Man proposes but God disposes, mungkin itulah ungkapan yang tepat bagi kita semua dalam menyikapi perjalanan kehidupan ini. Bahwa semua yang ada dan tak ada adalah semata karena kehendakNya. Semula tak terbersit dalam hati penulis untuk berbeda keyakinan dengan keluarga tercintanya. Namun suatu kisah perjalanan telah membuat hati dan pola keyakinannya berubah. Inilah sebuah kisah yang baginya sangat berarti bagi pembelajaran perjalanan hidup penulis.
Liburan semester bulan Agustus adalah saat -saat indah bagi Amalia, seperti umumnya teman mahasiswa lain, Amalia pun pulang kampung, saat perjalanan pulang kampung, seperti biasa Amalia transit bus di terminal Terboyo, Semarang, Jawa Tengah. Amalia transit masuk bus Indonesia melalui terminal jurusan Terboyo,Semarang menuju Bungorasih Surabaya, Jawa Timur via Pati, Tuban Lamongan. Bus berfasilitas Patas namun bertarif ekonomi itu telah menjadi awal saksi bisu pertemuan Amalia dengan hamba Allah yang hingga kini Amalia tak mengetahui namanya, apalagi alamatnya. Namun lantaran beliaulah inspirasi Haluan hidup Amalia berubah secara revolusioner. Yah …ini bermula ketika seorang bapak dengan penampilan rambut putih, postur tubuh tinggi, namun aura wajahnya nampak ramah menyapa Amalia, dalam perjalanan tersebut beliau juga mengajak Amalia berbincang-bincang, hingga salah satu pertanyaan beliau yang bagi Amalia sangat menyentuh dan bersejarah itu muncul. Inilah pertanyaan tersebut: Adik itu non Muslim ya ??? dengan agak kaget tapi tetap cuek Amalia pun balik tanya, kok bapak tahu ??? dengan ramah dan penuh pengertian beliau mengalihkan pembicaraan tentang dunia kampus, hingga akhirnya beliau meminta alamat kost Amalia. saat itu Amalia kost di Karangkajen MJ1 No.1003 Yogyakarta.
Setelah Amalia balik lagi di kost, beberapa hari kemudian tanpa Amalia duga sebuah paket tanpa nama pengirim datang kepada Amalia, dengan penuh rasa penasaran Amalia segera membuka bersama teman – teman kostnya. Paket tersebut berisi tiga buah buku dengan judul:Perkawinan antar Agama, Problematika suami istri,dan Merajut Hati menuju Illahi. Dalam paket tersebut ada sebuah kalimat dalam secarik kertas kecil yang membuatku terpesona, terkejut dan sekaligus heran. Kalimat tersebut berbunyi :” Saya tidak mengharap ucapan terima kasih ananda, saya hanya mengharap Ridho Allah”. Bagi Amalia saat itu kata-kata tersebut membuat Amalia sangat heran dan bingung, karena diberi sesuatu kok tidak boleh membalas ucapan terima kasih!!!.
Setiap saat ada waktu senggang, Amalia sempatkan membaca buku – buku tersebut. Amalia baca berulang –ulang walau dalam isi buku tersebut banyak hal yang belum bisa Amalia pahami. Hingga setahun berlalu kalimat tersebut begitu menghantui pikiran Amalia. Amalia terus coba merenungi isi buku-buku itu kata demi kata, dari kalimat yang ada di secarik kertas tersebut. ada debaran perasaan yang berbeda dalam hati Amalia, tentang pandangan terhadap kehidupan ini, kehidupanku pribadiku, dan berbagai perasaan penasaran tentang Islam, tentang Tuhan selalu menghantuiku. Seiring berjalanya waktu berlalu, akhirnya Amalia menemukan kemantapan Hati, Bahwa manusia hidup perlulah ada tujuan dan pertanggung jawaban yang jelas,yah…akhirnya dengan penuh kesadaran hati jiwa dan raga Amalia memutuskan untuk merubah pandangan hidupku. namun ternyata bukanlah hal yang mudah bagi Amalia untuk mewujudkan pilihannya, banyak kendala dan tantangan yang harus dihadapi. Namun, Alhamdulillah akhirnya pada tanggal 10 september 1996 atau 26 RabiulTsani 1417 Hijriah dengan bimbingan Bapak H.Banaji Rahmat di Masjid Karangkajen, sebelah barat SMP Muh 9 Yogyakarta, Atas ijin Allah Amalia mendapat anugrah kesempatan untuk mengucapkan kalimat ” Syahadat ”. Dengan penuh haru akhirnya niat Amalia untuk memulai perubahan hidupnya berawal dari momen ini. Lambat sang waktu berganti, terhempas Amalia dalam ujian kehidupan, harus terpaksa hidup dengan kemandirian, karena konsekuensi yang telah dia pilih, namun Alhamdulillah Ijazah lulus dari sebuah Almamater kampus Diploma dia kantongi, dengan modal ijazah Diploma Amalia mencoba mengadu nasib, akhirnya diterima juga jadi receptionist hotel, bersyukur sekali dan bahagia rasanya, namun panggilan hatinya belum merasakan ketenangan yang diharapkan, akhirnya dia mencoba mencari kesempatan menjadi pendidik, atas ijin Allah SWT ada sebuah pondok pesantren yang membutuhkan tenaga pendidik Bahasa Asing, alhamdulillah para pengasuh pondok tersebut sangat baik hati, sabar dan bisa menerima Amalia sebagai orang yang masih awam dalam hal agama, disanalah akhirnya Amalia belajar menjadi pendidik sekaligus belajar mendidik dirinya sendiri, di Pondok tersebut Amalia bisa belajar tentang ilmu – ilmu agama, termasuk memulai diri belajar Iqro’hingga sampai membaca Al Qur’an, waktu bergulir begitu cepat hingga suatu masa Amalia pun kembali ke kota pelajar dimana, kota tersebut adalah tempat dia menimba ilmu dan melanjutkan perjalanan hidup, Amalia senantiasa berharap dan teriring harapan para teman -teman baik,semoga keluarga tercinta juga …..
