KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Cerita Anak
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Aksi » Tekad Ilta Bersama Keluarga Videnbe

    Tekad Ilta Bersama Keluarga Videnbe

    BY 29 Jun 2024 Dilihat: 61 kali
    Tekad Ilta Bersama Keluarga Videnbe_alineaku

    Ilta, yang kini dikenal sebagai Izka, berdiri di depan gerbang Akademi dengan jantung yang berdebar. Hari ini menandai awal dari hidup barunya. Penampilannya telah diubah secara drastis: rambut hitamnya yang dulu dengan corak putih kini diubah menjadi coklat dengan helai-helai putih yang mencolok, memberikan kesan yang unik dan elegan. Kedua matanya ditutupi dengan kain putih halus yang serasi dengan seragam akademi, menambah aura misterius yang menyelimutinya.

     

    Izka menarik napas dalam, memasuki gerbang Akademi dengan langkah mantap. Koridor-koridor besar dan aula luas yang dipenuhi siswa dari berbagai tingkatan menyambutnya. Bisikan dan tatapan penasaran menyertai setiap langkahnya.

     

    “Izka itu yang dari keluarga Videnbe, bukan?” bisik seorang siswa pada temannya.

     

    “Ya, keluarganya yang akan dipisahkan dari tujuh keluarga utama. Tapi lihat penampilannya, sungguh tidak biasa,” jawab temannya dengan nada skeptis.

     

    Izka mengabaikan bisikan-bisikan itu, fokus pada tujuannya. Dia tahu bahwa rumor tentang keluarganya dan keluarga Videnbe akan selalu menjadi bayang-bayang di sekitarnya, tetapi dia siap untuk membuktikan dirinya.

     

    Saat tiba di depan kelas, Izka menguatkan hatinya sebelum masuk. Ruangan itu penuh dengan siswa yang sudah duduk di tempat masing-masing, suasana riuh rendah dengan obrolan. Ketika Izka masuk, suasana langsung berubah menjadi hening. Semua mata tertuju padanya, penuh rasa ingin tahu dan tidak percaya.

     

    Seorang guru senior, berwibawa dan berpenampilan rapi, berdiri di depan kelas. “Perhatian, semuanya. Hari ini kita kedatangan siswa baru. Silahkan perkenalkan dirimu,” katanya dengan nada tegas namun ramah.

     

    Izka melangkah maju, berdiri di depan kelas dengan tenang. “Nama saya Izka Videnbe,” katanya dengan suara jelas. “Saya berasal dari keluarga Videnbe dan baru pindah ke sini.”

     

    Tatapan skeptis terlihat di wajah beberapa siswa. Salah satu dari mereka, seorang pemuda berwajah sinis, mengangkat tangan. “Izka, kenapa kamu memakai penutup mata? Apakah ada yang salah dengan matamu?”

     

    Izka menoleh ke arah suara itu, senyum tipis terulas di wajahnya. “Tidak ada yang salah dengan mataku. Penutup ini adalah pilihan pribadi. Terkadang, ada hal-hal yang lebih baik disembunyikan daripada ditunjukkan.”

     

    Beberapa siswa tampak terkejut dengan jawabannya yang tenang dan sarkastis. Guru senior itu tersenyum tipis, tampak terkesan dengan sikap Izka. “Baiklah, Izka. Silahkan duduk di tempat yang tersedia. Kita akan mulai pelajaran hari ini.”

     

    Izka memilih tempat duduk di barisan tengah, merasakan tatapan penasaran terus mengikuti gerakannya. Meskipun sedikit terganggu, mereka tidak bisa mengabaikan penampilannya yang unik dan caranya membawa diri dengan percaya diri.

     

    Setelah kelas berakhir, Izka menuju ke asrama yang telah ditentukan untuknya. Asrama ini berada di sayap barat Akademi, bangunan megah dengan suasana hangat dan nyaman. Ketika dia tiba, Sybil dan Walter, sudah menunggunya.

     

    “Selamat datang di asrama kita, Izka,” sapa Sybil dengan senyum ramah. “Kami di sini untuk membantumu menyesuaikan diri. Ini adalah tempatmu.”

     

    Walter menambahkan, “Jika ada yang kamu butuhkan, jangan ragu untuk meminta bantuan. Kami adalah teman dan pelindungmu di sini.”

     

    Izka merasa lega dengan sambutan hangat mereka. “Terima kasih, Senior Sybil, Senior Walter. Aku sangat menghargai bantuan kalian.”

