KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Bersambung
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Madhoe Retna
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Terong Makan Terong

    Terong Makan Terong

    BY 07 Des 2022 Dilihat: 182 kali

    Oleh : Herman Palemmai

    Ini sebenarnya kisah lama. Bahkan sudah amat sangat lama. Tapi kisah ini kembali menjadi “baru” setelah Deddy Corbuzer menghadirkan sebuah pasangan “terong makan terong” sebagai nara sumber dalam podcastnya di You Tube. Namanya Ragil Mahardika, seorang lelaki belok dengan suaminya yang berkebangsaan Jerman, Frederik Vollert. Dan sekarang tinggal di Jerman.  

    Ragil sudah beberapa tahun terakhir ini berseliweran di medsos karena, konon, ia jujur tentang orientasi seksualnya sebagai seorang gay. Dan karena itulah, ia memilih bersuami lelaki Jerman. Tentang pilihan hidupnya itu, Ragil berceloteh, “coba kalau kita sama-sama EGP, ya udah kalau kenapa-kenapa kan dia sama dirinya, sama keluarganya yang menanggung… Coba kalau sama-sama nggak usah peduli sama urusan pribadinya si A, urusan pribadinya si B, paling nggak hidup kita sama-sama bahagia ya.” (KapanLagi.com).

    Tapi benarkah perilaku belok itu hanya ditanggung oleh pelakunya dan keluarganya sendiri? Simaklah pengakuan seorang Ibu kepada Irene Radjiman (yang saya dapatkan dari sebuah grup WA). Konon, Ibu itu hendak memasukkan anaknya di sekolah pilot tempat Irene mengajar. Namun, admin sekolah pilot tersebut menyarankan agar anak si Ibu melakukan terlebih dahulu medical check-up untuk meyakinkan bahwa ia benar-benar sehat secara fisik. Hasil medical check-up keluar dan si anak terinveksi virus HIV-AIDS. Si Ibu syok. Sedang suaminya langsung stroke. Mereka tak percaya. Anaknya bukan pengunjung tempat-tempat prostitusi. Anaknya bahkan aktif di klub bulutangkis, tenis meja, dan gym.

    Lalu kenapa bisa? Si Ibu tak mengerti. Ternyata si anak terlibat hubungan sesama jenis alias terong makan terong. Si anak berkenalan dengan seorang dosen sebuah universitas ternama. Sangat ramah dan humble sehingga sangat mudah akrab dan dekat dengan siapa pun. Si dosen bahkan sering bertandang ke rumah si Ibu. Begitu pula sebaliknya. Si anak juga kerap izin menginap di tempat sang dosen. Orang tua tentu memperkenankan sebab sang dosen orang yang ramah dan humble. Dua sifat yang bisa dengan mudah “menipu” orang bahwa ia orang baik. 

    Begitulah kisah si Ibu ke Irene yang akhirnya batal memasukkan anaknya ke sekolah pilot karena terinveksi virus HIV-AIDS alias terkategori ODHA (Orang Dengan HIV-AIDS). Inikah perilaku belok yang tidak berdampak ke orang lain, seperti celoteh si Ragil itu? Maka, “saat kaum belok ini diberi panggung, diterima, dianggap wajar, sama saja kita sedang membuka peluang bagi anak-anak kita untuk meracuni kesehatan jiwa dan raganya,” gugat Irene. Lalu, apakah Deddy Corbuzer telah membuka peluang itu karena telah memanggungkan si Ragil bersama suaminya melalui podcast You Tubenya? Entahlah. Yang pasti, menurut Irene, “pantas saja bila di jaman Khalifah Abu Bakar kaum belok ini akan dibakar sebab memang sulit menyadarkan lalat kalau bunga itu lebih wangi dibanding kotoran sampah.” Demikian Irene menutup kisahnya.

