“Yah, aku kemarin dikasih oleh-oleh dari Malang. Muridku ngaji datang ke sini nganterin buket sama oleh-oleh kerupuk, jajan, dan kopi. Kopinya kopi asli Malang lo, aku pernah ngopi di warungnya, kopinya enak Yah, katanya dia bawa dari Malang. Kok kemarin aku dikasih to Yah, satu plastik lo.” Kata Bu Rian kepada Pak Rian yang sedang berjalan menuju kamarnya.
Langkahnya terhenti oleh ucapan Bu Rian yang banyak dan menarik perhatian. Sambil menahan langkah kakinya yang ingin segera bergerak maju pak Rian menanggapi cerita istrinya dengan datar.
“Terus?” Tanya Pak Rian sambil melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar.
Bu Rian yang masih ingin suaranya didengarkan, merapat ke depan pintu mengikuti langkah suaminya. Walaupun dia tahu suaminya kurang suka ngobrol banyak-banyak, dipaksanya perhatian suaminya menuju ke arahnya. Dengan satu kata “Terus” tersebut, artinya suaminya masih mau mendengarkan apa yang akan disampaikan oleh istrinya itu.
Satu kata itu sebenarnya mewakili maksud Pak Rian, inginnya to the point, tidak suka bertele-tele. Bu Rian sebenarnya juga memahami suaminya seperti itu. Kemudian Bu Rian melanjutkan bicaranya sambil melongok ke dalam kamar.
“Ya aku bingung, minum kopi gak ya, minum kopi gak ya… Padahal aku sudah berhenti minum kopi sekitar 3 minggu loh, Yah.” Ujar Bu Rian memberi penjelasan sekaligus memberitahu kepada suaminya karena dia belum pernah memberitahukan kepada suaminya bahwa dia sudah berhenti minum kopi.
Dengan nada ringan, Pak Rian pun merespon ucapan istrinya.
“Niat kok ragu-ragu.” jawabnya datar sambil merebahkan badannya ke atas ranjang.
Bu Rian yang sudah mendengar komentar suaminya segera kembali ke dapur. Sampai begitu semangatnya menunggu jawaban suaminya, ternyata itu akan dijadikan referensi dalam pengambilan keputusannya. Di tengah kebimbangannya menghentikan minum kopi atau tetap minum kopi.
“Betapa mantapnya minum kopi panas sedikit manis sambil duduk tenang membuat perut lapar jadi kenyang.” Kata Bu Rian dalam hati.
Kembali dia bicara sendiri dalam hati. Sambil melanjutkan masak dan bersih-bersih di dapur dia ikuti kata hati yang berkecamuk. Perasaan yang perang. Perang sendiri, dilerai sendiri, diputuskan sendiri, didamaikan sendiri, membuat argument sendiri, membuat pembelaan sendiri, bahkan menghakimi sendiri.
Sementara Pak Rian sudah lelap dalam tidurnya setelah beberapa menit mendengarkan wayang via Youtube. Kesukaannya mendengarkan Wayang dengan dalang Ki Seno Nugroho. Lakon yang menjadi favoritnya adalah Bagong dan Togog Mbilung. Setiap hari menjelang tidur pasti memutar Youtube dengan dalang Ki Seno Nugroho. Kecintaannya terhadap keahlian ki Seno Nugroho tidak bisa tergantikan. Bahkan sekali atau dua kali menyimak wayang dengan dalang selain ki Seno Nugroho ternyata tidak bisa menikmati dan masih tetap kembali menyimak dalang ki seno Nugroho. Hal ini membuktikan bahwa penggemar beliau masih belum bisa Move On.
Hampir setiap kali menyalakan wayang di YouTube dengan dalang ki Seno Nugroho, ia selalu tertidur setelah beberapa menit menyala. Seolah selalu dininabobokan oleh suara Ki Seno Nugroho yang dianugerahi kemampuan luar biasa dan belum ada yang menandinginya. Keahlian ki Seno Nugroho menguasai seluruh karakter wayang dengan suara yang sempurna menirukan semua karakter wayang. Beliau terkenal dengan dalang Seribu Karakter. Hal ini membuat para pecinta seni wayang menjadi gandrung dan belum bisa move on meskipun beliau sudah meninggal dunia ketika zaman covid-19 lalu.
Di tengah lelapnya Pak Rian, di dapur Bu Rian terus merenung, berpikir, dan bicara dalam hati.