     

    Malam itu, setelah beres-beres dan menata barang-barangnya, Izka duduk di tepi ranjangnya, merenung. Banyak tantangan menantinya di Akademi ini, tetapi dia merasa siap. Dengan dukungan dari Sybil dan Walter, serta tekad yang kuat, dia yakin bisa menghadapi apapun yang datang.

     

    Hari-hari berikutnya, Izka fokus pada pelajarannya, berusaha menyusul ketertinggalannya dengan cepat. Kemampuan belajarnya yang luar biasa menarik perhatian banyak orang, meskipun skeptisisme tentang keluarganya masih tetap ada. Setiap kali seseorang mendekatinya dengan pertanyaan tentang latar belakangnya, Izka dengan tenang menjawab, “Aku dari keluarga Videnbe. Apa pun yang kalian dengar, aku di sini untuk belajar dan berkembang.”

     

    Walau banyak yang penasaran dan ragu, penampilan dan sikap Izka membuatnya tidak mudah diabaikan. Dia menjadi sosok misterius yang memikat banyak perhatian, tetapi dibalik semua itu, Izka tetap fokus pada tujuan utamanya: mengasah keterampilannya dan menemukan jawaban atas masa lalunya.

     

    Dengan setiap langkah yang diambilnya, Izka merasa semakin dekat dengan takdirnya, siap menghadapi tantangan apa pun yang datang di Akademi ini.

     

    Seminggu telah berlalu sejak kedatangannya di Akademi, dan meskipun dia tertinggal satu semester, dia telah menunjukkan kemampuan luar biasa untuk mengejar ketertinggalannya dengan cepat.

     

    “Ah, Izka dari keluarga Videnbe,” bisik seorang siswa senior kepada temannya ketika melihat Izka melintas. “Keluarga yang akan dipisahkan dari tujuh keluarga utama.”

     

    Izka mendengar bisikan-bisikan itu, namun dia tidak terlalu memperdulikannya. Fokusnya adalah menguasai pelajaran dan teknik-teknik yang dia pelajari di alam Nadvore. Hari ini, dia menuju ke ruang latihan, tempat Sybil dan Walter, dua senior sekaligus kakak angkatnya, menunggu.

     

    Di ruang latihan yang luas dan terang benderang, Sybil dan Walter sudah bersiap dengan senyum menyambut Izka. Sybil memberikan instruksi dengan nada penuh wibawa. “Izka, kita akan mulai dengan latihan dasar energi. Ini penting untuk memperkuat kontrolmu.”

     

    Walter, yang lebih pendiam namun selalu penuh perhatian, mendekati Izka dan memberikan saran. “Ingat, fokus pada aliran energi. Rasakan bagaimana energi itu bergerak melalui tubuhmu dan kendalikan dengan pikiranmu.”

     

    Izka mengangguk, berdiri di tengah ruangan dan mulai memusatkan perhatiannya. Dia merasakan energi yang dia pelajari dari Borislav di alam Nadvore, mengalir dari ujung kaki hingga ke ujung rambutnya. Saat latihan dimulai, Sybil dan Walter mengawasinya dengan cermat, memastikan setiap gerakan Izka tepat dan terkontrol.

     

    “Hebat, Izka,” puji Sybil setelah beberapa menit. “Tapi kau bisa lebih baik lagi. Cobalah menyalurkan energi itu ke satu titik, seperti ini.” Dia menunjukkan gerakan tangan yang anggun dan kuat, mengarahkan energi ke telapak tangannya yang bersinar lembut.

     

    Izka meniru gerakan itu, merasakan bagaimana energi berkumpul di tangannya. “Seperti ini?” tanyanya, sedikit ragu.

     

    “Persis,” jawab Walter dengan senyuman bangga. “Kau belajar dengan cepat, Izka.”

     

    Usai latihan, mereka beristirahat di sudut ruangan, berbicara tentang kehidupan di Akademi. Sybil, yang selalu penuh semangat, menceritakan pengalamannya di tingkat lanjutan. “Kelas lanjutan benar-benar menantang, tapi juga sangat memuaskan. Aku yakin kamu akan mencapai tingkat ini dengan cepat, Izka.”

     

    Izka tersenyum lemah di balik kain penutup matanya. “Terima kasih, Kak Sybil. Aku hanya perlu fokus dan terus berlatih.”