Hari demi hari Kini ku coba untuk merealisasikan jalanku, dengan bekal inspirasi kalimat dari pengirim buku yang berbunyi ” saya tidak mengharap ucapan terima kasih ananda saya hanya mengharap Ridho Allah “ bagiku sangat inspiratif, karena beliau sudah tidak lagi butuh pencitraan diri, sanjungan orang ataupun orientasi lainnya untuk urusan duniawi. dengan keikhlasan, kesantunan dan cerminan pribadi beliau yang mencerminkan Islam sebagai Rahmatan lil Alamin ternyata atas izin Allah mampu menyentuh hati, tak hanya sesama muslim tapi juga Non Muslim. Ada benang merah yang bisa penulis ambil sebagai inspiratif untuk melanjutkan kehidupan ini, khususnya untuk anugrah kesempatan yang diberikan Allah sebagai penyampai sedikit ilmu yang diamanahkan olehNya. Jika orang yang belum saling kenal saja, tapi dengan niat yang tulus mengharap Ridho Allah, atas izin Allah hatinya mampu tersentuh, mungkin alangkah indahnya bila penulis selalu menyampaikan amanah ilmu yang ada pada dirinya, selalu berdasarkan niat Hanya mengharap Ridho Allah. Semoga dengan niat tersebut penulis mampu mewujudkan inspirasinya “ Learning by Touching the heart Method “ ( Pembelajaran dengan metode sentuhan hati ). Lalu bagaimana caranya??? Dan siapa yang berkewajiban menyentuh hati anak -anak kita ? Yah… tiada lain adalah Orang tua yang melahirkan anak –anak tersebut dan para pendidiknya.
Lalu bagaimana jika kita sebagai posisi pendidiknya??? Coba sejenak kita renungkan. Pada hakekatnya mereka ada di hadapan kita,karena sesungguhnya kita memang mengharapkannya dan kita juga tak akan pernah berarti apa- apa tanpa kehadiran mereka. Apapun adanya mereka,yang kadangkala tak mengenakkan baik hati ataupun pandangan, namun mungkin inilah tapak – tapak surga bagi kita. Tetapi untuk menghantarkan mereka ke suatu kesuksesan baik Dunia maupun Akhirat bukanlah Tanggung jawab kita seutuhnya, ada yang berkewajiban untuk bertanggung jawab yang jauh lebih besar dalam hal ini, siapakah beliau ??? beliau adalah para orang tua. Karena atas dasar buah cinta para beliaulah anak – anak tercinta itu ada.
Anak-anak kita pada awalnya hanyalah “TABULARASA”tergantung bagaimana orang tua mencontohi, mendidik, dan mendoakannya.Tergantung bagaimana para pendidik mencontohi, mendidik, dan mendoakannya juga. Jika kita mengharap anak – anak kita berhasil dunia dan akhirat, marilah kita seimbangkan komunikasi yang harmonis antara para orangtua dan para pendidik, dan yang lebih utama bagaimana kita baik selaku sebagai orang tua maupun pendidik selalu memperbaiki niat dan prasangka yang baik pada Allah sehingga akan terwujud langkah yang sama untuk menyentuh hati anak -anak kita. Sehingga hati anak akan selalu lebih dekat dengan orang tua dan para pendidiknya dari pada pengaruh lingkungan sekitarnya. Hati yang tersentuh dengan penuh kasih sayang akan menimbulkan kesadaran yang mendalam, sehingga akan mampu menumbuhkan segenap ketaatan tanpa keterpaksaan. Semoga segala usaha dan langkah kita yang kadang tak terlepas dari tantangan untuk mendidik para amanah –amanah kita, menjadi kesempatan kita untuk merajut tapak –tapak SurgaNya. Amiiin.
Semilir sang bayu di senja kelabu, tampak seorang perawan kecil, berambut lurus panjang duduk termangu di atas bebatuan,mengagumi indahnya suasana alam, mentari kian merangkak, beranjak perlahan –lahan dan akhirnya kian tenggelam kembali ke peraduan, pertanda bahwa malam telah mulai datang menggantikan sang siang yang senantiasa terang benderang. Lia,…lia…lia…sayup –sayup terdengar suara seorang ibu memanggil –manggil namaku,aku terusik dari segenap lamunan,kemudian ibu berkata : masuk rumah, dan makan malam, lauk dan sayur sudah siap, nanti habis makan belajar biar pintar. Suasana kampungku begitu lengang dan sepi, hanya suara jangkrik –jangkrik, cicit –cicit suara burung kecil yang riuh kembali ke sangkar bertemu sang induk yang telah terpisah seharian, mungkin burung- burung kecil itu juga merasakan sangat rindu bila jauh dari induknya…sehingga suasana riuh kegembiraan seakan tersirat disana…,sesekali juga deru suara angkutan umum melintas di depan rumahku, karena tempat tinggalku di desa namun di tepi jalan raya. Lia kecil telah belajar dengan tekun diterangi penerangan lampu petromak,maklum listrik belum masuk kampung, tanpa terasa hari kian malam, ibunya Lia datang di sampingnya dan mengajaknya tidur, tidak lupa sebelum tidur ibu mengajari nya berdoa,walau doa kami antara pagi siang dan malampun hampir sama dan lentur dengan bahasa dimana kami berada,itulah kebiasaan kehidupan sehari-hari Amalia kecil.
Bila malam minggu tiba, kami anak –anak sekampung yang se – ajaran merasa riang gembira, bersukacita karena selain tidak perlu belajar, kita akan berkumpul bersama teman-teman untuk acara kebaktian anak- anak, bisa bermain –main hingga jam 09.00 malam atau bahkan lebih, bisa main petak umpet hingga kejar –kejaran, berbagi snack bersama teman-teman. di hari minggu pagi,seperti biasa kita kebaktian pagi sekecamatan dilanjutkan latihan menari dan menyanyi lagu-lagu Rohani, buat persiapan menyambut bila sewaktu –waktu ada kunjungan dari saudara sekeyakinan dari daerah lain atau kampung kami mengunjungi ke daerah lain,serta mempersiapkan merayakan hari-hari besar. Amalia kecil suka pentas menari jawa, dan kreasi baru,membaca puisi, serta koor/paduan suara bersama teman -teman. Nuansa lembah Muria disaat Amalia kecil begitu penuh Toleransi, Rukun, damai, dan tentram, namun apabila salah satu saja dari saudara sekeyakinan berubah keyakinan ke keyakinan yang lain sudah barang tentu akan terjadi pergunjingan yang kurang nyaman atau bahkan saling teror secara sembunyi –sembunyi. Itulah sekilas gambaran suasana Lembah Muria utara tempo dulu.
