KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Cerita Anak
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Terjerumus ke Lembah Hitam

    Terjerumus ke Lembah Hitam

    BY 14 Jun 2024 Dilihat: 78 kali
    Terjerumus ke Lembah Hitam_alineaku

    Masa Remaja dan Persahabatan

    “Hore….! “pekik Suci yang kegirangan mendapatkan surat pemberitahuan dari sekolah favoritnya. Gadis ini ternyata diterima di Sekolah Akademi Kepolisian di kota Semarang.

    “Wah… selamat ya, Ci. Aku turut bahagia mendengarnya, akhirnya diterima juga kamu di sekolah yang sesuai keinginanmu.” Sahut sahabat lelakinya yang sudah sedari kecil selalu main bersama.

    “Alhamdulillah, Jack. Ini semua karena ikhtiar ku dan doa dari ayah ibu yang selalu memanjatkan doanya setiap malam.”

    “Iya..ya. Aku percaya kok. Tidak ada yang sia-sia jika kita mau berusaha.” Timpal Jacky kepada Suci sahabatnya.

    “Selamat, Ci! Aku ikut senang juga. O, ya, kapan kamu berangkat?” Sela Chiko yang juga menjadi sahabat mereka.

    “Tiga hari lagi, aku mau bersiap-siap dulu.”

    “Kalian sendiri gimana?” tanya Suci balik.

    “Kalau aku mau meneruskan kuliah ke jurusan Bahasa dan Sastra. Kamu tahu sendiri, kan? Aku suka menulis diary, isinya curahan hatiku yang terdalam. Saat aku tidak bisa menyampaikan secara langsung, maka aku menuliskannya ke dalam buku itu.” Jawab Chiko dengan sangat yakin.

    “Iya…ya. Terus bagaimana denganmu, Jack?” tanya Suci membuyarkan lamunan sahabatnya yang satu ini.

    “Ah…eh… Aku, belum tahu masa depanku gimana. Yang pasti kedepannya aku mau menjadi orang yang sukses dan semua orang mengagumiku.” Tekadnya dengan penuh percaya diri.

    “Kalau mau sukses, berarti kamu mau kuliah?” tanya Chiko.

    “Aku tidak mau kuliah, karena tidak punya uang. Aku hanya ingin bekerja keras mengumpulkan pundi-pundi kekayaan yang harus ku kejar.” Jawabnya lagi meyakinkan kedua sahabatnya.

     

    Begitulah tekad kuat dari mereka yang memiliki keinginan mewujudkan impiannya di masa depan.

     

    Mereka bersahabat sejak kecil karena selain satu kampung, orang tua mereka berteman sejak lama. Namun, ayah Suci sedikit melarang putrinya bergaul dengan Jacky. Ini karena, ayah sahabatnya itu pernah memiliki catatan kriminal akibat mencuri kotak infak masjid. Saat itu yang menjadi ketua takmirnya, adalah ayahnya Suci. Beliau terpaksa melakukan perbuatan tersebut, sebab ketidakmampuannya dalam menaikkan perekonomian keluarga, terutama untuk biaya sekolah anak-anaknya. Dengan kecerdasan Jacky, dia dibantu oleh seorang pengacara yang tidak meminta biaya, akhirnya ayahnya bisa dibebaskan tanpa syarat. Dari situ, Jacky belajar tentang hidup yang harus diperjuangkan, salah satu impiannya, yaitu ingin menjadi orang kaya yang bisa memiliki segalanya, meskipun dengan segala cara.