     

    Namun, tidak semua orang di Akademi menerima Izka dengan hangat. Kabar tentang hubungannya dengan keluarga Videnbe telah menyebar, membuat enam keluarga utama lainnya waspada. Di aula besar, sekelompok siswa dari keluarga utama berkumpul, membicarakan sosok misterius yang baru datang.

     

    “Apa kau dengar tentang anak baru dari Videnbe itu?” bisik seorang siswa kepada temannya. “Dia menggunakan penutup mata dan latar belakangnya tidak jelas.”

     

    “Ya, dan keluarganya akan dipisahkan dari tujuh keluarga utama. Ini membuat situasi semakin rumit karena Sang Vladyka masih menghilang dan penerusnya tidak ada,” balas temannya dengan nada khawatir.

     

    Kepanikan kecil melanda enam keluarga utama, namun Izka tetap tenang dan fokus. Sementara itu, Radostaw dan Ivana, dengan penuh dedikasi, terus mencari informasi tentang Alexei dan Aria melalui jaringan informan mereka di keluarga Strazi.

     

    “Informan kita menyebutkan ada petunjuk baru tentang keberadaan mereka,” kata Radostaw kepada Ivana saat mereka duduk di ruang kerja mereka yang dipenuhi dokumen dan peta. “Kita harus tetap waspada dan terus mencari.”

     

    Ivana mengangguk, tatapannya penuh determinasi. “Kita akan menemukan mereka, Radostaw. Kita harus.”

     

    Kembali di Akademi, Izka melanjutkan latihannya, didukung oleh Sybil dan Walter yang selalu siap membantunya. Setiap hari adalah tantangan baru, namun dengan tekad dan keterampilan yang dia peroleh, Izka semakin mendekati tujuannya. Sementara enam keluarga utama tetap waspada, Izka berlatih keras, mengetahui bahwa dia harus siap menghadapi apapun yang datang.

     

    Di suatu malam yang tenang, setelah latihan yang melelahkan, Izka duduk bersama Sybil dan Walter di tepi danau kecil di halaman belakang Akademi. Air danau yang tenang memantulkan cahaya bintang, menciptakan suasana damai.

     

    “Kau tahu, Izka,” kata Walter sambil memandangi air. “Kita semua di sini untuk tujuan yang lebih besar. Dan aku percaya kau akan memainkan peran penting di dalamnya.”

     

    Sybil menambahkan, “Kami selalu di sini untukmu, apapun yang terjadi. Kamu sudah seperti adik kami, bagian dari keluarga Videnbe.”

     

    Izka mengangguk, merasa kehangatan persahabatan mereka. Dengan dukungan dan bimbingan dari keluarga Videnbe, serta latihan yang intensif, dia tahu bahwa apapun rintangannya, dia akan siap menghadapinya. Masa depan penuh tantangan, namun juga penuh harapan.

     

    Ujian Tingkat Menengah

    Izka berdiri di depan pintu masuk aula besar tempat ujian tingkat menengah akan dilaksanakan. Perasaan gugup sedikit melintas di dadanya, namun ia segera mengendalikannya, mengingat semua pelatihan dan persiapan yang telah ia jalani. Hari ini adalah hari penting yang akan menentukan apakah dia bisa naik dari tingkatan dasar ke tingkatan menengah. Dia menarik napas dalam-dalam, menguatkan tekadnya, dan melangkah masuk.

     

    Ujian pertama adalah ujian tertulis. Di dalam ruangan yang luas, puluhan siswa duduk di meja masing-masing, siap menjawab serangkaian pertanyaan yang menguji pengetahuan mereka tentang berbagai subjek, termasuk sejarah, ilmu pengetahuan, strategi perang, dan teknik energi alam. Izka duduk di kursinya, menerima gulungan soal dan pena. Dia membaca soal pertama dengan cermat, merenung sejenak sebelum mulai menulis jawabannya dengan tenang dan percaya diri.

     

    Soal-soal berikutnya menguji pemahaman mendalam tentang teori dan penggunaan teknik energi alam. Izka menuliskan penjelasan rinci tentang bagaimana energi alam dapat dimanipulasi untuk menciptakan berbagai efek magis, berdasarkan pelajaran yang ia pelajari di alam Nadvore. Jawabannya menunjukkan pemahaman yang tajam dan pengetahuan yang luas, namun dia memastikan untuk tidak terlalu menonjol dengan memberikan jawaban yang sedikit di bawah kemampuan maksimalnya.

