KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Terjerumus ke Lembah Hitam (Bab 14)

    Terjerumus ke Lembah Hitam (Bab 14)

    BY 16 Agu 2024 Dilihat: 143 kali
    Terjerumus ke Lembah Hitam (Bab 14)_alineaku

    Tumbangnya Bos Besar

    Jacky yang melihat dirinya sudah dikepung sendirian membuat kemarahannya memuncak, matanya memerah dan membentak seluruh anggota pasukan dari kepolisian, “Tembak aku jika mau. Kalian tidak akan mendapatkan yang kalian inginkan.” 

     

    Suci yang melihat pasukannya maju mendekat dan siap menembak, berusaha menghalanginya, “Jangan tembak! Turunkan senjata kalian, kita tangkap dia tapi dengan cara yang baik, jangan menodongkan senjata!”

     

    Tapi pasukannya tak bergeming, bahkan tidak mendengarkannya, mereka masih bersiap menembak Jacky yang berdiri gemetar karena menahan amarahnya yang sudah berada di ubun-ubunnya. Mereka masih saling diam cukup lama menunggu komando untuk menembak atau menangkap salah satu gembong besar pemegang kunci rahasia jaringan terbesar yang sudah lama  dicari. 

     

    “Dengar semuanya! Dengan kalian membunuhku sekali pun tidak akan membuat jaringan ini mati. Masih banyak bos-bos besar yang mengendalikan bisnis ini. Banyak orang-orang yang berpengaruh di negeri ini ikut andil memperluas bisnis menggiurkan bagi siapa pun juga yang ingin cepat kaya. Kami ada karena di luar sana masih banyak orang yang membutuhkannya. Jangan kalian sangka dengan membunuhku lantas jaringan ini akan mati. No! Jaringan ini akan terus ada dan berkembang, bahkan di negara lain pun tetap sama. Mereka yang masih mau masuk ke lembah hitam ini akan rela mempertaruhkan nyawanya demi kesenangan yang tak akan ada habisnya, walaupun mereka tahu ini hanya sesaat. Tapi, bagi yang pernah mencicipi pasti akan terus mencari barang ini dan menyebarluaskannya.”

     

    Suci yang mencoba berdiri masih tetap membujuk sahabatnya yang mempertahankan diri dan tidak mau ditangkap. “Jack, jangan melawan kami, ikutlah dengan kami secara baik-baik! Setidaknya ingatlah demi anak dan istrimu, mereka masih membutuhkanmu!”

     

    “Tahu apa kamu, Ci! Sejak kami menikah, istriku lebih tegar dan siap menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi. Jadi, kamu jangan sok menasihatiku! Memangnya kamu ini siapa?”

     

    “Jack, aku peduli padamu karena kamu sahabatku, orang yang sangat baik pada teman-temannya. Kamu juga yang selalu melindungi kami jika ada yang mengganggu. Bersama Chiko kita sering bareng berangkat sekolah dan bermain bersama. Tidakkah kau ingat itu. Kini, demi barang terlarang ini kamu memutuskan hubungan kita. Kamu sekarang menjadi kejam tanpa punya belas kasih lagi. Di mana Jacky yang dulu?” Ujar Suci yang menangis berusaha menyadarkan sahabatnya. Mereka berdua masih saling bertahan tapi tidak menemukan titik temu. Malah di sini Jacky memaki-makinya yang membuat Suci merasa sakit hati atas perkataan Jacky. Pak Sandi yang melihat mereka berdua sudah tidak tahan lagi, mendengar anggota timnya dikasari dengan perkataan yang membuat kuping panas. Oleh karena itu Pak Sandi memberi kode kepada anggotanya untuk menangkap Jacky dengan melangkah perlahan-lahan mendekatinya, namun mata dan telinga Jacky yang siaga segera menembakkan pelurunya ke arah pasukan khusus ini. Begitu juga sebaliknya pasukan ini saling menembakkan ke arah gembong besar ini yang berusaha melawan sendirian. 