    Hampir setiap hari mereka bermain bersama, bahkan satu sekolah yang belum pernah terpisahkan. Di mana ada Jacky pasti di situ ada Suci pula, tak ketinggalan Chiko. Suci berasal dari keluarga agamis yang kuat, Dia sendiri tumbuh menjadi gadis tomboy karena kebanyakan dari teman-temannya, cowok. Makanya sejak kecil dia bermain seperti anak cowok, yang suka memanjat pohon, bermain di sungai, berlari-lari saling berkejaran, menangkap belut di sawah, dan masih banyak lainnya. Sementara itu Jacky dari keluarga sederhana, namun mempunyai mimpi yang besar untuk menjadi orang yang terpandang di kampungnya. Maklumlah, orang tuanya sering diejek karena ketidakmampuannya dalam perekonomian. Lain halnya dengan Chiko yang merupakan seorang anak dari guru SD yang berada di kampung sebelah. Dia dijuluki si kutu buku. Penampilannya yang culun tak ketinggalan dengan kacamatanya, yang membuat dirinya selalu menjadi langganan bintang kelas di sekolahnya. Kesukaannya menulis mengantarkan dia menjuarai Lomba Puisi Tingkat Kabupaten. Dari dialah nama sekolahnya menjadi terkenal diantara sekolah lainnya. 

     

    Tiga hari kemudian, Suci dan kedua temannya bersiap-siap berangkat ke kota guna menimba ilmu pengetahuan yang akan mengantarkannya ke masa yang lebih menantang untuk diraihnya. Setelah mereka berpamitan dengan orang tua masing-masing dan diiringi dengan doa, mereka bersama-sama melangkah menuju terminal mencari bus yang akan membawanya ke arah utara ke salah satu kota besar,.Tak lama bus yang ditunggunya akhirnya datang juga, mereka bertiga mencari kursi yang masih kosong. Karena setiap kursi cukup untuk dua orang, Chiko mengalah duduk di belakangnya. Di dalam bus, Jacky mengatakan kepada gadis itu yang menjadi sahabatnya sekaligus teman baiknya.

    “Ci, kalau suatu saat nanti kamu sudah menjadi seorang Polwan, apakah kamu akan melupakanku?” tanyanya penasaran.

    “Ah, ya tidak toh. Bagiku Kamu dan Chiko, sahabatku yang paling aku sayangi, bahkan kalian sudah aku anggap bagian dari hidupku.” Ucapnya tersenyum simpul.

    Jacky hanya diam sesaat, entah kenapa jantungnya berdetak kencang. Ada sesuatu yang ingin diungkapkan, namun diurungkannya.

    “Ada apa, Jack? Kenapa kamu diam?” tanya Suci yang penasaran.

    “Ah, enggak. Ya, sudah. Pokoknya jangan pernah melupakan kami ya, jika kamu sudah berhasil meraih impianmu.”

    “Iya, pastilah. Kamu juga, ya! Jangan pernah melupakanku juga, jika kamu berhasil menjadi orang besar nanti. Janji?”

    “Janji!” Mereka pun mentautkan kedua jari kelingking tanda setuju. 

     

    Setelah beberapa jam perjalanan, tujuan mereka sampai di kota itu. Bus yang melaju, kini berhenti di terminal, menurunkan sebagian penumpang yang masih tersisa. Mereka bertiga berpisah mencari sekolah yang dituju maupun tempat tinggal. Tempat kos Chiko berada tidak jauh dari kampusnya yang terletak di pusat kota. Sementara Suci mendapatkan asrama putri di Sekolah Kepolisian di daerah itu juga. Jacky sengaja mencari tempat kos yang harganya lebih murah sesuai dengan dompetnya, letaknya berada di pinggiran kota. Hari itu juga dia menempati kos baru yang didapatnya. Kamarnya kecil, cukup hanya untuk tiduran dan kamar mandinya hanya satu  berada di luar, itu pun untuk bergantian dengan penghuni kos lainnya. Tidak menjadi masalah buatnya, yang terpenting bisa buat istirahat, supaya besok pagi dia bisa secepatnya memperoleh pekerjaan yang bisa buat menopang hidupnya selama di kota perantauan.