     

    Setelah ujian tertulis selesai, giliran ujian praktek dimulai. Ujian pertama adalah bela diri. Para siswa dikumpulkan di arena latihan, di mana mereka harus menunjukkan kemampuan mereka dalam teknik-teknik bela diri. Izka maju dengan tenang, menunjukkan serangkaian gerakan yang telah dia pelajari dari Borislav. Setiap pukulan dan tendangan dilakukan dengan presisi dan kekuatan yang mengesankan untuk anak seusianya. Namun, dia juga menahan diri, memastikan gerakannya cukup baik untuk lulus tanpa terlalu mencolok.

     

    Selanjutnya adalah penguasaan senjata. Para siswa diuji dengan berbagai jenis senjata, dan Izka memilih pedang, senjata yang telah dia latih dengan tekun selain senjata cakram. Dalam serangkaian latihan, dia menunjukkan keterampilan mengagumkan dalam mengendalikan pedang, mengayunkannya dengan akurasi yang sempurna dan memanfaatkannya untuk menyerang dan bertahan. Sekali lagi, dia menahan diri agar tidak terlalu menonjol, tetapi cukup untuk membuat para penguji terkesan.

     

    Teknik energi alam adalah ujian berikutnya. Di hadapan para penguji, Izka menunjukkan kemampuannya dalam mengendalikan elemen alam. Dia memanggil angin untuk berputar lembut di sekitar dirinya, menciptakan ilusi daun-daun yang berjatuhan dengan lembut. Kemudian, dia menggunakan teknik energi air untuk memanipulasi air, menciptakan bentuk-bentuk indah dari tetesan air yang melayang di udara. Keahliannya dalam teknik ini tampak alami dan elegan, membuat para penguji terkesan tanpa membuatnya terlalu mencolok.

     

    Ujian bertahan hidup di alam liar adalah tantangan berikutnya. Para siswa dibawa ke hutan yang lebat, di mana mereka harus menunjukkan kemampuan mereka dalam bertahan hidup. Izka menggunakan pengetahuan yang ia pelajari dari alam Nadvore untuk mencari makanan dan air, membuat tempat berlindung dari dedaunan dan ranting, serta menyalakan api dengan menggunakan batu dan kayu kering. Dia bekerja dengan efisien dan cerdik, menunjukkan kemampuan bertahan hidup yang luar biasa untuk anak seusianya.

     

    Setelah serangkaian ujian yang panjang dan melelahkan, para siswa kembali ke Akademi untuk mendengar hasilnya. Di aula utama, Mateka Videnbe—Kepala Akademi, berdiri di depan para siswa, mengumumkan nama-nama mereka yang lulus ujian tingkat menengah. 

     

    “Izka Videnbe,” panggil Mateka lantang. Izka maju dengan tenang, menerima gulungan sertifikatnya. Nilainya hampir sempurna, mencerminkan kecerdasan dan kemampuannya yang luar biasa, namun tetap di bawah tingkat yang paling menonjol, seperti yang dia rencanakan.

     

    Izka tersenyum tipis, merasa lega dan puas. Dia telah berhasil naik ke tingkatan menengah dengan cepat, sebuah langkah penting dalam perjalanannya. Meskipun banyak siswa lain masih skeptis dan penasaran dengan latar belakangnya, penampilan dan prestasinya tidak bisa diabaikan begitu saja.

     

    Kedua kakaknya, menyambutnya dengan senyuman bangga. “Kamu melakukannya dengan baik, Izka,” kata Sybil sambil memeluknya. “Kami tahu kamu bisa.”

     

    Walter menambahkan, “Kami selalu mendukungmu. Teruslah berlatih dan tumbuh. Masa depanmu cerah di sini.”

     

    Dengan dukungan dan tekad yang kuat, Izka siap menghadapi tantangan berikutnya di Akademi. Dia tahu bahwa perjalanannya masih panjang, tetapi dia yakin dengan kemampuannya untuk mengatasi segala rintangan yang datang. Dan dengan setiap langkah yang dia ambil, dia semakin dekat dengan takdirnya, membawa harapan dan kebebasan yang dia perjuangkan.

     

    Desakan Keluarga Utama

    Radostaw dan Ivana duduk di ruang tamu besar rumah keluarga Videnbe, suasana ruangan yang biasanya tenang kini terasa tegang. Surat-surat resmi dari keluarga-keluarga utama lainnya menumpuk di meja di depan mereka, setiap surat berisi desakan dan ancaman yang semakin intensif. Radostaw, dengan wajahnya yang tegas dan penuh tekad, membuka salah satu surat terbaru sambil menghela napas berat. Ivana, duduk di sebelahnya, berusaha tetap tenang meskipun hatinya diliputi kecemasan.