Enam hari dalam seminggu, itulah kebiasaan anak –anak Indonesia dari Sabang hingga Merauke belajar formal di sekolah, tak terkecuali juga Amalia, dia sekolah di sebuah Sekolah Dasar Negeri, di kampung sehingga mempunyai fasilitas halaman yang luas, sehingga bisa bermain voli, ada lapangan loncat jauh atau tinggi,bisa upacara di halaman sekolah,SD Negeri dengan kapasitas enam kelas, satu ruang guru, satu ruang UKS, dua kamar mandi, satu perpustakan sekolah ditambah dua ruang untuk kelas agama Buddha dan Kristen,soalnya kalau kita mendapat jadwal pelajaran Agama kita akan dibagi sesuai kelompok nama agama sesuai yang saat di daftarkan orang tua masing –masing. O…o…ya … ya … hampir lupa rumah dinas untuk bapak tukang kebon sekolahku,juga ada. beliau penganut Nasrani, selama saya enam tahun di SD, kepala sekolahku ganti dua kali,yang pertama saat saya SD kelas satu,dua,tiga Bapak S, empat,lima dan enam ibu M, guru agama Islam ganti tiga kali saat saya masih kelas satu SD namanya Bapak Saimuri, beliau berperawakan kecil, namun ramah terhadap semua siswa tidak hanya yang Muslim tapi juga non, ada hal yang terkesan dari beliau bila memasuki pelajaran Agama Islam, maka beliau akan memanggil nama anak- anak yang Non diajak bersalaman sambil di elus kepalanya sebelum keluar kelas. Itulah kebiasaan pak guru tersebut…namun tidak lama kemudian ,entah selang berapa bulan berikutnya semua kakak kelas yang putri – putri, bahkan teman – teman ku tiba – tiba menangis sesenggukan setelah ada informasi bahwa hari ini bapak guru Agama tersebut, harus berpisah dari anak – anak karena melanjutkan tugas di sekolah lain, alias pindah. Hari – hari terus berganti guru Agama di SD Amalia yang Islam ganti seorang ibu, ibu S, ibu S hanya dua tahun, lalu pindah lagi, gantilah ibu I,tapi guru agama Buddha tetap diasuh seorang Bapak namanya S dan agama kristen tetap diasuh seorang Ibu A .sewaktu kelas satu sampai pertengahan kelas 3 Amalia ikut pelajaran Protestan, namun pada suatu hari guru kelas tiga yang juga beragama Protestan memanggil dan menjelaskan kepada Amalia, bahwa mulai minggu tersebut dan selanjutnya Amalia harus bergabung di kelompok Agama Buddha, dan sejak itu juga Amalia tahu kalau Ayah ibunya ternyata beda keyakinan,dan begitu keluarga besar Amalia tapi bagi Amalia kecil itu tak menjadi persoalan toh sama –sama aja,… jika kebaktian hari – hari nya sama.yang menentukan waktu kesepakatan antara umat dan pemimpin umat, memang kampung Amalia cukup berbeda – beda tapi tetap kompak dalam hal sosial, sebagai contoh bila ada tetangga yang sakit, mengadakan hajatan tak pandang agamanya apa? Hampir bisa dipastikan semua warga menengok, membantu, menyumbang dengan penuh toleransi dan keakraban. ada nuansa yang indah saat hajatan di wilayah lembah Muria, para masyarakat disana biasa menyumbang ke tetangga tidak hanya berupa barang, namun juga berupa barang – barang mentah seperti beras, gula,kue –kue kering,bolu, kelapa, nangka muda, pisang, daun pisang, daun jati, telor ayam bahkan ternak,seperti ayam, bebek dan tenaga secara sukarela, yah… lembah Muria tanah kelahiran Amalia nan senantiasa hijau laksana permadani di sudut surga senantiasa dinamis,tentram dengan budaya seni lokal yang mempesona,seperti yang pernah dirintis dan dipentaskan sebagai syiar Islam oleh sang Sunan kalijaga.