    Pagi pun tiba, dia sudah tidak sabar mencari lowongan pekerjaan yang sesuai dengan dirinya. Dengan berjalan kaki, sampailah matanya tertuju pada kertas yang ditempel di tembok pinggir jalan, ada lowongan pekerjaan menjadi supir pribadi di sebuah rumah. Tanpa menunggu lama, dia segera mencari alamat yang tertera. Dengan penuh semangat, dia menemukan alamat yang dimaksud, dilihatnya rumah besar yang berpagar tinggi dan dijaga oleh kedua satpam. 

    “Permisi, Pak. Maaf mau tanya, apakah benar pemilik rumah ini membutuhkan seorang supir?” tanyanya penuh harap. Dia yakin bisa menyetir karena pernah belajar dengan pamannya yang menjadi sopir truk. Bahkan dia pernah diajak mengantarkan barang antar kota.

    “O, iya. Benar. Silakan masuk!” Jawab salah satu satpam sambil membuka pagar yang tinggi itu.

    “Terima kasih, Pak.”

    “Tunggu di sini dulu, ya. Saya tanyakan terlebih dulu sama Bapak.”

    “Baik, Pak.

    Sambil menunggu, Jacky memandang rumah besar yang dikelilingi pagar tinggi untuk menjaga keamanan rumah, dan di halaman teras tersusun beberapa pot bunga yang membuat indah rumah tersebut. Hatinya bergumam dan dengan memejamkan matanya membayangkan masa depannya, “Andai saja ini rumahku, alangkah bahagianya diriku. Bapak dan emak pasti senang melihat keberhasilanku.” 

    “Ehem…” Suara satpam membuyarkan bayangannya.

    “Eh… Pak Satpam, bagaimana, Pak. Apa saya diterima?” tanyanya tidak sabar.

    “Iya, Mas. Silakan masuk! Bapak mau bertemu langsung dengan anda.” Jawab Satpam mengajaknya masuk menemui pemilik rumah.

    “Monggo, Mas.”

     

    Pemilik rumah tersenyum menyambutnya dan menyalaminya.

    “Halo, apa kabarnya? Saya Hermawan, biasa dipanggil Pak Wawan.” 

    “Saya, Jacky Handoko, biasa dipanggil Jacky.” Jawabnya mantap.

    “Silakan duduk. Wah..wah.. saya suka dengan pemuda yang penuh keyakinan seperti kamu, Jacky. Mantap dan semangat, ya. Apakah sudah siap jika saya membutuhkan tenagamu?”

    “Ya, Pak. Saya sudah siap.”

    “Sekarang kamu tinggal di mana?”

    “Saya kos di pinggir kota, Pak.

    “Begini, mendingan mulai sekarang kamu tinggal di sini saja. Ada kamar di belakang yang bisa ditempati bersama dengan para satpam. Karena sewaktu-waktu jika saya pergi, butuh cepat minta diantarkan. Bagaimana?”

    “Siap, Pak. Saya mau tinggal di sini.”

    “Good. Mbok Sayuti, tolong antarkan Jacky ini ke kamar belakang, ya! Dia supir baru di sini.”
    “Baik, Ndoro.” Jawab asisten rumah tangga yang separuh baya yang sudah lama ikut di keluarga ini.”

     

    Sesampainya di kamar belakang yang dimaksud, Mbok Sayuti memberitahukan kalau majikannya orang baik, semua yang bekerja di rumah dianggapnya seperti keluarga sendiri. Pak wawan memiliki tiga orang anak. Anak pertamanya, mbak Silvi yang kuliah di kota besar, dia jarang pulang hanya sesekali jika ada libur panjang. Anak kedua bernama mbak Ayu, dia masih duduk di bangku sekolah SMA kelas 2, anak bungsunya bernama mas Iwan yang masih sekolah SMP. Dan istri pak Wawan yang bernama bu Sekar seorang sosialita yang dihormati oleh kalangan ibu-ibu pejabat. Jacky yang dari tadi mendengarkannya, matanya sambil memandang ke arah halaman belakang rumah yang terbentang kolam renang seluas lapangan voli di kampungnya. Rumah ini kira-kira seluas satu hektar seperti sawah kepunyaan orang kaya di kampungnya. Diam-diam hantinya berdecak kagum.