     

    “Kepada Yang Terhormat, Radostaw Videnbe,

     

    Dengan penuh hormat, kami, keluarga Sovetniki, menulis surat ini untuk menyampaikan keprihatinan dan harapan kami yang tulus mengenai situasi yang tengah dihadapi oleh Kerajaan Zima. Seperti yang Anda ketahui, keberlangsungan dan kestabilan kerajaan sangat bergantung pada keputusan-keputusan bijak dari keluarga-keluarga utama.

     

    Kami memahami bahwa Anda dan keluarga Videnbe memiliki pandangan yang berbeda terkait pemilihan Sang Vladyka ke-12. Kami menghormati keyakinan Anda mengenai pentingnya konfirmasi akan kondisi Sang Vladyka ke-11 sebelum melangkah lebih jauh. Namun, kami percaya bahwa penundaan yang berkelanjutan hanya akan membawa ketidakpastian dan ketidakstabilan lebih lanjut bagi kerajaan.

     

    Oleh karena itu, kami mengajukan permintaan resmi agar keluarga Videnbe mempertimbangkan untuk melepaskan gelar keluarga utama, demi kesejahteraan dan masa depan Kerajaan Zima. Kami meyakini bahwa keputusan ini akan mengurangi ketegangan dan memungkinkan proses pemilihan Sang Vladyka ke-12 berjalan dengan lancar dan tanpa hambatan.

     

    Kami juga ingin mengingatkan bahwa ketidakpatuhan terhadap desakan ini dapat menimbulkan konsekuensi serius. Beberapa keluarga utama lainnya telah sepakat untuk mengambil tindakan tegas jika situasi ini tidak segera terselesaikan. Kami tidak ingin melihat terjadi perselisihan yang dapat memecah belah kerajaan ini.

     

    Kami berharap Anda memahami urgensi situasi ini dan bersedia untuk mengambil langkah yang bijaksana demi kepentingan bersama. Kami percaya bahwa keluarga Videnbe memiliki kebijaksanaan dan integritas yang diperlukan untuk melihat gambaran yang lebih besar dan bertindak demi kebaikan semua pihak.

     

    Kami menunggu tanggapan Anda secepat mungkin. Semoga keputusan yang diambil adalah yang terbaik untuk Kerajaan Zima.

     

    Dengan hormat,

     

    Dmitri Sovetniki,

    Kepala Keluarga Sovetniki.”

     

    “Ini semakin tidak bisa ditolerir,” kata Radostaw, suaranya berat dengan kelelahan dan kemarahan yang tertahan. “Mereka terus mendesak kita untuk melepaskan gelar keluarga utama, hanya karena kita menolak mengikuti pemilihan Sang Vladyka ke-12. Mereka tidak memahami bahwa kita hanya ingin keadilan dan kebenaran. Alexei, Sang Vladyka ke-11 belum dikonfirmasi meninggal, dan kita tidak bisa begitu saja mengabaikan itu.”

     

    Ivana mengangguk, matanya yang penuh kebijaksanaan memancarkan kekhawatiran. “Aku tahu, tetapi tekanan dari mereka semakin kuat. Mereka melihat kita sebagai penghalang, dan setiap hari semakin banyak surat yang datang dengan ancaman dan tuntutan.”

     

    Radostaw menatap istrinya dengan mata yang penuh determinasi. “Kita tidak akan mundur. Kita memiliki prinsip dan keyakinan yang harus kita pertahankan. Alexei dan Aria adalah pemimpin yang adil dan bijaksana, dan sampai kita memiliki bukti pasti tentang kepergiannya, kita tidak akan menyerah pada desakan mereka.”

     

    Mereka terdiam sejenak, mendengar suara-suara halus dari luar jendela, angin yang membawa bisikan ancaman dari keluarga-keluarga utama lainnya. Radostaw mengambil tangan Ivana, menggenggamnya dengan lembut. “Kita harus kuat, Ivana. Untuk Ilta, untuk keluarga kita, dan untuk kebenaran.”

     

    Ivana tersenyum tipis, menemukan kekuatan dalam genggaman tangan suaminya. “Aku bersamamu, Radostaw. Apapun yang terjadi, kita akan menghadapi ini bersama.”