     

    “Door…! Door…!” Terdengar suara keras tembakan yang diarahkan ke tubuh bos besar jaringan ini. Beberapa peluru yang berhasil menembus tubuhnya membuat darahnya mulai mengalir di sekujur tubuhnya. Dia berusaha untuk tetap berdiri, tapi tubuhnya tidak bisa bertahan lagi. Perlahan-lahan tubuhnya tumbang akibat serangkaian peluru yang ditembakkan tepat di dadanya yang hampir menembus jantungnya. Suci dengan gerak cepat menangkap tubuhnya supaya tidak terjatuh di tanah. “Jacky…..!” 

     

    Kemudian Suci segera memangku tubuh sahabatnya yang bersimbah darah, dengan isak tangisnya membisikkan kata-kata, “Jack bertahanlah, kamu pasti kuat!” Lalu matanya memandang anggota pasukannya dengan berteriak dan menangis, “Tolong panggilkan ambulance!” 

     

    Dengan sigap pasukannya membantu membopong tubuh Jacky dan membaringkannya di tempat tidur, kemudian didorongnya memasuki ambulance. Suci ikut mengawal dan menemani di dalam mobil ambulance. Sementara itu petugas medis memberikan bantuan pernafasan berupa masker oksigen untuk membantu pernafasannya yang mulai tersengal-sengal. 

     

    Suci yang masih menangisi kondisi sahabatnya mencoba memberikan ketenangan dengan memegang erat tangannya, “Jack, kamu harus kuat, ya!”

     

    Mata Jacky yang sudah dipenuhi air mata dan peluh keringat menatap ke arahnya, “Suci…. Maafkan aku. Aku tidak bermaksud kasar padamu, aku hanya tidak ingin diganggu dengan kebaikanmu. Aku titip anak dan istriku, ya. Sesekali jenguklah mereka, terutama Dio. Dia masih membutuhkan kasih sayang orang tua. Katakan padanya, jika Papanya selalu menyayanginya, dan sampaikanlah maafku padanya!”

     

    “Jack, tanpa kamu minta aku sudah memikirkan nasib putramu. Dia akan aku angkat sebagai anakku sendiri, kamu jangan khawatir.”

     

    “Te..terima ka..sih, Ci. A..ku juga titip salam pada Ba..pak dan I..bu di kam..pung. Sam..paikan pada me..reka a..ku belum bisa menjadi a..nak kebanggaan orang tu..a.” Nafas Jacky mulai tersengal-sengal lebih cepat. Petugas medis mencoba menambah oksigen supaya mengurangi sesak nafasnya.

     

    “Jack, pasti akan aku sampaikan pada mereka berdua. Sudah, jangan bicara lagi!” 

     

    Jacky mulai menggigil kedinginan dan bibirnya terlihat pucat, “Ci…dingin sekali.”

     

    Lalu Suci membuka jaket yang dipakainya untuk menutupi tubuh sahabatnya yang mulai dingin, dan dipeluknya dalam dekapannya yang hangat. Seketika tubuh Jacky berhenti menggigil, dan membisikkan kata-kata yang menyesakkan dada Suci, “Ci, aku sayang padamu… sekali lagi maafkan aku.”

     

    Suci yang mendengarnya semakin erat memeluk tubuh sahabatnya, “Jack, aku juga sayang kamu.” 

     

    Tangan mereka pun saling menggenggam erat seperti tidak mau dilepaskan, Suci ingat tanda-tanda sakaratul maut yang sedang dihadapi oleh orang yang akan meninggal, pelan-pelan dituntunnya sahabatnya, “Ikuti ucapanku, Jack. La ilaha illallah muhammadurrasulullah.”

     

    Jacky mengikuti ucapan sahabatnya, dengan tarikan nafas terakhirnya dan menghembuskannya yang dibarengi dengan menutupnya mata.