    Ada sesuatu yang menggerakkan kakinya untuk melangkah ke ruang tamu. Di sana terdapat foto-foto yang dipajang, baik di dinding maupun diletakkan di meja hias. Tampak pak Wawan bersanding dengan istri,dan juga ketiga anaknya. Matanya terhenti ketika melihat foto Silvi yang berdiri di belakang ayahnya. Senyuman gadis itu seakan menggoda hatinya yang masih kosong belum terisi oleh seorang gadis manapun. Lama dia berdiri di situ, hingga saat seseorang menepuk pundaknya mengagetkan dirinya.

    “Eh… Mbok Sayuti.”

    “Mas… jangan lama-lama berdiri di sini, nanti dimarahi Bapak!” ucapnya sambil menarik tangannya masuk ke dapur. “Mas, mau makan atau minum, saya buatkan, ya?”

    “Ah, tidak usah, Mbok. Nanti saya ambil sendiri. Air putih saja, cukup.” Jawabnya sambil duduk di dekat perempuan paruh baya itu. 

    Dengan hati penuh penasaran, dia bertanya. “Memangnya Pak Wawan bekerja sebagai apa ya, Mbok? Rumahnya segede ini.”

    “Oh, beliau seorang pebisnis sukses, relasinya orang-orang penting, cabangnya ada di mana-mana. Memangnya kenapa, Mas?” ujar Mbok Sayuti balik tanya.

    “Gak papa, Mbok, hanya penasaran saja.”

     

    Saat mereka sedang ngobrol, pak Wawan memanggilnya. “Jacky…!”

    Dia yang mendengarnya langsung menghampiri majikannya, “Ya, Pak.”

    “Tolong jemput anak-anak di sekolah, alamatnya di sini!” perintahnya sambil menyerahkan kertas yang sudah ada alamat yang dimaksud.

    “Siap, Pak!”

    Dia bergegas menuju mobil yang diparkir di garasi sebelah, dan segera memacunya supaya tidak terlambat. Dia tidak ingin hari pertama bekerja tidak memuaskan. Sesampainya di depan sekolah SMP bonafit ini, dia menghampiri Iwan yang sudah menunggunya dari tadi. Dengan sedikit menggerutu, dia protes kepadanya.

    “Huh…. Supir baru, ya? Jangan terlambat dong! Dari tadi aku sudah menunggu sampai kering.” Katanya yang cemberut, karena sebelumnya sudah diberitahukan oleh ayahnya, bila ada sopir baru di rumahnya.

    “M… Maaf, Mas Iwan. Saya belum hafal jamnya pulang sekolah. Besok lagi saya akan menjemput lebih awal. Sekarang saya mau jemput Mbak Ayu di sekolahnya terlebih dulu, ya?” katanya sambil membukakan pintu untuk anak majikannya.

    “Iya… ya, sana!”

     

    Tak lama, mobilnya sampai juga di depan sekolah SMA yang dimaksud. Ayu yang sudah menunggu segera masuk. 

    “Makasih, Pak.”

    “Ih, jangan panggil Pak, dong! Panggil Mas Jacky, kan masih muda.” Timpal Iwan meledek kakaknya.

    “Ah, kamu ini. Gak papa, kan, panggil Pak Supir?”

    “Benar kata Mas Iwan, Mbak. Jangan panggil Pak, lagian saya belum tua. Umur saya tidak beda jauh dari Mbak Ayu, kok.”

    “Oh… Okelah kalau begitu.”

     

    Sesampainya di rumah, dilihatnya bu Sekar yang sudah pulang dari perkumpulan arisan ibu-ibu sosialita menyambut kedua anaknya pulang sekolah dan mengajaknya masuk ke rumah. Sementara Jacky memarkir mobilnya, lalu membersihkannya.