     

    Pada saat yang sama, di luar ruang tamu, Ilta yang sekarang dikenal sebagai Izka, berdiri mendengarkan percakapan mereka dengan hati yang berat. Dia tahu betapa sulitnya posisi keluarga Videnbe saat ini, dan dia merasakan beban tanggung jawab yang harus dipikul.

     

    Namun, Izka juga tahu bahwa dia tidak sendiri. Dia memiliki dukungan dari Sybil dan Walter, yang selalu ada disisinya, serta keyakinan yang tak tergoyahkan dari orang tuanya. Dengan tekad yang kuat, dia berjanji pada dirinya sendiri untuk melindungi keluarganya dan membawa kehormatan bagi nama Videnbe.

     

    Sementara itu, Radostaw dan Ivana melanjutkan diskusi mereka, merencanakan langkah-langkah selanjutnya untuk menghadapi tekanan yang semakin meningkat dari keluarga-keluarga utama.

     

    “Kita harus mencari dukungan,” kata Ivana. “Ada beberapa keluarga kecil yang mungkin bisa kita ajak berdiskusi. Mereka mungkin tidak memiliki kekuatan besar, tetapi jumlah dukungan bisa membuat perbedaan.”

     

    Radostaw mengangguk, melihat logika dalam saran istrinya. “Baiklah, kita akan mencoba. Dan kita juga harus memperketat keamanan. Ilta berada dalam bahaya jika mereka memutuskan untuk menyerang kita langsung.”

     

    Ivana menatap suaminya dengan mata yang penuh keteguhan. “Kita akan melindungi Ilta, apapun yang terjadi. Dia adalah masa depan kita, dan kita tidak akan membiarkan siapapun merusaknya.”

     

    Dengan tekad yang semakin kuat, Radostaw dan Ivana memulai rencana mereka untuk mencari dukungan dan melindungi keluarga mereka.

     

    Mereka tahu bahwa jalan di depan tidak akan mudah, tetapi dengan keberanian, kecerdasan, dan kebersamaan, mereka yakin bisa melewati segala rintangan dan ancaman yang datang. Dalam hati mereka, ada keyakinan yang tak tergoyahkan bahwa kebenaran dan keadilan akan menang pada akhirnya.

     

    Kreator : Ry Intco

    Bagikan ke

    Comment Closed: Tekad Ilta Bersama Keluarga Videnbe

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Menurut Stephen Covey Manusia Memiliki Kebutuhan Dasar, Kecuali? a. To Live b. To Love c. To Listen d. To Leave the Legacy Jawaban: c. To Listen Menurut Stephen Covey Manusia Memiliki Kebutuhan Dasar, Berikut Pembahasannya: Stephen Covey, seorang penulis dan konsultan manajemen terkenal, dalam karya-karyanya sering membahas tentang kebutuhan dasar manusia. Dalam bukunya yang terkenal, […]

      Jun 25, 2024
    • Hari sudah menunjukkan pukul 14.30. Suasana di sekolah tempat Ustadz Hamdi mengabdikan diri sudah mulai sepi. Anak-anak sudah banyak yang pulang. Ustadz Hamdi masih duduk di meja kerjanya sambil memeriksa satu persatu tugas murid-muridnya. Saat itu tiba-tiba HP Ustadz Hamdi berdering “Kriiing, kriiing, kriiing…”  “Halo…., Assalamu alaikum !”  “Wa alaikum salam. Ini Lisa, pak Ustadz.” […]

      Jun 06, 2024
    • Aku adalah teman sekelas Sky di SMP, kami berada dikelas yang sama selama 3 tahun. Sekarang setelah masuk SMA kami berada di sekolah dan kelas yang sama. Sky selalu menjadi orang terpopuler di sekolah, Sky tinggi,  tampan, dan sangat ramah. Namun sayangnya aku merasa dia selalu dingin hanya padaku, aku bahkan tidak tau alasan dibalik […]

      Jun 10, 2024
    • Mahaga Belom Bahadat adalah bahasa Dayak Ngaju yang mempunyai makna yaitu menjaga kehidupan yang saling menghargai, menghormati serta menjunjung tinggi kehidupan Adat Istiadat maupun tradisi kearifan lokal di wilayah yang kita tempati. Era zaman sekarang ini sudah banyak sekali para generasi yang melupakan prinsif-prinsif hidup yang telah dulu ditinggalkan para leluhur(nenek moyang) kita, padahal banyak […]

      Jun 02, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021