Silvi yang diberitahukan oleh pihak kepolisian tentang kematian suaminya segera menuju rumah sakit bersama anaknya yang sudah sehat. Kemudian atas izin dari pihak kepolisian masuk ke ruang jenazah untuk melihat suaminya yang telah meninggalkannya. Dengan tangan yang gemetar, dia membuka kain putih penutup jenazah suaminya dan berusaha menahan tangisnya. Setelah melihat jenazah suaminya yang terbujur kaku dan pucat, barulah dia menumpahkan air matanya. Dia sempat teringat ucapan terakhir dari suaminya, “Sayang, jika suatu hari nanti ada sesuatu yang terjadi padaku, relakan aku ya. Kamu harus kuat untuk Dio, berikan kasih sayang padanya!”
Dia tidak menyangka kata-kata terakhir dari suaminya menjadi kenyataan. Mulutnya berbisik di telinga suaminya yang sudah tidak bisa mendengarnya lagi, namun dirinya yakin suaminya tahu apa yang diucapkannya, “Hai suamiku yang aku cintai, aku kuat dan ikhlas dengan ketentuan dari Allah. Aku merelakanmu pergi. Semoga Allah mengampuni dosa-dosamu dan menempatkan dirimu yang terbaik di sisi-Nya, aamiin.” Lalu dikecupnya kening suaminya dengan lembut dan penuh kasih. Dengan rasa sedih, Silvi menemui Suci yang masih memberikan ketenangan pada Dio.
“Ma, bolehkah Dio melihat Papa untuk terakhir kalinya?”
“Dio tahu kan, Papa sudah meninggal. Apa Dio bisa kuat nantinya?” tanya Mamanya balik.
“Dio tahu, Ma. Dio hanya ingin melihat Papa dan mengucapkan selamat jalan pada Papa,” kata Dio dengan berlinangan air mata, yang membuat Silvi dan Suci bertangisan melihat anak kecil ini yang masih polos.
“Baiklah kalau Dio kuat, ayo masuk ikut Mama!” Ajak Mamanya sambil menggandengnya.
Setelah selesai melihat jenazah papanya, Dio terlihat tegar dengan menggandeng tangan mamanya yang keluar tanpa menangis lagi. Kemudian Suci mengajak Silvi dan anaknya mengantarkan jenazah Jacky ke peristirahatan terakhirnya yang berada di kampung. Pak Sandi dan para anggota kepolisian yang lain ikut mengawal jenazah Jacky yang segera diberangkatkan ke kampungnya. Suci, Sivi, dan putranya ikut di mobil jenazah, sementara rombongan dari kepolisian mengikutinya dari belakang. Sepanjang jalan Suci membacakan surat yasin untuk sahabatnya. Sesekali dia menyeka air matanya yang terjatuh di kedua pipinya. Dia mencoba mengikhlaskan kepergian sahabatnya yang memilih cara seperti ini. Di depannya, Silvi dan putranya yang duduk berpelukan berusaha menahan lajunya tetesan air matanya. Mereka mengingat sosok yang penuh kasih dan bertanggung jawab pada keluarga dan ini menjadi kenangan terindah saat masih bersama.
Isak tangis dari keluarganya dan seluruh warga kampung membuat suasana menjadi sedih. Jacky yang pernah menjadi orang terpandang dan dipuja-puja oleh warga kampungnya karena telah membantu banyak orang, sungguh sangat disayangkan mengalami kejadian ini. Rombongan iring-iringan mobil yang mengantar jenazah Jacky akhirnya tiba di halaman rumah orang tuanya. Mobil ambulance yang membawa jenazah Jacky dibuka oleh anggota kepolisian, di dalamnya terlihat Suci, Silvi dan putranya. Mereka disambut haru oleh kedua orang tua Jacky yang sudah tak sabar melihat anaknya. Silvi menyalami mertuanya dan saling memeluk karena rasa kangen. Ayah mertuanya memeluk cucunya yang sangat disayanginya, “Dio, cucu Mbah Kung apa kabar, Sayang?”
“Baik, Mbah Kung,” jawab Dio yang memeluk erat kakek dan neneknya yang sudah lama tidak bertemu dan dirindukannya.
Para anggota polisi dengan dibantu oleh warga kampung meletakkan jenazah Jacky di ruangan tamu yang cukup luas. Semasa hidupnya Jacky sering mengirim uang untuk renovasi rumah orang tuanya dan memperluasnya, sehingga orang tuanya dan keluarga besarnya bisa berkumpul dengan leluasa di rumahnya. Semua sudah tidak sabar melihat Jacky untuk yang terakhir kalinya. “Jenazah Pak Jacky sudah dimandikan dan dibersihkan di rumah sakit, Pak, Bu. Tinggal menshalatkan saja.” Kata salah satu anggota polisi.
“Baik, terima kasih, Pak. Bolehkah kami melihat wajah anak kami?”