Dalamnya laut dapat diduga, namun dalamnya hati siapa yang tahu,yaa…ya ..ya..wow…gelombang yang dahsyat di barengi tornado yang kencang pun masih bisa terukur, bahkan Tsunami yang sebegitu power mampu meluluhlantakkan gedung –gedung yang megah,juga bisa diukur dengan skala Ricther lalu apa sih alat pengukur isi hatinya manusia???…yaah … memang kayaknya belum ada expert yang nemuin alat pengukur isi hati manusia yaa???…rupanya memang tiada yang tahu isi hati manusia kecuali Tuhan yang Maha menguasai alam beserta seisinya soalnya kadang yang memiliki hati sendiri juga terkadang bingung apalagi yang lainnya…tak terkecuali perjalanan kehidupan Amalia juga dalam genggamanNya…masa remaja nan indah dikala SMP, SMA membuat setiap insan senantiasa ingin mengenangnya. masa SMP hampir tiada beda dengan masa SD, hanya saja ada hal yang cukup terngiang dalam ingatan Amalia, saat kelas 3 SMP, seperti biasa sebelum les penambahan materi menjelang UNAS, semua anak-anak kelas 3 di sekolah Amalia tidak boleh pulang, tapi di beri waktu istirahat yang cukup,agar anak –anak bisa makan siang,saat waktu dzuhur tiba Amalia selalu menemani sahabatnya untuk jamaah sholat dhuhur di masjid kampung, karena di SMP Amalia belum punya mushola,apalagi masjid,walaupun sekolah Amalia cukup luas sekali,dan peralatan akademis nya tergolong lengkap,namun Kepala sekolah Amalia juga masih berkeyakinan Non. Jadi mungkin itulah salah satu faktor alasannya sekolah belum punya Mushola. selain itu,ada hal yang baru yang terkenang di sana. saat itu,di sekolah Amalia ada ibu guru seni musik yang baru beliau berasal dari Surakarta, berjilbab dan santun,konotasi mengenakan kerudung atau jilbab bagi Amalia dan teman – temannya pada umumnya adalah hanya ibu guru Agama Islam, sehingga begitu ganti jam pelajaran seni musik yang masuk kelas ibu guru berkerudung anak –anak sekelas Amalia kompak berkata ,” ibu salah kelas Bu “ sebab Amalia biasa di didik bapak guru seni musik yang penampilannya pun cukup eksentrik, mungkin sesuai jiwanya pak guru yang cukup artistic juga ya… Inilah kenangan Amalia pertama melihat bukan guru Agama Islam tapi berkerudung ,ibu tersebut menawarkan diri,boleh saya masuk ? tanya beliau. Anak – anak menjawab: Ya bu,serentak, tapi sekarang pelajaran seni musik, bukan pelajaran Agama buu…dengan tenang ibu tersebut tetap masuk kelas dan memperkenalkan diri, beliau sangat ramah,sabar terhadap anak – anak tanpa membedakan.andai dulu amalia tahu, mungkin itulah salah satu contoh sosok wanita sholekhah,sayangnya Amalia waktu itu belum tahu sama sekali,sehingga terheran –heran dalam hati,kok ibu guru seni Musik berkerudung kayak ibu guru Agama Islam yaa ??? jadi aneh aja rasanya… Anak –anak semua jadi terperanjat Oooo ternyata bu guru seni musik berkerudung juga ya??? O…O..Oooh nuansa baru …Ooo ternyata sebenarnya ibu guru musik baru tersebut telah mengamalkan perintah Allah dalam (Qs: An.Nuur:31) “katakanlah kepada wanita yang beriman : “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” betapa Amalia memang benar-benar tidak tahu yaa….tapi teman – teman Amalia yang muslim kok juga belum tahu ya, soalnya pemandangan berbusana seperti itu sangatlah masih langka di daerah lembah Muria kala itu.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan, dan tahun demi tahun kehidupan Amalia terlampau dengan kebiasaan yang belum berbeda,hingga usia remaja,Amalia kecil seolah merasakan dan menganggap bahwa semua serba menyenangkan. Amalia tumbuh menjadi anak yang boleh dibilang cukup rajin dan taat kebaktian di Vihara, aktif di sekolah minggu pagi. suatu ketika amalia ditunjuk mengikuti acara lomba tingkat kecamatan untuk lomba membaca Dharmapadha antar Vihara kampung sekecamatan, Amalia beruntung mendapat juara satu. Pada bulan Oktober hari Raya Khatina tiba, lomba tingkat kabupaten pun tiba, dengan usaha yang lebih baik dan sungguh – sungguh keberuntungan berpihak pada Amalia sehingga pada acara menjelang Waisak Amalia ditunjuk mewakili kabupaten lomba membaca Dharmapadha tingkat provinsi. Rupanya karma baik berpihak pada Amalia,lagi…oh Amalia kamu berkesempatan pulang dengan membawa piala dan uang pembinaan, hati anak mana yang tak senang dan bahagia kala itu mendapat ucapan selamat dari berbagai pihak dan sambutan yang sangat,sangat hangat dari berbagai pihak.
Seiring detak jarum jam ,yang senantiasa berputar, begitulah kehidupan insan manapun,yang masih berdomisili di planet bumi,tidak kembali ke masa silam melainkan berpacu ke masa mendatang.berusaha berjuang bersama sang waktu,untuk mengejar akan segala angan dan impiannya…sejak kecil Amalia ingin sekali menjadi pramuwisata, karena sewaktu kecil, saat Amalia mengikuti acara perayaan Agamanya di Borobudur, Amalia tertarik melihat Pemandu wisata menjelaskan pada Tamu –tamu asing dengan lancar dan tampak asyik. Dalam bayangan Amalia,betapa enak bisa rekreasi gratis kemana – mana, bisa tambah wawasan dan banyak teman … Sehingga selepas lulus SMA Amalia mencoba keberuntungan mendaftar di salah satu Universitas Negeri ternama di kota pelajar, Yogyakarta. dengan memilih salah satu Fakultas yang cukup bagus:Hubungan Internasional ( HI ). karena hanya bermodalkan ilmu, pengetahuan, wawasan yang sangat kurang akhirnya Amalia belum beruntung. Amalia tetap bertahan di kota pelajar, dengan niat ingin bisa menguasai Bahasa Asing dan menjadi Pemandu wisata, sepertinya sebuah profesi yang menarik sekali.atas saran para kakak tetangga, yang sudah lama merantau belajar di Yogyakarta,serta membaca brosur dan peluang kerjanya setelah lulus akhirnya Amalia yang masih sangat lugu dan polos memilih meneruskan kuliah di Akademi Bahasa Asing.
