Sumatera, pada tahun diujung abad 19.
Suara histeris, terdengar dari ruangan tengah. Suara itu bersahutan dengan teriakan orang orang marah. Pecahan kaca jendela serta gemuruh benturan batu di dinding. Amarah massa tak terbendung.
“ Sebentar lagi Pak Manager sampai “.
“ Kami sudah satu jam menunggu “ teriakan keras. Beberapa makian saling berbalas. Suara itu terdengar hingga keluar. Kemudian saling memberi alasan. Nego dari Danru Keamanan tak mampu menenangkan orang orang.beberapa anggota keamanan mencoba melerai . saling memukul tak meredakan amarah, Asap hitam membubung. Dua sepeda motor trail terpanggang api. Beberapa ban mobil Cokld Dises juga ikut jadi korban. Bahkan memicu massa yang di luar ruangan semangkin beringas. Beberapa botol bekas minuman melayang membentur dinding. Pecahan itu berserakan di lantai . Aroma alkohol memenuhi ruangan. Pegawai kantor berhamburan keluar dari pintu belakang. Dua menit kemudian terlihat satuan brimob sampai di tempat kejadian. Polisi dengan seragam anti huru hara sigap mengatasi situasi. Aparat tersebut membuat tameng pemisahan dua kubu yang berseteru. Kini teriakan demi teriakan yang terdengar. Cercahan dan segala nama penghuni hutan saling disebutkan. Sesekali masih ada lemparan benda benda keras yang melayang. Namun berangsur angsur suasana tenang. Beberapa anggota keamanan yang terluka dikeluarkan. Mereka dikawal empat pegawai untuk mendapatkan perawatan P3K di Klinik
Dua mobil polisi Barakuda memisah massa. Memberi jarak menjauh dari kantor. Sekumpulan pegawai pun sudah mulai tenang.
“ Kalian harus bertanggung jawab, sawit kami kalian bakar. Biadab kalian “
“ Seharusnya kalian yang tahu, kalian di sana terus. Tidak ada kami memerintahkan pembakaran “ “ Tunjukkan siapa orangnya “
“ Ah kalian memang licik, “ gubraakan. Kesal ketua rombongan massa itu. Beberapa polisi tidak memberi tanggapan. Mereka hanya berusaha lerai saja jika sudah melakukan kekerasan fisik. Momen perseteruan itu tak lepas dari kameraku. Canon engkol selalu sigap memfoto momenku.
“ Iya tunjukkan siapa orang kami yang melakukan pembakaran, bawa terus ke polisi. Kami dukung “
“ Yah, sudah pak. Kita bawa duduk dulu. Mari pak . Sambil menunggu pak Managernya…“ seorang polisi mengajak mereka masuk keruangan. Gaya santainya membuat dia terlihat seorang perwira Polisi. Nego sepertinya mulai mendinginkan perseteruan.
Menelusuri jalan tanah, di kanan kirinya berjejer tanaman sawit. Sela sela pelepah ditusuk sinar matahari menghasilkan garis garis cahaya di tengah perkebunan yang gelap dan pengap. Sampai di ujung jalan yang di portal, kami meliuk menghindari besi yang dipalangkan mendekati pos jaga. Setelah memberi sapaan kepada petugas piket, kami melaju lambat. Di depan pos keamanan abang ojek menurunkan aku. Lalu memberi isyarat untuk bertanya di pos tersebut.
“ Sebentar ya bang, kami infokan dulu. Tunggu aja di sana bang “ tanggan pak satpam menunjukkan pojokan dengan bangku bangku.
“ iya pak, terima kasih “ aku pun berlalu. Terdengar satpam tadi mengontak seseorang dari Radio “ Alfa Hotel… Alfa Hotel sera satu. Pangkalan lapan Panggil”
“ Alfa Hotel , Pangkalan lapan Panggil” sssreeeet…… creet…. creet. Suara monitor radio menyatakan ada kontak panggilan.
“ Masuk Panggalan lapan., alfa Hotel terima”
“ Alfa Hotel ada tamu untuk pak sera satu” sseerttt. Suara desiran radio mengakhiri suara.