     

    ******

    Hari Minggu saatnya berlibur, keluarga ini berkumpul di halaman rumah sambil menikmati sarapan. Ketika sedang bercengkerama, tiba-tiba ponsel pak Wawan berdering.

    “Bak…. Baik, Pak. Saya akan segera kesana sekarang.”

    “Ma… hari ini aku akan berangkat ke Jakarta, ya. Ada urusan penting yang harus aku selesaikan secepatnya.

    “Loh, kok tiba-tiba? Apa tidak bisa ditunda, Pa?” tanyanya penasaran.

    “Ada partner kerja Papa dari luar negeri akan datang, jadi semua diharuskan berkumpul.” Pak Wawan mencoba menjelaskannya.

    “Ya sudah, hati-hati, Pa!”

    “Papa akan ajak Jacky, ya. Aku butuh dia untuk mengantarkanku, biar lebih cepat karena  tidak perlu beli tiket kendaraan.”

    “Iya, Pa.” 

    Kemudian, pak Wawan memanggilnya, dengan tergopoh-gopoh Jacky mendatanginya.

    “Siapkan mobil Bapak sekarang, ya! Hari ini akan berangkat ke Jakarta secepatnya.” Suruh bu Sekar kepadanya.

    “Siap, Bu.”

     

    Pak Wawan yang sudah berpamitan dengan anak istrinya, segera masuk ke mobil yang sudah siap mengantarkannya. Sesekali mereka mengobrol ringan untuk menemani Jacky menyetir,  supaya tidak mengantuk. Didengarnya pula majikannya, terus menelpon partnernya yang sudah menunggu di sana. Di dalam hatinya, dia masih penasaran dengan bisnis majikannya yang sedang digeluti.

     

    ******

    Lima jam berlalu, akhirnya mereka telah sampai di kota metropolitan yang serba gemerlap, apalagi saat malam tiba, nampak lampu-lampu yang berjajar mewarnai sepanjang jalan. Mereka telah sampai di sebuah Gedung, dan di sana majikannya sudah disambut oleh partnernya. Sementara itu Jacky menunggu di luar, dilihatnya ada beberapa orang yang juga turun dari mobilnya. Semua berpenampilan rapi memakai jas yang berseragam, dan sepatu yang disemir sehingga tampak kinclong.

    “Wah…. hebat, ya. Ah, seandainya aku bisa seperti mereka. Alangkah bahagianya aku.” Pikirannya mulai melayang membayangkannya lagi.

    Lamunannya buyar, seketika ada bunyi telpon dari sakunya, dilihatnya nama sahabatnya, Chiko.

    “Hei… Jack, apa kabarmu sekarang, Kamu di mana sekarang?”

    “Hai.. Ko. Aku baik-baik saja. Sekarang aku bekerja sebagai sopir di sebuah keluarga konglomerat. Kamu tahu, rumahnya seluas sawah milik pak Indra, dan gede banget.”

    “Weh…. Selamat, ya. Hati-hati kamu di sana, semoga sukses, apa yang kamu cita-citakan segera terwujud.”

    “Makasih ya, Ko. Semoga cita-citamu juga tercapai.”

    Mereka melepas rindu bercanda tawa meski sementara lewat ponsel.

     

    ******

    Jacky menunggu majikannya sambil makan di warung kecil pinggir jalan menikmati nasi goreng makanan favoritnya. Tak lama, nampak dua mobil datang, orang yang di mobil belakang segera membukakan pintu mobil di depannya. Mereka semua menundukkan kepala, ketika seorang lelaki bertubuh tinggi besar keluar. Dengan setelan jas yang perkiraan harganya mahal, tubuhnya tinggi besar, berkumis tebal, dan berkacamata hitam. Semua orang mengikuti dan mengawalnya dari belakang. Hatinya mulai bertanya, “Siapa orang ini, ya? Wah hebat, semua tunduk padanya.”

