. Ternyata, hal yang sama juga dirasakan oleh Naga.
Pencarian informasi yang berbuah manis mempertemukan Gia dan Naga kembali. Akhir kuliah yang membuat jarak dan memisahkan hubungan keduanya telah menciptakan benih-benih yang justru melahirkan kejujuran di hati Gia dan Naga. Keduanya saling bertanya, “Mengapa ada yang hilang di saat kita saling menjauh?” Perasaan itu tak bisa mereka pungkiri.
Sejak saat itu, hubungan Gia dan Naga laksana waktu yang bergerak cepat seakan mengkompensasi saat-saat yang telah hilang dan terlewati. Selama hampir setahun, Gia dan Naga merajut kembali benang yang sempat terputus sebelumnya. Mereka berdua berkomitmen untuk menjalani hubungan yang serius. Bahkan, hubungan Gia dan Naga telah sampai pada tahap saling mengenalkan keluarga masing-masing guna membangun pondasi masa depan bersama.
Naga datang dengan tekad yang kuat membara meminta restu pada Ibu Gia. Ia bahkan memberanikan diri berpamitan pada Ibu Gia. Dua buah cincin ikatan telah mereka pilih bersama, sebagai simbol keseriusan ikatan cinta mereka. Cincin itu diperlihatkan Naga pada Ibu Gia. Ikatan cinta mereka terasa semakin nyata, berwujud emas di telapak tangan. Inilah puncak dari semua yang Gia dan Naga impikan.
Namun, di tengah kesiapan rencana Gia dan Naga, tiba-tiba ombak tinggi datang menghantam dan menghancurkan semua rencana mereka. Takdir perjodohan keluarga yang tak terhindarkan sekaligus awal luka hati pertama yang teramat dalam bagi mereka berdua, khususnya bagi Gia.
Naga berusaha menolak perjodohan ini. Ia bahkan menawarkan pilihan terdesak kepada Gia yaitu bersiap untuk menikah meski tanpa restu kedua orang tuanya. Tentu saja Gia tak setuju dengan ide ini. Meski hatinya terluka, Gia menolaknya dengan lembut. Gia juga merasakan kesedihan yang dialami Naga, sama seperti sakit yang ia rasakan. Gia tak ingin melihat Naga memulai pernikahan dengan luka dan keterputus asaan.
“Aku harus menguatkan hatiku, melepaskannya demi takdir dan kedamaiannya sendiri,” bisik Gia dalam hati.
Melihat Naga yang akhirnya terpaksa mengikuti takdirnya, Gia mulai menyadari bahwa Naga bukanlah jodohnya. Yah…ternyata kita tidak berjodoh. Sekuat apapun rencana yang telah mereka susun Bersama tak kan mampu menghadang takdir NYA. Luka itu bukanlah luka karena penolakan cinta, melainkan luka dari harapan yang telah diwujudkan dalam bentuk cincin, tetapi ditolak oleh takdir-Nya. Luka itu adalah kepedihan karena janji suci harus tunduk pada kehendak orang lain.
Tahun-tahun berlalu, Gia berusaha menata hidupnya, menyembuhkan sendiri luka hatinya, dan berusaha menemukan kembali pijakan kakinya yang sempat goyah dan rapuh.
Takdir sungguh humoris. Setelah sekian lama perjalanan panjang meniti kehidupan, Gia dan Naga dipertemukan kembali. Mereka juga dipertemukan karena takdir masing-masing yang sudah ditentukan oleh Sang Penguasa Jagat Raya. Gia dan Naga bekerja di instansi yang sama, di kantor yang sama. Dunia ini ternyata sempit sekali, bisik Gia dalam hati.
Kini, Gia dan Naga adalah dua orang Pegawai Pemerintah yang profesional. Jarak berdekatan, namun dipisahkan oleh benang merah tak terlihat, dibatasi oleh garis takdir masing-masing.
Cerita lama hanyalah seuntai cerita. Kenangan itu sampai kapanpun tak akan pernah kembali menjadi masa kini. Gia dan Naga sama-sama tahu, luka cincin pertama itu telah menutup rapat sebuah pintu dan mengajarkan bahwa cinta yang tulus adalah cinta yang rela melihat dia bahagia bersama yang lain, dan mereka pun bahagia menjalani takdir nya sendiri-sendiri. Bukankah itu indah. Sekarang mereka menjalani kehidupannya masing-masing. Gia bahagia dengan kehidupannya, begitupun dengan Naga. Semua bahagia menjalani takdir yang telah digariskan Allah SWT. Gia hanya bisa tersenyum mengenang kembali kisah masa lalunya. Ternyata, takdir Allah itu adalah yang terbaik.
Kreator : Aliyah Manaf
Comment Closed: Takdir Allah Yang Terbaik
Sorry, comment are closed for this post.