     

    “Jacky….!” Teriakan Suci mengagetkan sopir ambulance yang sudah tiba di halaman rumah sakit milik kepolisian. Dengan berlinangan air mata, dia masih memeluk tubuh sahabatnya seakan tidak mau berpisah dengannya. Pak Sandi memberikan pengertian padanya, “Dek Suci, sudah, ya. Lepaskan dia, serahkan pada petugas selanjutnya!”

     

    Kemudian Suci perlahan-lahan meletakkan tubuh Jacky kembali dan menyerahkannya kepada tenaga medis yang bertugas dengan sigap membantu memindahkan tubuh Jacky yang terbujur kaku. 

     

    ******

    Suci yang masih duduk di luar kamar jenazah menunggu tim forensik selesai melaksanakan tugasnya yang kemudian membuat sejumlah laporan kepada pihak-pihak yang terkait. Bajunya yang berlumuran darah Jacky masih dibiarkannya, bau anyir darahnya masih tercium menyengat. Tapi dia tidak memperdulikannya, baginya dengan darahnya Jacky yang masih melekat dia merasa sahabatnya masih di sampingnya. Ingatannya saat Jacky mengucapkan kata-kata terakhirnya yang mengungkapkan rasa sayang padanya membuat jantungnya berdegup kencang. Kata-kata yang sudah lama ditunggu baru didengarnya saat sahabatnya menghadapi mautnya, dan ketika tubuh Jacky menggigil yang dipeluk erat dirinya menambah kesedihannya. Sesekali air matanya mengucur deras tak bisa dibendungnya lagi. 

     

    Pak Sandi yang melihatnya dari tadi menjadi terharu melihat persahabatan mereka yang dalam, dengan lembut menghampiri dan memberi semangat, “Dek Suci, sabar ya, kamu pasti kuat! Jacky lebih memilih mati, ini yang diinginkannya.”

     

    “Ya, Pak. Maafkan Jacky, dia tidak mau dipenjara yang akan membuat keluarganya malu.”

     

    Suci segera memberi kabar kematian Jacky pada keluarga besarnya yang tinggal di kampung. Tentu saja kabar yang mengagetkan ini sempat membuat geger warga kampung yang mengenalnya. Pribadi yang tegas namun bersahaja, tetap rendah hati dan suka menolong. Nama baiknya menjadi seorang dermawan masih terus dikenang karena banyak sumbangsihnya terhadap kemajuan desanya. 

     

    Beberapa jenazah dari komplotan jaringan ini yang berhasil dilumpuhkan dan memilih mati, diberikan kepada pihak keluarga masing-masing yang sudah menunggu di luar rumah sakit. Dengan beriringan air mata, mereka membawa anggota keluarga ke peristirahatan terakhirnya di daerah asalnya masing-masing. Sementara itu jenazah Jacky diserahkan kepada Suci sebagai perwakilan dari keluarganya yang di kampung, karena orang tua dan kerabatnya yang mendapat kabar mengejutkan tidak siap menjemputnya. Atas saran dari Suci, seluruh keluarga menunggu jenazahnya di kampung saja. Mereka sangat kehilangan orang yang sudah banyak berjasa pada keluarganya sendiri dan warga kampungnya, yang diketahui beberapa tahun terakhir Jacky telah banyak membantu untuk pembangunan desanya, seperti membangun gedung sekolah dasar dan jalan-jalan yang rusak sehingga bisa dilalui sepanjang jalan yang menghubungkan ke desa lainnya. Bahkan telah membantu biaya renovasi masjid di kampungnya, yang mana atapnya sudah mulai rapuh. 

     

     

    Kreator : Sri Setyowati

    Bagikan ke

    Comment Closed: Terjerumus ke Lembah Hitam (Bab 14)

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]

      Sep 18, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024
    • Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]

      Sep 05, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021