    Sambil makan, dia bertanya kepada penjual nasi goreng, “Bu, apakah Ibu tahu, siapa dia?”

    “Oh, itu, Mas. Dia bos besar dari luar negeri. Setahu saya dia pimpinan dari beberapa orang kaya seperti majikan, Mas.”

    “Memangnya, mereka bisnis apa ya, Bu?”

    “Loh, gimana sih, Mas. Kok malah nanya ke saya. Harusnya, situ yang lebih tahu.”

    “Saya masih baru kok, Bu. Makanya saya penasaran. Orang yang datang ke gedung itu semua sukses.” Katanya yang masih penasaran.

    “Aku harus tahu bisnis mereka. Aku ingin sukses seperti mereka.” Batinnya yang lebih kuat mendukung keinginannya.

     

    ******

     Sementara itu di dalam ruangan tertutup, beberapa jajaran sedang rapat membahas tentang kerjasama mereka melebarkan bisnis sampai luas. Sasaran bisnis ini tidak hanya untuk orang kaya saja, melainkan semua orang yang membutuhkan barang dari bisnis mereka. Bahkan bisa juga remaja dan anak-anak sekolah. Produk ini tidak hanya bentuk original, melainkan bisa dibentuk dalam olahan lain yang lebih disukai oleh banyak orang. Mereka manggut-manggut setuju dengan prospek kedepannya dan siap menyebarluaskan ke orang-orang yang butuh bantuan. Begitulah bisnis mereka yang bisa membuat orang menjadi kaya secepatnya. Bisnis apa ini? Sama seperti pertanyaan Jacky yang dibuat penasaran.

     

    Kreator : Sri Setyowati

    Bagikan ke

    Comment Closed: Terjerumus ke Lembah Hitam

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Menurut Stephen Covey Manusia Memiliki Kebutuhan Dasar, Kecuali? a. To Live b. To Love c. To Listen d. To Leave the Legacy Jawaban: c. To Listen Menurut Stephen Covey Manusia Memiliki Kebutuhan Dasar, Berikut Pembahasannya: Stephen Covey, seorang penulis dan konsultan manajemen terkenal, dalam karya-karyanya sering membahas tentang kebutuhan dasar manusia. Dalam bukunya yang terkenal, […]

      Jun 25, 2024
    • Hari sudah menunjukkan pukul 14.30. Suasana di sekolah tempat Ustadz Hamdi mengabdikan diri sudah mulai sepi. Anak-anak sudah banyak yang pulang. Ustadz Hamdi masih duduk di meja kerjanya sambil memeriksa satu persatu tugas murid-muridnya. Saat itu tiba-tiba HP Ustadz Hamdi berdering “Kriiing, kriiing, kriiing…”  “Halo…., Assalamu alaikum !”  “Wa alaikum salam. Ini Lisa, pak Ustadz.” […]

      Jun 06, 2024
    • Aku adalah teman sekelas Sky di SMP, kami berada dikelas yang sama selama 3 tahun. Sekarang setelah masuk SMA kami berada di sekolah dan kelas yang sama. Sky selalu menjadi orang terpopuler di sekolah, Sky tinggi,  tampan, dan sangat ramah. Namun sayangnya aku merasa dia selalu dingin hanya padaku, aku bahkan tidak tau alasan dibalik […]

      Jun 10, 2024
    • Mahaga Belom Bahadat adalah bahasa Dayak Ngaju yang mempunyai makna yaitu menjaga kehidupan yang saling menghargai, menghormati serta menjunjung tinggi kehidupan Adat Istiadat maupun tradisi kearifan lokal di wilayah yang kita tempati. Era zaman sekarang ini sudah banyak sekali para generasi yang melupakan prinsif-prinsif hidup yang telah dulu ditinggalkan para leluhur(nenek moyang) kita, padahal banyak […]

      Jun 02, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021