Suasana kota Yogyakarta yang berslogan “Yogyakarta berhati nyaman” ternyata tidak selalu membuat hati Amalia nyaman.bahkan sering juga galau dan gundah gulana walau pertemanan dengan teman kos dan teman sekampus baik – baik saja.Amalia bisa dibilang tidak cantik tapi juga punya pesona yang cukup menarik, bagi siapa saja yang baru mengenalnya,D: Oooo…termasuk juga Bang izul ,nich…cowok asal Langsa ,Aceh Timur yang rajin sholat selalu menawarkan diri untuk mengantar jemput Amalia saat ambil kursus Bahasa Perancis di LIP. Sore itu langit Yogyakarta di halau mendung, Amalia dan bang Izul selepas belajar di LIP mampir di sebuah rumah makan, sambil menunggu pesanan makan,bang Izul pamit ninggalin lia sebentar buat menjalankan Sholat maghrib, Amalia cukup tahu diri, dan berpikir kapan mencari waktu yang tepat untuk mengakhiri semuanya, agar nantinyasama- sama tak terluka, berkata apa adanya tentang keyakinan yang berbeda bukanlah hal yang mudah…perlu waktu dan menata hati, bang Zul selesai sholat, kita makan bersama, ngobrol – ngobrol selesai dan langsung diantar pulang di kost,Amalia sangat takut mengungkapkan ingin mengakhiri, tapi jika tidak di akhiri juga semakin menyakitkan akhirnya,malam minggu kelabu…dengan berat hati, amalia berusaha berkata dengan menahan hati, bahwa” kedekatan diantara kita mohon jangan lebih dan tidak usah diantar jemput lagi “ sepertinya Bang Izul memahami arah perkataan amalia…Bang Izul bukan marah…sedikitpun tak ada raut sombong dan angkuh,Bang Izul terdiam, suasana sangat hening untuk beberapa saat, dada Amalia pun berdetak sangat cepat menanti respon bang Izul…yang selama ini baik hati sama dirinya…rintik gerimis di malam itu di barengi semilir angin nan dingin seolah mewakili aliran reruntuhan hati Amalia dan bang Izul…amalia menarik nafas berkali –kali, Bang Izul tetap duduk pada posisinya…Marahkah kau bang ??? gumam Amalia dalam hati,mohon jawab bang … kata –kata Amalia setengah merajuk dalam galau…bang Izul menarik nafas dalam- dalam…pastilah marah nich …( bisik dalam hati Amalia )namun apa yang terjadi bang Izul sempat tertegun diam menangis dan berkata dengan gemetar kenapa Tuhan lahirkan kamu di keluarga yang seperti itu….??? kenapa Lia?,kenapa ? aku tak bisa menerima semua ini … sepertinya suara hati bang Izul memprotes sang Takdir,tapi rupanya Amalia, tetaplah Amalia yang tak bergeming,hanya berkata dalam hati Emang Gue Pikirin bukankah di dunia ini luas tak harus saya bang? Namun Lidah Amalia terasa kaku tak mampu berkata apapun hanya pipi terasa semakin basah, Amalia sempat bimbang…waktu terus berjalan ketetapan hati Amalia untuk tidak terlalu dekat dengan bang Izul telah pilihan hati….Amalia memang begitu agak keras kepala dan angkuh… dengan selalu menghindari Bang Izul,saat main ke kost, lama –lama berakhir sudah akhirnya kedekatan yang menggebu,luluh lantak tak berujung,setangkai kenangan yang terpisah karena suatu perbedaan keyakinan terukir sudah. Tak ada teman dekat pria lagi, bang Izul tak pernah telephone lagi, tak pernah datang lagi, duh malam minggu nya gak ada yang ajak main dong..waktu begitu cepat berlalu. Tuhan berkehendak lain, Amalia pulang dari kampung halaman, tanpa sengaja berkenalan dengan seorang Satria Lembah Tidar. Sukma,namanya, kak Sukma selain gagah pintar dan cerdas, dia berasal dari keluarga pesantren ternama di pantura. Kak Sukma rajin sholat dan pintar agama, karena konon sang kakek juga seorang kyai kondang,dan keluarganya sangat agamis. tiap minggu kedua dan keempat, para Taruna Lembah Tidar pesiar ke Yogyakarta. Malam minggu tiba… saat adzan maghrib berkumandang, Lia pun mengurung diri di kamar,seperti biasa sambil membaca buku –buku cerita,Tiba- tiba…pintu kamar kost di ketok seseorang, Tok, tok,tok, Lia…Lia, suara ibu kost memanggil Lia, ada tamu Lia, kamu di tunggu di ruang tamu… Lia keluar dari kamar, dan menengok, oh kak Sukma….silahkan kak, kata Amalia. kak Sukma memang hampir selalu main di kost Amalia saat ada waktu pesiar ke Yogyakarta dengan membawakan buah tangan tentunya,asyik….setelah kak Sukma duduk sejenak sambil memberikan oleh –oleh, kak Sukma pamit pada Lia mau numpang sholat ke masjid kampung sebentar. Hubungan pertemanan yang dekat namun penuh perbedaan yang mendasar… Kak Sukma sudah tahu siapa Amalia sebenarnya, tapi sepertinya tak mengurangi keakraban dengan Amalia. Tapi seperti ada yang ganjil dalam hati Amalia, Amalia merasa seolah tak ada feel apa –apa terhadap kak sukma, padahal kak sukma sangat baik dan boleh di bilang banyak teman perempuan yang pengen banget berkenalan dengan teman –teman kak sukma atau sebenarnya naksir juga yaa…. Sebagai ksatria, kak Sukma selalu menanggapi dengan sopan dan santai bila ada teman –teman Lia yang pesan ajaklah temannya bila main lagi,ya…jangan sendirian pinta mbk ning pada kak Sukma. Tapi kadang ada hal yang bikin Lia pusing, kak Sukma cukup idealis banget, sayang sih sayang, sabar sih sabar tapi selain preventif juga possessive and banyak mengatur, jadi terasa ribet dech…pusiiing,contohnya selalu menyuruh Lia untuk memakai rok panjang