“ Oke, bisa bongkar infonya, sera satu sedang cangkolan” sseerrrrttt
“ Dee Susilo, posisi sekarang di Pangkalan lapan “sseerrrt
“Oke pangkalan lapan, saya terima langsung infonya. “ tiba tiba suara penerima berubah. “ Oke pak sera satu, info tambahan bapak lagi ditunggu ngopy dengan pak Miko Kilo, ganti “. [ terdengar suara tertawa.] “ oke Pangkalan lapan , saya meluncur. Siapkan dermaga, mana tau ngopinya ramai . Alfa Hotel out “ . “ Oke, stand by “ pembicara radio berhenti.
Setelahnya salah seorang petugas jaga itu menghampirin “ Bang tunggunya, pak Dharma nya sudah arah kemari. “ “ Berapa lama ?”
“Sekitar setengah jam lah”.
“ oh..” jawabku.coba memahami. “ Disamping ada warung, kalau bosan menunggu di sini, atau di situ aja juga ada kantin kantor “ usul abang satpam. Aku tersenyum sambil mengangguk “ iya pak terima kasih “
Aku sibuk dengan catatan notesku.
Gemuruh pagi di antara sepi yang masih kelam
Hening awal hari sisa malam
Bening embun bersinggungan
Kabut tipis menemani peluh berbentuk awan
Bocah bocah berceloteh dari pepohonan berduri
Semangat menyongsong mentari
Menghalau embun di rerumputan
Menyibak gusar masa depan
Bahagianya berseragam sederhana
…..
Setengah jam sudah berlalu, menjelang sejam aku menunggu. Riuh orang orang hilir mudik sibuk dengan tugas rutinnya. Membuat bosanku terbit. Dengan berat, langkah kaki beranjak ke warung sebelah. Mengusir penat menunggu, ku pesan teh manis dengan cemilan. Tak menunggu lama sepiring Lepekan beberapa potong kue tersaji di depanku. Aku mengganggu tanda ucapan terima kasih.
Kelihatan beberapa orang masuk kedalam. Dari pihak orang banyak ada tiga perwakilan menyertai.
“ hai Bah, tegur Dharma tiba tiba” aku terkejut. “ weah… lama kali pun “ “ haaa…ha “ Dharma tertawa dan menyambutku berpelukan bersalaman. “ wah sampai juga ke hutan, ya ?” sambutnya.
“ wah , ampon bah, jauh kali jalannya “
“ pak Dharma di panggil manajer “ seorang satpam memberitahu Dharma. Sahabatku itu angguk sebentar, lalu ia mengisyaratkan pada ku. Dengan bahasa tubuhnya aku mengerti masih ada tugasnya.
“oke… aku tunggu di sini “, aku hanya melihat langkahnya yang menuju sebuah ruangan. Belum mencapai pintu terdengar serapah dari dalam. Sebuah tinju juga melayang. Satu dan dua kepalan tangan itu di tangkis Dharma. Sembari mundur kebelakang menyiapkan kuda kuda Dharma siap dengan serangan berikutnya. Ternyata sebuah sepakan kaki yang tak seberapa. Disambut saja , tangan Dharma menangkap kaki itu lalu mengikuti arah terjanganya. Kemudian ia mengontrol kaki itu dan membuangnya ke samping sehingga si penyerang terjungkal menghantam meja. Semua yang di ruangan mencoba menahan keduanya. Sementara Dharma sudah siap dengan kuda kuda, siaga. “Brengsek kau, nggak tau mana kawan mana lawan. Nggak tau diuntung kau “ sergah Dharma mencecar lawanya. “ gik , “ teriak salah seorang. Dengan gaya nya yang santai itu membuat aku yakin dia sangat berpengaruh. “ sudah gik, “ serunya lebih tinggi. Namun kelihatan Pria itu cepat bangkit lalu berusaha ingin menyerang Dharma lagi. Sontak saja plooak. Sebuah tamparan membentur wajahnya. Tangan pria kurus itu secepat kilat menghantam temanya. Untuk yang kedua kalinya dia jatuh menghantam meja. Semua terdiam tak ada yang memberikan reaksi. Untuk sesaat mematung. Sejak dari awal aku menahan rasa ingin tahuku. Namun kali ini aku tak mampu membendung keinginan itu. Langkah kaki ku cepat merapat ke lokasi mereka. Dharma memberikan insyarat , ketika ia mengetahui kehadiranku. Ia ingin aku sedikit menjauh. Aku hanya mundur satu langkah lalu menunggu selanjutnya.
“ Oke , ayo kita cakapkan dulu. Cakap kayak taek. Kayak anak anak aja. “
“ iya ayo, mari pak kita bahas apa permasalahannya “ seorang polisi mencoba mencairkan suasana.
