Berteman adalah kebutuhan yang selalu kita perlukan. Aku tidak dapat membayangkan kalau tidak mempunyai teman. Pasti hidup rasanya sepi. Dan aku pikir semua manusia memerlukan itu, karena Homo homini lopus, homo homini sosius.
Kalau aku baca memang manusia terbagi menjadi beberapa karakter, namun pada dasarnya karena manusia adalah makhluk sosial, seberapapun pendiamnya, seseorang yang mempunyai keseimbangan jiwa dalam tataran normal akan memerlukan teman atau sahabat dalam kehidupan sehari-harinya.
Pasti kita memiliki teman di masa kecil dulu. Teman bermain jualan (jw. pasaran) ataupun teman mencari bunga-bunga kecil merah, teman mencari bungkus permen, teman bermain gundu, mencari jangkrik, bahkan teman untuk berdebat dan berkelahi.
Dari kecil dan mulai dapat mengingat, pasti kita sudah merasa punya teman. Aku ingat, di saat aku belum bersekolah di taman kanak-kanak (mungkin saat itu sudah cukup umur untuk masuk play group, 2 – 3 tahun?), aku punya teman ledek-ledekan ala Semarangan. Aku ingat, setelah aku mandi sore dan berganti baju dan dibenaki coreng moreng (sampai sekarang aku heran mengapa Ibuku suka membedakiku dengan bedak yang gak rata ya, asal usap saja?), aku akan digendong Ibuku dan didudukkan di kursi yang berada di teras rumah. Teman sebayaku juga berada di posisi yang mirip, namun dia berada di depan rumahnya sendiri. Dan rumah kami memang berhadap-hadapan. Selagi Ibu kami masing-masing mengambilkan makanan untuk kami, kami akan saling ejek dengan saling memonyongkan mulut atau berjoged-joged segenit-genitnya. Walhasil, karena lantai teras rumahku agak bergelombang, akhirnya aku terjunggal jatuh ke lantai, dan seingatku menjadi kecelakaan kecil pertamaku. Kepalaku sempat sobek dan berdarah, yang akhirnya meninggalkan bekas “petak” kecil di kepala (entah waktu itu tergores apa). Hingga aku berumur 5 tahun, si dia menjadi saingan dan sekaligus teman akrab atau sahabatku, karena Ibunya juga teman akrab ibuku.
Setelah masuk TK dan pindah ke kampung yang sedikit lebih jauh dari kampung kami semula, akupun memulai punya komunitas yang lebih beragam. Setidak-tidaknya berbeda jenis. Waktu itu bangku TK kami adalah bangku panjang yang terbuat dari kayu, dan diperkuat oleh paku-paku, yang kadang mudah copot sehingga bangkuku bisa bergoyang ke kiri dan ke kanan. Serunya tidak hanya satu atau dua anak saja yang duduk, kami berlima atau bahkan bertujuh yang duduk dalam satu bangku panjang tersebut dapat bergerak berbareng ke kanan dan ke kiri. Bahkan temanku yang paling usil (dan mulai ada bibit jahil), suka menyisakan tempat kepada kami yang datang terlambat tepat di tempat yang merupakan sambungan bangku yang dapat menjepit (maaf) pantat kami. Wah, kalau kebagian tempat duduk itu, rasanya kayak dicubit dan sakit sekali saat teman-teman kompak menggerakkan bangku ke kiri dan ke kanan. Namun aku paling suka dengan temanku yang baik hati yang selalu mengingatkan temanku yang suka usil itu…dan dia adalah teman pria baik hati pertama yang aku kenal di usiaku 5 tahun! Saat itu ku anggap dia sebagai pria yang paling keren di dunia! Aku ingin menjadi sahabatnya!
Masa SD lebih seru lagi, karena tiga kali aku berpindah sekolah aku punya teman dan sahabat-sahabat yang seru. Seingatku aku sudah mulai suka membaca sejak aku mulai bisa membaca. Dan sekarang aku merasa telah memanfaatkan temanku yang sudah mempunyai banyak koleksi komik dan buku-buku saat itu. Aku bisa berangkat pagi-pagi ke sekolah (padahal seharusnya masuk sekitar jam 10-an), hanya untuk mampir ke rumah temanku tersebut untuk nongkrong dan membaca buku-buku yang dimilikinya (sementara temanku belum mandi dan sibuk mengurusku). Oh…betapa baik hatinya dia. Sebenarnya nenekku juga memiliki banyak buku cerita (dan membuat Perpustakaan di rumah), dan Ibuku juga sudah berlangganan majalah anak-anak Kuncung dan Bobo sejak Bobo terbit pertama kali di tahun 1972 (1973?), namun tidak seru lagi kalau tidak meminjam, karena buku-buku di rumah nenek maupun majalah sudah habis terbaca semua!.
Demikian juga saat SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi. Mereka mewarnai kehidupanku. Teman adalah bagian dari hidup ini. Sehingga kita harus selalu menjaga hubungan pertemanan. Suatu hal yang sangat mengharukan saat beberapa waktu yang lalu, di suatu kota di Pulau Kalimantan akan bertemu lagi dengan seorang teman SD yang hanya satu tahun saja sekelas dan selanjutnya aku harus pindah ke SD yang cukup jauh di Kecamatan yang berbeda. Dia masih mengingat dan mengenal aku setelah sekian puluh tahun tidak bertemu. Dia ingat akan kebiasaan-kebiasaan ku hingga aku dapat mengingat kembali saat-saat sekelas dulu. Aku ingat, dia bersama serombongan temanku (rata-rata usia 10 tahunan) bersepeda bertandang ke rumahku yang jaraknya sekitar 10 km-an dari area rumah teman-temanku itu untuk menyampaikan salam perpisahan….uhuk..uhuk……aku jadi terharu. Terima kasih banyak sahabat-sahabatku.
Pertemanan tulus dan tanpa melihat status seperti di masa kecil dulu kembali terulang di usia matang. Masa bersaing dan berkompetisi sudah berlalu, sehingga pertemanan menjadi kembali murni. Kegiatan hadir dalam reuni maupun acara olahraga bersama ataupun pengajian menjadi suatu kegiatan yang menggembirakan. Saling mengenalkan keluarga, suami, istri, anak, dan cucu menjadi sarana menambah saudara dan mempererat tali persaudaraan. Mengenang keseruan masa muda menjadi bagian yang menyenangkan, tanpa melihat status, jabatan, ataupun pangkat. Bersama-sama naik LRT (Light Rail Transit), MRT (Mass Rapid Transit), atau WHOOSH ( Waktu Hemat, Operasi Optimal, Sistem Hebat) Halim- Bandung PP-pun menjadi kegiatan mewah yang tak terlupakan. Kata orangtua bahwa berteman dan bersahabat akan merabuk /memupuk umur dan mendatangkan rejeki.
Sesuai hadits Rasulullah tentang silaturahmi (berteman dan bersahabat): “Tidak ada yang mendekatkan seorang hamba kepada Allah dengan sesuatu yang lebih baik daripada silaturahmi. Dan silaturahmi menghasilkan kasih sayang di antara keluarga dan meningkatkan rezeki.” (HR. Abu Hurairah).
Teman dan sahabat adalah harta benda karunia Allah yang tak ternilai, maka perlu dipupuk dan dipelihara dengan segala hal yang baik.
Kreator : Manik Priandani
Comment Closed: Teman dan Sahabat
Sorry, comment are closed for this post.