bila diajak jalan – jalan, ataupun mengikuti acara – acara resmi di kampusnya,padahal Lia jujur aj, gak tidak punya rok panjang.namun kak sukma pantang mundur,ternyata pada pesiar dua minggu berikutnya kak Sukma sudah membawa rok baru panjang dan longgar,katanya yang memilihkan adik kak sukma yang belajar di suatu Universitas di Semarang.Kak Sukma sering berkata, walau dengan agak bercanda namun sering…suatu saat kau akan jadi wanita yang berbusana Muslimah dan Anggun Lia, kak Sukma begitu pandai merayu juga,sahut Lia. tapi Lia seorang gadis yang tidak paham perihal berbusana Muslimah, jadi Lia menjawab sambil bercanda, kakak itu selain gagah, juga cerdas dan pintar yaa…maksud Lia ? kak Sukma agak tersipu, ya dong cowok siapa dulu,balas kak sukma tak kalah. jika Aku memandang kak Sukma dengan seragam AKMIL dan tata bahasanya yang sopan, rasanya harusnya Lia lah yang beruntung punya teman sebaik dia. Tapi kenapa, feel hati gak dapat juga yaa,rasanya begitu hambar dan gersang,walau begitu pertemanan tetap berjalan ,hingga waktu terus berlalu kak Sukma lulus pendidikan Taruna dan mendapat tugas ke luar Jawa. Walau bisa di bilang gak ada rasa namun,tetap terasa sedih dan rasa kehilangan pun menyerang perasaan Amalia,saat di suatu malam minggu kak Sukma, datang dan bilang bahwa mungkin ini pesiar terakhir dik. Sebab minggu depan kakak sudah mengemban Tugas Negara ke luar pulau, yaa kak sukma hati –hati ya bila tugas di sana nanti … jawab Amalia dengan suara parau dan agak gemetar menahan sedih.kak Sukma sebelum pergi banyak memberikan pesan,nasehat pada Amalia,diantaranya jagalah dirimu baik –baik yaa, jauh –jauh orang tuamu mengirimmu belajar kesini, buatlah beliau tersenyum dengan kesuksesanmu kelak. Yaa,kak. Suara Lia semakin tak terdengar,menahan pedih dan rasa kehilangan,tanpa terasa pipi kiri kanan Lia telah basah oleh air mata yang tak mampu terbendung lagi, Adzan Isya begitu merdu di lantumkan muadzin dari masjid kampung, kak sukma tak lagi fokus dalam larutnya kesedihan, dengan mata berkaca –kaca,kak Sukma beranjak dari tempat duduk dan bilang,titip tas kakak dulu ya Lia, kakak mau sholat dulu. Lima belas menit terlampau dengan rasa galau yang amat sangat,setelah selesai sholat kak Sukma bilang bahwa bis jemputan akan berangkat menuju ksatrian jam 21.00 wib. Kak sukma pamit pada ibu kost dan teman –teman Lia bahwa akan tugas keluar pulau Jawa, kak Sukma juga meminta izin pada ibu kost mengajak Amalia untuk makan malam bersama semua teman –teman ksatrian yang lagi pesiar di kota pelajar di suatu rumah makan yang telah ditetapkan….makan malam kali ini tak seperti biasanya, rasanya tidak begitu riang walau makanan yang di pesan cukup enak, perut yang terasa lapar, rasanya jadi tak bernafsu makan lagi. Sit jik.au kak sukma numpahin air minum nya.Lia rasanya, aku malas berangkat Lia…. uuuh andai kau boleh ku bawa mata kak Sukma menerawang seakan membayangin sesuatu … kak sukma sedikit memimpikan sesuatu yang belum tentu kali yaa,jawab Amalia. Semoga Tuhan mengijinkan Lia,jawab kak Sukma sedikit serious. Kakak tugas baik –baik aj disana,dalam obrolan yang tak tentu tersebut, tiba –tiba kak Pras teman satu kampung dan yang teman satu SMA kak sukma menghampiri, apa khabar Lia ? mau di tinggalin jauh nich, Lia hanya senyum – senyum sambil agak kikuk menjawab gurauan kak Pras.Kak Dewi juga ditinggalin kak Pras kan ??? Rupanya kak Sukma sering cerita perihal Lia pada kak Pras. Dewi mana Pras,Tanya kak Sukma , dia ke toilet. Waktu telah menunjukkan pukul 20.30,kata kak pras: what wow,kak sukma sedikit tersentak, kak Sukma meminta Lia segera beres –beres dan ngabisin minumnya, bentar ya,kakak cari taksi dulu, ke depan kamu sini aj,kata kak sukma sebelum cari taksi , seperti biasa kak Sukma tak mau gantian bayarin makan, selalu dia yang bayar.kadang Lia jadi gak enak, tapi kak Sukma selalu menjelaskan kakak kan sudah dapat gaji, kamu masih nunggu kiriman ortu, emmm, ya dech. Jawab Lia dengan menahan sedikit gengsi. Taksi yang kami tunggupun tiba,kami langsung masuk taksi dan kak sukma bilang pada pak sopir depan BI pak dan nanti tolong tunggu sebentar terus antarkan adik saya ke kostnya. Siap mas,jawab pak sopir.Terima –kasih pak, jawab kak Sukma.Lia duduk setengah agak bingung rasanya kurang nyaman. Lia,kak sukma mulai pembicaraan, besok senin kakak sudah berangkat tugas ke luar Jawa tolong jaga diri baik-baik,dan harus berhasil,kakak akan selalu mendoakan kamu, agar menjadi wanita yang mandiri dan sholekhah, Lia tak mampu menjawab,tanpa terasa pipi kanan kiri pun basah,dan taksi masuk halaman BI,temaram sang lampu petang seolah mengiringi rasa hati yang merasa seolah memiliki,kak sukma akan pergi jauh,terasa ada yang hilang bisik hati Lia,.. Eit waktu menunjukkan pukul 21.00 WIB tepat. Semua ksatria bukit Tidar harus sudah masuk ke bis,jika telat satu menit saja, harus skotjump 100 x,jadi mesti harus disiplin banget tuh. pukul 21.10 WIB,bis kampus kak sukma merangkak meninggalkan kota Yogyakarta untuk kembali ke Lembah Tidar.Lia kembali ke taksi dan segera kembali ke kost.