“Kalau suamiku berhenti total dari minum kopi sejak bulan Agustus 2024 lalu. Sampai saat ini sudah sekitar 4 bulan. Dia tak ingin lagi coba-coba minum kopi. Tapi dia kan berhenti ngopi karena terdeteksi kena sakit Hipertensi alias Darah Tinggi. Ya wajarlah kalau dia tak ingin nyoba ngopi lagi. ya alhamdulillah bisa berhenti total. Tapi aku kan beda permasalahannya. Aku berhenti ngopi karena awalnya memang malas bikin aja, malas bikin untuk diminum sendiri. Pakai repot-repot. Ntar ya minum-minum sendiri. Jadi malas lah. Akhirnya tidak minum kopi, sehari, dua hari, tiga hari dan seterusnya”.
“Tapi aku kan gak ketagihan kopi. Tanpa minum kopi sehari dua hari kepalaku juga gak pusing. Jadi bagiku minum kopi itu suatu yang biasa saja. Kalau gitu ya udah minum aja, kan kopi juga sudah ada, malah kopi spesial Kopi Malang dan ada juga kopi hitam kopi kesukaanku yang beli saat ada tamu dari Nganjuk tiga minggu yang lalu. Mau buat apa kalau punya kopi gak diminum. Dikasihkan tamu ya gak pasti kalau ada tamu, bahkan sangat jarang ada tamu.”
Pikiran Bu Rian terus berkecamuk. Bingung dan bimbang antara berhenti ngopi atau ngopi lagi. sejenak dia menghela nafas panjang. Dia menghentikan cuci piringnya yang hampir tuntas itu. Diambilnya satu gelas yang bersih dari rak kaca di sebelah kompor. Perlahan gelas diisi dengan air galon di atas meja. Diminumnya air putih itu langsung habis satu gelas. Tanpa membayangkan yang diminum adalah kopi hitam kesukaannya.
“Alhamdulillah, segarnya minum air putih, hilang rasa hausku. Ternyata tak harus minum kopi sudah bisa menghilangkan rasa haus. Tak usah ribet bikin kopi. Tak usah lama-lama bikin kopi. Air bening langsung curr langsung minum. Iya ya, betul sekali. Kalau tidak minum kopi tidak perlu repot-repot bikin. Bukankah sudah tiga minggu aku tidak minum kopi. Aku rasakan betul keluhan sakit kakiku yang kurasakan selama ini, sekarang jadi sembuh, tak terasa sakit lagi kakiku tiap malam. Kurasakan 3 minggu ini semenjak aku tidak minum kopi badanku terasa lebih enak.”
“Benarlah kalau begitu, aku harus berhenti minum kopi. Aku niat bismillah. Niat mantap dan tidak ragu lagi. Bukankah aku dulu tidak minum kopi juga ya, kemudian aku minum kopi karena setiap hari membuatkan kopi suamiku. Setiap bikin kopi selalu mencicipi. Makin sering makin terasa enak dan selanjutnya bikin satu gelas untuk diri sendiri. Seterusnya aku jadi suka ngopi. Baiklah, berarti benar lah ini aku harus berhenti ngopi. Bismillah niat kuat lillah.”
Bu Rian baru tersadar dan berhenti, merenung, duduk di dekat kompor sambil memegang gelasnya.
Merasa sudah finish obrolannya dalam hati, bu Rian beranjak menuju wastafel dan melanjutkan cuci piringnya sekalian gelas yang usai digunakan untuk minum.
Kini sudah tenang dan lega hati Bu Rian setelah banyak pertimbangan dan meluruskan niat. Dengan tenangnya Bu Rian melanjutkan aktivitasnya di dapur sampai selesai.
Refleksi:
Innamal a’malu binniat. Sesungguhnya setiap amal itu tergantung pada niatnya. Niatkan setiap langkahmu dengan benar. Niatkan setiap langkahmu dengan bismillah, niat nillah karena Allah ta’ala. Jika sudah niat, maka niatlah dengan ikhlas. Niat yang sungguh-sungguh. Hilangkan keraguan yang membayangi. Kuatnya niat akan membawa kepada upaya maksimal menuju hasil yang sempurna.
######################
Kreator : Endah Suryani, S. Pd AUD
Comment Closed: TERGODA KOPI MALANG
Sorry, comment are closed for this post.