“Silakan, Pak, Bu!” Mereka lalu membuka kain kafan penutup mukanya. Nampak wajah Jacky yang tenang dan tersenyum. Semua orang yang melihatnya keheranan dan takjub, karena dari raut mukanya seperti tidak terlihat kesakitan, dan ikhlas meninggalkan semuanya. Ya, dirinya sudah berhasil mengangkat derajat kedua orang tuanya meskipun jalan yang ditempuhnya salah. Tapi, keinginan membahagiakan mereka sudah terlaksana, dan menjadi kebanggaan keluarga besarnya yang sempat nama baiknya disanjung-sanjung karena keberhasilannya oleh orang-orang yang mengenalnya maupun yang tidak. “Jacky…. Anakku Sayang, kenapa kamu lakukan ini, Le?” tangis ibunya yang bercucuran air mata di pipinya yang sudah keriput.
“Sabar, Bu. Jangan begitu, ikhlaskan yang sudah terjadi!” Kata para pelayat yang datang. Diikuti adik-adiknya yang juga masih menangis tidak percaya, kakaknya pergi secepat ini meninggalkan mereka.
Ayah Suci yang turut hadir di kerumunan para pelayat memeluk putrinya untuk menenangkannya dan memberikan kekuatan supaya tidak larut dalam kesedihan. “Ikhlaskan, Nak! Semua yang menjadi milik Allah bila waktunya tiba akan kembali kepada-Nya.”
“Iya, Pak.” Lalu Suci bergantian dipeluk oleh ibunya yang juga ikut meneteskan air matanya, mengingat dulu putrinya sempat dijodohkan dengan Jacky, tapi Allah berkata lain. Mereka saling mengusap air matanya yang belum mau berhenti.
Ayah Suci yang didampingi oleh tokoh agama lain, memimpin shalat jenazah yang diikuti oleh banyak pelayat yang hadir. Di sana juga hadir teman-teman sekolahnya yang mendapat kabar berita dari media sosial dan televisi, diperlihatkan foto Jacky ketika sudah tertangkap dan dinyatakan meninggal. Mereka ikut menyaksikan teman seperjuangannya yang dulu menuntut ilmu bersama di sekolah untuk terakhir kalinya, dan tidak pernah menyangka Jacky berhasil menjadi bos besar sesuai impiannya meskipun menjadi pelaku tindak kriminal. Mereka memaklumi keadaan yang diambilnya untuk keluarganya. Menurut mereka Jacky masih tetap sama seperti yang dulu, tetap rendah hati walaupun penampilannya sudah berubah. Suci yang melihat teman-temanya berkumpul, ikut menyalaminya. Semua berpelukan dan saling menguatkan dirinya. Karena mereka tahu, dimana ada Jacky pasti ada Suci, bahkan Chiko yang selalu berada dekat dengannya.
Waktunya segera dilaksanakan, para pelayat ikut mengantarkannya sampai ke pemakaman. Perlahan-lahan jenazah Jacky dimasukkan ke liang lahat dan diperdengarkan adzan. Kita berasal dari tanah, akan kembali ke tanah juga. Demikianlah kita sebagai makhluk yang diberikan nyawa dan diciptakan Allah akan kembali kepada yang memilikinya. Setelah tanah diturunkan untuk menimbun tubuhnya, kemudian Pak Ustad memimpin doa sebagai pengampunan dosa almarhum dan pengantar jalannya menuju tempat kembali.
Suci yang terlihat kelelahan sejak kemarin belum makan dan minum mendampingi jenazah sahabatnya masih sesekali menangis bila mengingatnya, sampai kedua matanya terlihat bengkak dan memerah. Rasa pusing di kepala sudah tak tertahankan lagi, matanya mulai berkunang-kunang, tubuhnya lemas tapi dia berusaha untuk tetap bertahan sampai proses pemakaman selesai. Semua pelayat satu persatu meninggalkan pemakaman dengan berpamitan pada keluarga dan kerabatnya. Perlahan-lahan tubuh Suci terjatuh, untungnya Pak Sandi yang berada di sampingnya segera menangkap tubuhnya dan membopongnya ke dalam mobil, dan ayah Suci mempersilakan dibawa ke rumahnya.
Pak Sandi dan anggotanya sedang berbincang-bincang di ruang tamu, suaranya terdengar dari kamarnya Suci. Dirinya yang mulai sadarkan diri dan bangun, disuruh ibunya segera makan. “Makanlah, Ci. Katanya Pak Sandi dari kemarin kamu tidak makan dan minum, ya.”
“Iya, Bu. Rasanya tidak enak makan.” Jawab Suci menolaknya yang merasa nafsu makannya menurun karena masih sedih.
“Coba paksakan sedikit, ingatlah kamu masih dibutuhkan oleh tim mu. Jika kamu sakit bagaimana kamu bisa bertugas?” Perintah ibunya. ”Ci, Pak Sandi ganteng ya? Dia masih single atau sudah berkeluarga?” bisik ibunya di telinganya.