Sang waktu terus berlalu,dua minggu telah terlalui kak sukma mengirim kabar bahwa dia baik – baik saja di tempat tugas. Semoga Tuhan selalu melindungimu kak, doa Lia menyertaimu selalu. semenjak kak sukma bertugas ke luar Jawa, tiada lagi yang mengajak main, makan malam atau jalan –jalan di malam minggu.namun setiap kali kak sukma kirim kabar selalu saja memotivasi agar Lia rajin belajar dan menjaga diri. Hingga enam bulan berlalu karena tugas di tempat jauh, kak Sukma hanya bisa cuti sesekali, kesempatan itu dimanfaatkan kak Sukma untuk main sebentar ke Yogya dan suatu ketika kak sukma bilang maafkan kakak ya tidak bisa main ke tempat Lia rutin seperti dulu lagi. Ya kak, jawab Lia singkat seolah memang tanpa harap. Setelah ujian semester,akhirnya liburan semester pun tiba juga,Lia juga menahan kerinduan terhadap orangtua di kampung halaman. Dengan segenap kerinduan yang menggebu Lia remaja pulang kampung dengan naik angkutan umum, bis antar kota antar propinsi.dalam angan dan rasa kesendirian sekitar 3,5 jam berlalu bus yang lia tumpangi pun sampai pada terminal terboyo Semarang. Suasana terminal nan lumayan kumuh dan riuh oleh suara sang para calo menawarkan jasa pada para penumpang, yah…Terboyo…Terboyo… memang cukup jorok dan kadang bau pesing,namun menyimpan ribuan juta kenangan tersendiri bagi hati para pelancong yang melewatinya,tak terkecuali juga Amalia.
Dengan langkah pasti dan perasaan senang Amalia lari –lari kecil menuju Bis Jurusan Surabaya. Aaah …asyik Bis Indonesia, bis berfasilitas AC nyaman namun tarif ekonomi akan segera menelusuri jalan pantura menuju Surabaya. Amalia duduk bersandar pada salah satu Jok bis tersebut,Jok samping Amallia kosong, seorang bapak dengan berpakaia bersih dengan Aura yang berseri –seri duduk di samping Amalia,dalam perjalanan itu Amalia sempat berbincang-bincang dengan bapak tersebut,ada suatu pertanyaan yang cukup menggelitik dan membuat hati Amalia tersentuh “ adik itu non Muslim ya ? “ tanya Bapak tersebut. Dengan tetap cuek namun juga kaget, Amalia balas tanya,”kok Bapak bisa Tahu ?”.Bapak tersebut, seolah tak peduli lagi dengan pertanyaan balik dari Amalia,tapi beliau mengajak ngobrol tentang dunia kampus dan sebagainya.Perbincangan telah beralih, waktu terus bergulir di telan masa,bahkan wajah pasti beliau pun susah di ingat oleh Amalia,begitu juga beliau tiada pernah sebut siapa nanmanya, hanya baju putih dan sekilas wajah berseri _seri yang senantiasa teringat, namun pesona pertanyaan itu tiada pula terlupa.mengapa bisa begitu yaa? karena mungkin beliau memiliki sebuah hati yang tak pernah membenci…sebuah senyuman yang tak pernah pudar… sebuah sentuhan yang tak pernah menyakiti…sebuah kasih sayang yang tak pernah pamrih…dan sebuah cinta yang tak pernah berakhir…oh inikah yang di sebut pesona jumpa pertama yang tiada pernah terlupa ?. yah…Semata karena kehendak Allah SWT.
Liburan akhir semester telah berakhir,Amalia kembali lagi ke kota Yogyakarta, dimana tempat Lia menimba ilmu, sekotak kamar kost putri nan sederhana namun asyik karena banyak teman-teman yang baik hati telah menanti. Suatu hari yang tiada pernah tersangka dalam hati, seseorang telah mengetuk bel tamu rumah kost. Assalamu’alaikum, Assalamu’alaikum bunyi salam tamu itu diwakili oleh dering bel kost. Seperti biasa siapa yang dengar harus punya kesadaran membuka pintu dan memanggilkan siapa yang punya tamu, itulah pesan ibu kost untuk para anak –anak kostnya. Sehingga mbk ning yang menanti balasan surat dari kekasihnyapun bergegas membuka pintu tamu siang itu tak asing bagi mbak ning dan teman-temannya,termasuk Amalia ternyata sang tamu adalah Pak post, yang selalu berjasa. Ada bingkisan buat mbak Amalia, sayup –sayup Amalia mendengar dari kamar. Ya pak terima kasih,besok buat aku juga ya? Jawab mbak Ning sambil bercanda. ok mbak,beres jawab pak post tak kalah canda pula, sambil segera menstarter motornya karena mungkin segera mengantar bingkisan-bingkisan yang lain. Lia…Lia…Lia, teriakan mbak ning begitu nyaring,ditelinga. eh dapet bingkisan lho, dari cowokmu kali kali kata mbak ning sambil menggoda, dengan penuh penasaran Lia menerimanya, bingkisan itu di jungkir di balik,atas ke bawah, samping kanan kiri,tak jua ketemu si pengirim dan alamatnya. Mbak ning dan teman –teman yang lain pada berhamburan menggoda,hayo…dari siapa tuh,tanya watik, buka…buka…buka…Ya Ampun dada ini rasa nya semakin berdegup di buatnya, beribu pertanyaan, menghantui perasaan Lia, dengan tangan dingin di sertai sedikit gemetaran dan penuh penasaran Lia mencoba membuka bingkisan itu, oh tiga buah buku baru yang rapi dengan secarik kertas kecil ditaruh pada posisi paling atas, ” SAYA TIDAK MENGHARAP UCAPAN TERIMA KASIH ANANDA SAYA HANYA MENGHARAP RIDHO ALLAH.”
Amalia benar – benar bengong di buatnya tak tahu mesti harus berkata apa ? dan bersikap bagaimana ? semua teman –teman Lia pun terheran –heran, bukan kah Lia berkeyakinan berbeda, kenapa dapat bingkisan seperti itu, kata dewi lirih,entahlah bisik watik. buku buku tersebut berjudul “ perkawinan antar agama, problematika suami istri, merajut hati menuju Illahi”. Mbak Ning,mbak Emi dan teman – teman mungkin memahami raut muka kebingungan Lia, akhirnya salah satu dari mereka berkata, udah Lia tenang aja, terima aja, toh kamu tidak pernah minta, ya juga sih, pikir Lia dalam hati sambil tersenyum manggut – manggut dan memeluk tiga buah buku hadiah itu. semua akhirnya beranjak masuk kamar masing –masing, mungkin yang lain sudah tenang – tenang saja tapi beda dengan Lia, perasaan gemuruh berkecamuk di hati, teringat bapak tua yang satu jok saat pulang kampung kemarin,apakah beliau ya yang kirim bingkisan ini, tanya Amalia dalam hatinya sendiri, lalu apa maksud nya? Kenapa tidak boleh berterima kasih ?. Apa maksud beliau ya ? apa tujuan dan niatnya ya ?, kenapa pula tak ada alamat dan nama pengirimnya juga ya ? Amalia terus berusaha memutar otak untuk menemukan makna secarik kertas yang ada dalam paket tersebut.