    Dalam QS. Al A’raf: 80-82, Allah telah mengisahkan kaum “terong makan terong” ini pada masa Nabi Luth as. “(Kami telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) ketika dia berkata kepada kaumnya, “Apakah kamu mengerjakan perbuatan keji yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun sebelum kamu di dunia ini? (80). Sesungguhnya kamu benar-benar mendatangi laki-laki untuk melampiaskan syahwat, bukan kepada perempuan, bahkan kamu adalah kaum yang melampaui batas (81). Tak ada jawaban kaumnya selain berkata, “Usirlah mereka (Luth dan pengikutnya) dari negerimu ini. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang menganggap dirinya suci (82).” Kaum Nabi Luth as adalah penduduk Sodom yang mempraktekkan perilaku “terong makan terong” alias homoseks sehingga mendorong para wanita juga melakukan praktek lesbian (saling berhubungan dengan sesama perempuan) pula. Dari perilaku penduduk Sodom inilah kemudian lahir istilah “sodomi”. Ini adalah suatu perbuatan yang sangat nista dan merendahkan martabat manusia menjadi lebih rendah dari binatang. Karena binatang saja tidak ada yang kawin dengan sesama jantan atau sesama betina. Dan karena itulah Nabi Luth as mengajukan pertanyaan yang sangat menohok agar mereka bisa tersadarkan dan kembali ke jalan yang benar. 

    Allah swt dalam ayat di atas menggambarkan bagaimana reaksi kaum Nabi Luth as yang belok terhadap pertanyaan kecaman dan nasehat yang dikemukakan Nabi Luth as. Mereka justru menyerang balik dengan menganggap Nabi Luth as berserta pengikutnya adalah orang yang sok suci sehingga mereka memprovokasi untuk mengusir Nabi Luth as beserta pengikutnya keluar dari negeri Sodom. Perilaku seperti ini juga ditunjukkan oleh Ragil dalam komen-komennya untuk menanggapi keresahan masyarakat akan perilaku nista para LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender). “Orang mestinya semua berperilaku EGP (emang gue pikirin),” kata Ragil, “agar orang semua bisa maju dan bahagia menjalani hidup.” Mereka dan pendukung mereka bahkan menyerang balik dengan alasan HAM. Maka, benarlah apa yang diutarakan Irene dalam tulisannya “memang sulit menyadarkan lalat kalau bunga itu lebih wangi dibanding kotoran sampah.” 

    Para pelaku LGBT beserta simpatisannya seharusnya kembali ke jalan yang benar dan sadar fakta bagaimana Tuhan menjejakkan kemurkaanNya terhadap kaum LGBT yang dilakukan oleh warga Sodom dan Amurah ribuan tahun silam. Kini dan saat ini, negeri Sodom dan Amurah dikenal dengan “Laut Mati” yang menurut ahli geologi “materialis” terbentuk dari gempa yang membalik negeri itu dan posisinya kini menjadi lebih rendah dari permukaan laut (http://p2K.utn.ac.id). Tapi bagi kita yang diterangi hati dan pikiran dengan cahaya iman kepada Allah swt akan langsung pada kesimpulan bahwa gempa itu adalah azab yang diperlihatkan Allah untuk mengubur kesombongan dan pembangkangan kaum Sodom dan Amurah terhadap ajakan untuk meninggalkan perbuatan nista tersebut dan kembali kepada jalan yang benar.  

    Menurut pengamatan dan pengalaman dr. Ani Hasibuan, seorang ahli syaraf di RSCM dan sudah berurusan dengan para kaum belok alias gay sejak 1997 sampai sekarang, bahwa gay atau kaum “terong makan terong” ini memiliki “kasta”, yaitu kasta dominan dan kasta submissif. Kasta dominan biasanya adalah mereka yang lebih tua secara umur dan berduit. Merekalah yang bertindak sebagai “suami”. Sedangkan kasta submissif biasanya adalah mereka yang lebih muda secara usia dan mereka biasanya diperlakukan sebagai “istri’ atau “piaraan’. Kasta submissif ini juga terbagi tiga, yaitu: anak muda yang putih bersih klimis dan dari keluarga menengah; anak muda biasa dan kelas bawah; dan piaraan atau “istri” bayaran. Istri bayaran ini sejatinya bukan seorang gay, tetapi lebih sebagai pelacur lelaki (gigolo). Cerita tentang gay alias kaum belok alias kaum “terong makan terong” semuanya berakhit tragis! Bukan bahagia happily ever after, seperti yang diocehkan si Ragil. Kisah para gay adalah kisah yang endingnya adalah penyakit infeksi jamur otak (kriptokokus meningitis), tokso, TB, pneumonia, candida, dan akhirnya mati sendirian tanpa didampingi kaumnya. Demikian dr. Ani menutup nasehatnya (https://www.portal-islam.id/2022/05/lgbt-efeknya-sangat-miris-dulu-takut.html     