“Memangnya kenapa, Bu?” tanya Suci sambil mencicipi makannya.
“Ayah dan Ibu melihat, Pak Sandi sangat perhatian padamu. Jika kalian berjodoh kami tidak keberatan.”
Suci yang mendengar perkataan ibunya, menghentikan mengunyah makannya, “Belum tahu, Bu. Aku belum memikirkannya.”
“Ya, sudah makanlah dulu. Ibu mau keluar sebentar. Setelah habis, segera kamu temui anggota dan komandanmu, ya!” Perintah ibunya yang dijawab Suci dengan anggukan kepalanya.
*****
Hari sudah sore, semua bersiap kembali ke kota, Suci dan Pak Sandi yang sedang berbincang-bincang di pinggir persawahan melihat gumpalan awan putih yang perlahan-lahan memudar, dan di atas juga ada sekumpulan burung yang terbang mengikuti satu burung di depannya yang memberi komando.
“Dek Suci, ada sesuatu yang mau aku tanyakan padamu.”
“Ya, Pak. Ada apa?”
“Bagaimana menurutmu jika aku mempunyai perasaan kepadamu?”
“Maksudnya, Pak?” Jawab Suci dengan jantung yang berdebar-debar.
“Saya menyukaimu, Dek, layaknya sepasang kekasih.” Suci yang mendengarnya tertunduk tersipu malu. “Jika kamu membalas cintaku, hari ini juga akan aku sampaikan niatku mempersuntingmu kepada Ayah dan Ibumu dengan disaksikan oleh anggota kita.”
Suci masih terdiam belum memberikan jawabannya, “Ya sudah kalau kamu diam berarti kamu tidak setuju dan tidak menerimaku. Aku akan kembali ke Jakarta sekarang.”
“Tunggu pak Sandi!” Suci menghentikan langkah komandannya, “Kenapa Bapak tidak menunggu jawaban dari saya? Bismillah, saya terima Pak Sandi sebagai calon saya.”
“Benarkah?” Tanya Pak Sandi yang menyakinkan gadisnya, yang dijawab dengan anggukan kepala suci.
Ketika semua bersiap pamit, Pak Sandi menyampaikan niat dan perasaannya kepada ayah dan ibu kekasihnya, yang ingin meminangnya sebagai pendamping hidupnya. Tentu saja mereka berdua direstui oleh orang tuanya Suci sejak awal yang memang sudah simpatik dengan komandan cakep ini.
“Kamu serius, Ci?” tanya Ayah dan Ibunya yang merasa bahagia.
“Iya, Pak. Saya sudah bicara dengan Pak Sandi.”
“Baiklah kalau begitu, kami tunggu kedatangan Pak Sandi dan keluarga di rumah ini lagi.” Jawab ayahnya memberi lampu hijau tanda setuju. Mereka pun berpelukan saling menerima.
******
Silvi dan Dio menetap tinggal di kampungnya Jacky, karena mbah kakung dan mbah putri menginginkan mengasuh Dio supaya selalu dekat dengan mereka. Mereka menganggap Dio pengganti Jacky yang sudah tiada. Sesuai janjinya Suci terhadap Jacky, Dio diangkat sebagai anak angkatnya, dan akan dibiayai sekolahnya hingga ke jenjang lebih tinggi. Silvi dan Suci kini berteman baik dan sudah seperti saudara sendiri.
Akad nikah pernikahan dua sejoli ini dilaksanakan di kampungnya Suci, dan resepsinya digelar mewah di sebuah gedung serba guna milik kantor mereka bertugas. Acaranya dengan sejumlah rangkaian upacara adat dan dimeriahkan oleh aksi panggung penyanyi terkenal yang memandu tamu yang hadir ikut berkaraoke dan berjoget bersama. Pesta ini dihadiri juga oleh para tamu yang terdiri dari atasan dan seluruh anggota kepolisian dari berbagai tim khusus lainnya, beserta jajarannya. Tatapan mata Pak Sandi kepada Suci tak bisa dilepaskan, senyum manisnya telah membuat hatinya tergoda tidak bisa tidur dan terbayang terus di matanya. Suci yang diam-diam mengagumi pria ini ternyata juga menaruh hati namun tidak berani mengungkapkannya. Lalu dengan hati yang berbunga-bunga, Pak Sandi memeluk Suci yang sudah menjadi istrinya dengan erat dan dikecup keningnya sebagai tanda kasih sayang padanya.
**Selesai**
Kreator : Sri Setyowati
Part 15: Warung Kopi Klotok Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]
Part 16 : Alun – Alun Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]
Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]
Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]
Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]
Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]
Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]
Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,, begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]
Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]
Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]
Comment Closed: Terjerumus ke Lembah Hitam (Bab 15)
Sorry, comment are closed for this post.