Waktu terus berlalu namun Amalia belum juga mampu menemukan jawaban dari sekian pertanyaan yang ada dalam pemikirannya. lembar demi lembar hingga akhirnya satu – persatu semua buku yang di terima di bacanya,namun belum juga paham,di coba lagi dan lagi di ulang dan di ulang, ada sesuatu yang terasa beda namun tak tahu apakah yang sebenarnya, hati dan pemikiran Amalia diselimuti segenap perasaan penasaran dan kebingungan yang amat sangat. kebingungan dan kegoncangan batin yang tanpa terkomunikasikan membuat Amalia yang masih remaja hampir putus asa, dan memilih berekplorasi pada sesuatu hal yang baru, yang belum pernah di cobanya,baik negatif maupun positif. Percobaan perjalanan itu menyeret diri Amalia Remaja menuju ke suatu lorong –lorong masa yang hanya bisa mampu di pahami oleh bahasa takdir.
Laksana kupu – kupu yang indah dan cantik di sekeliling taman bunga nan harum bermekaran, Terkadang sesuatu yang indah tidak selalu tercipta dari awal yang indah, bila kita tengok kebelakang dari apakah sang kupu – kupu berasal ? melainkan dari ulat yang menjijikkan berproses berubah menjadi kepompong dan lama –lama menjadi seekor kupu cantik dan menawan. Mungkin pernyataan inilah sebagai satu faktor pendukung pembenaran atas tingkah yang di dasari ketidaktahuan. masa remaja yang sesungguhnya rawan namun terasa indah, disinilah proses kehidupan sesungguhnya seseorang bermula, apakah dia akan menjadi baik atau sangat tidak baik.
Senja yang kian meredup memeluk sang malam kadang membuat jiwa seseorang galau dan terasa kesepian bilamana tanpa pegangan, apalagi kehidupan remaja yang kurang perhatian dari orang tua. Teman yang berduit banyak dan berfasilitas tak selamanya membawa kebaikan, Amalia yang tinggal sendirian jauh dari pantauan orang tua sangatlah mudah dan rawan untuk diajak teman meniti lorong – lorong curam kehidupan, sehingga Rasanya hanya iringan Degup dan derap musik regge di sebuah cafe atau club –club malam saja yang terasa indah, di sana akan menemukan banyak teman yang bisa selalu di ajak bercanda dan tertawa lepas tanpa beban, mencoba berbagai baverage yang seolah tren demi kewibawaan diri. Atau sekedar nongkrong di bioskop untuk menikmati flim – flim terbaru yang sesuai selera hati.
Celana Jean belel nan penuh serabut ventilasi dan T.Shirt yang kadang ala mini senantiasa membalut di tubuh indah Amalia yang suka keluyuran kesana –kemari. Amalia … oh Amalia mau kau bawa kemana dirimu itu ?, bisik hati nurani terdalam Amalia. Ah tak tahulah? Gak usah ambil pusing, carilah pengalaman,pengetahuan sepuasmu jawab sisi hati Amalia yang lain. Lalu dimana pegangan hidupmu ? di vodka yang senantiasa di tawarkan temanmu itukah atau barcadine ??? atau sampine??? Yah… so Qualified wine Lia, you should know it. Atau kau pilih duduk termenung sambil menghisap U Mild atau A mild di temani iringan vocalist Jon Bonjovi,dan lirik -lirik Metalica kesukaan mu ? atau kau sesungguhnya sedang frustasi juga dengan dirimu sendiri ??? sampai kapan Lia kau akan begini ??? sisi nurani Lia berontak juga. Tuhan dari sisi manakah Amalia harus mengenal –Mu ? Tunjukilah Tuhan dengan bahasa yang Lia mampu. bisik lirih hati nurani Amalia yang senantiasa tak mampu terucap.
Aktivitas tiap akhir pekan yang seolah itu sebuah pegangan kehidupan pun di coba di jalani, setiap jumat sore Amalia berangkat dari Yogyakarta menuju Solo, tepatnya di terminal Kartasura Lia berganti bis menuju arah Boyolali, disanalah sebuah kota dingin yang kaya akan susu sapi dan sayur – mayur ada banyak teman – teman menanti, sesampai disana Lia senantiasa mengikuti semua prosesi dan peraturan yang ada, namun dasar Lia, seperti meditasi, pernafasan, pendalaman – pendalaman materi kehidupan,dan banyak hal,namun kayaknya Lia menemukan titik kejenuhan dengan rutinitas yang belum pas di hati, justru menemukan tempat main yang asyik di kota kecil Salatiga.jadi lah yang semula ingin memperdalam pegangan hidup, justru mendapat tempat main yang asyik dan jika di ikuti terus menerus benar- benar lorang – lorong jalan menuju kegelapan. Betapa tidak salatiga kota kecil dengan berbagai pendatang pelajar dan mahasiswa yang membawa beragam dan karakter budaya, ternyata juga menyajikan kesempatan dan tempat pergaulan yang mungkin tidak menghantarkan pengunjungnya kepada kebahagiaan yang sesungguhnya, namun kebahagiaan sesaat yang menggiurkan. Seperti firman Allah SWT dalam Q.S. Al – An’Am ayat 32 : ” Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main – main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang –orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?”.
Kreator : Ratmi Larasati
Part 15: Warung Kopi Klotok Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]
Part 16 : Alun – Alun Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]
Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]
Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]
Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]
Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]
Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]
Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,, begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]
Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]
Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]
Comment Closed: Tapak Tapak surga
Sorry, comment are closed for this post.