    Maka, kemunculan kaum belok LGBT akhir-akhir ini, terutama dengan makin viralnya medsos Ragil bersama suami Jermannya, menurut Edi Abdullah dalam tulisan Opininya (Fajar, 11/5/2022) “tidak bisa ditolerir karena Indonesia adalah Negara Pancasila yang berdasarkan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa. Dimana dalam ajaran agama apapun melarang perilaku penyimpangan seksual… Karena itu, UU tentang anti LGBT harus segera dirumuskan untuk menjerat pelakunya… (Perilaku) Sodom tidak boleh dianggap sebagai bagian dari HAM karena bisa menghancurkan dan membawa dampak buruk dalam lingkup sosial masyarakat… Kini saatnya melindungi generasi bangsa dari bahaya bangkitnya kembali kaum Sodom.”

    Kita tentu mengapresiasi apa yang dilakukan oleh manajemen TikTok yang telah menghapus akun TikTok si Ragil yang diikuti oleh jutaan follower. Sebab, membiarkan Ragil dkk menggunakan berbagai platform medsos yang ada untuk mempromosikan perilaku LGBT mereka dengan berbagai alasan yang dirasional-rasionalkan sama saja telah memberi panggung kepada mereka untuk terus menebar virus (yang lebih dahsyat dari Covid-19) yang bisa merusak bahkan menghancurkan jiwa dan pikiran generasi muda penerus bangsa. Kita tidak memusuhi person mereka, tapi kita memusuhi perilaku mereka. Kita tentu berlapang dada membersamai mereka bilamana mereka bertekad untuk memperbaiki diri dan menjauh dari perilaku nista tersebut. Setiap manusia memang berhak untuk menentukan pilihan hidupnya dan “memilih menjadi kaum Sodom memang merupakan sebuah hak – simpul Edi Abdullah menutup Opininya – namun hak tersebut tentunya tidak boleh bertentangan dengan hukum atau nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, termasuk nilai moral atau agama… Bila bertentangan dengan nilai-nilai yang ada, maka itu adalah pelanggaran dan kebebasan yang kebablasan.” 

    Namun, sebelum gagasan Edi Abdullah ini diseriusi oleh Pemerintah, maka mari kita membekali anak atau adik lelaki kita ilmu tentang bahaya perilaku LGBT ini dengan cara: 1. Tidak boleh diam atau menunjukkan rasa takut bila mereka digoda oleh para penyuka anus ini (gay) tapi langsung menunjukkan perlawanan dengan marah dan membentak, misalnya, 2. Usahakan anak atau adik lelaki kita bepergian bersama teman-temannya supaya mereka punya nyali kalau ada kaum belok yang menggodanya melalui tawaran uang, bujuk rayu, ataupun ancaman.

    Mari, memilih yang fitrah-fitrah saja! 

    Bagikan ke

    Comment Closed: Terong Makan Terong

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]

      Sep 18, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024
    • Dalam dunia pendidikan modern, pendekatan sosial emosional semakin banyak dibahas. Salah satu model yang mendapatkan perhatian khusus adalah **EMC2 sosial emosional**. Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan Definisi EMC2 sosial emosional? Mengapa pendekatan ini penting dalam pembelajaran? Mari kita bahas lebih lanjut untuk memahami bagaimana EMC2 berperan dalam perkembangan siswa secara keseluruhan. Definisi EMC2 Sosial […]

      Okt 02, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021