“ ya, ayok. “ sambut pria yang bersetelan rapi. Mungkin dia manajernya, pikirku. Nada ajakkan nya sedikit datar dan merendah.
Semua orang mengambil posisi masing masing. Mencari tempat duduk yang kosong. Pria yang terjungkal tadi pun sudah diamankan di sudut ruangan, dia masih mengusap ngusap wajahnya. Menepis debu yang ia sentuh di lantai. Sedikit meringis. Menahan sakit.
Aku cepat mengambil kamera ku. Beberapa petikan ku ambil memotret sekitar tempat itu.
Tegukkan terakhir teh manisku sudah lama berlalu. Di Piring cemilanku masih ada dua potong kue lagi. Aku mengurungkan mengambilnya, saat Dharma sudah menghampiri. “ wah sudah minum?”
“ Sudah , mau teh manis ? “ Dharma menggeleng menolak tawaranku.
“ Wah , mas pak Dharma itu ngopi, minumnya “ celetuk ibu warung dari dalam.
“ Ooh, iya . pesan kopi satu buk “ sambungku bersemangat.
“Sudah , enggak. Aku sudah minum tadi di kantor. Bude , kopinya nanti saja “ “ iya …”
“ jadi macam mana ceritanya tadi ?” ku nyamankan posisi duduk. Sedikit serius menanti ucapan Bang Dharma.
“ Ooh yang tadi , biasa lah. Salah paham aja. Saling tuduh, siapa pelaku kan pembakaran lahan. Masyarakat menuduh orang lapangan kita melakukan pembakaran di areal Garapan sengketa. Sementara semalam itu kan hari libur, tidak ada seorangpun yang masuk kerja.” Cerita Bang Dharma seakan dia punya alibi untuk menepis tuduhan.” Terus tadi enggak apa , serangan tadi. Masih ada Tapak sucinya ?”
“ Aah..ha. enggak apa apa. Cuma ngelak saja kok “
“ Bagaimana mau berapa hari liburan disini ?” sambungnya menodongku.
“ Terserah aja, sampai diusir tuan rumah, baru pulang “ candaku sambil sedikit tawaan.
“ Jadi berapa pasang baju yang kau bawa ?” tanyanya mengimbangi candaanku.
“ Nggak banyak tiga pasang aja. Satu pasang untuk dua hari haa…ha “
“Pak Dhaar, dipanggil manager di kantor ,” tiba tiba seorang satpam menghampiri. Bang Dharma tersenyum sedikit. “ Oke sebentar ya, ini belum selesai.” “ Oke silakan….”
Kue terakhirku sudah habis tertelan. Rasanya cukuplah untuk ganjal perut hingga menunggu makan siang. Mungkin waktunya tinggal dua atau tiga jam lagi. Aku tersenyum kecil untuk diri sendiri.
“ Bang Dee, dipanggil pak Dharma di depan. “ seorang satpam menunjukan arah di mana bang Dharma menunggu. “Eemmm oh iya, terima kasih bang “ aku pun bergegas. “ Bukdee… berapa ini semua ?” tanyaku
Dari dalam warung dijawab, “ Ooh… nggak mas , nanti mas Dharma nya aja yang bayar.” “ Lho kok gitu, ?” heranku
“ Iya mas , biasanya kayak gitu. Kalau ada tamu, atau kawan nya mas Dharma disini nanti dia yang bayar.” Ungkap Bu Warung sambil mengutip gelas dan piring bekas kuminum. “ Ooh.. gitu ya”
“ iya , gak apa apa “ kali ini nada bicaranya jelas kali jawa.
“ Oke terima kasih ya buk deee” ucap ku sambil berlalu.
Dua mobil sudah siap siaga akan berangkat. Beberapa orang tampak sibuk disekitaran kendaraan itu. Dharma pun kelihatan menungguku. Sambil melambaikan tangannya memanggil. Aku semangkin mempercepat langkah mendekat.” Ayo kita berangkat” ajaknya sambil mempersilahkan aku duduk di kursi tenggah.
Kreator : Darmen Eka Susilo
Part 15: Warung Kopi Klotok Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]
Part 16 : Alun – Alun Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]
Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]
Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]
Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]
Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]
Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]
Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,, begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]
Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]
Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]
Comment Closed: TERATAI PUTIH LUBUK BUAYA Senin-Bag.1
Sorry, comment are closed for this post.