Pagi yang Cerah di Sekolah
Aku menaiki sepeda motor bebekku dengan kecepatan sedang menyusuri jalan desa. Di sepanjang jalan kulihat tanaman padi yang tumbuh subur, tampak hijau memanjakan mata. Pagi ini matahari bersinar cerah. Langit tampak biru dan awan putih berarakan. Angin berhembus sepoi-sepoi. Sungguh suasana pagi yang membangkitkan semangatku untuk bertemu anak-anak didik kesayanganku.
Namaku Karenina Larasati. Anak-anak biasa menyapaku dengan Bu Nina. Sudah lima tahun aku mengabdi sebagai guru PNS di sebuah desa di lereng pegunungan Kendeng Utara. Aku bekerja di sebuah Sekolah Dasar Negeri di desa itu. Sekolah tempatku bekerja terletak di seberang sawah dan kebun tebu. Jika aku kembali ke delapan tahun yang lalu, mungkin aku tidak akan percaya kenyataan ini bisa terjadi. Karena terus terang saja, menjadi seorang guru sangat jauh dari angan-anganku. Tak terasa sepeda motorku sudah membawaku memasuki pelataran sekolah. Sekolah masih tampak sepi. Hanya ada Pak Harun, pak penjaga yang sedang menyapu halaman.
“Selamat pagi, Pak Harun,” sapaku.
Pak Harun menghentikan aktifitas menyapunya sejenak dan menjawab sapaku.
“Pagi Bu Nina.”
Setelah sampai di tempat parkir guru yang terletak di depan kantor, aku memarkir sepeda motorku. Kulirik arlojiku, waktu masih menunjukkan jam 06.20.
“Selamat pagi, Bu,” sapa Mamat yang sudah berdiri di belakangku sambil tertawa memperlihatkan deretan gigi putihnya.
“Oh, ya. Selamat pagi, Mat. Bu Guru, sampai kaget. Rajin sekali, pagi-pagi sudah datang?” tanyaku padanya. Dia mengulurkan tangan untuk mencium tanganku.
“Ya, dong, Bu. Saya kan hari ini piket. Jadinya harus berangkat pagi,” jawabnya lagi.
“Bagus sekali. Itu baru namanya anak jempol. Tos dulu dong,” sahutku sambil memberikan telapak tanganku padanya.
“Tos,” ujarnya sambil membalas salamku.
“Biar Mamat bantu bawakan tasnya, Bu,” katanya sambil meminta tasku.
“Oke. Tolong diletakkan di mejanya Bu Nina, di kantor. Terima kasih ya,” jawabku seraya memberikan tasku padanya.
“Tenang saja, Bu Nina. Kalau sama saya, semua pasti beres,” sahutnya sambil menuju kantor untuk meletakkan tasku di sana.
“Bisa aja, kamu, Mat,” jawabku tersenyum mendengar jawabannya.
Aku kemudian melangkahkan kakiku ke ruang kelas V, tempatku mengajar sehari-hari. Kelas V terletak di sebelah kanan ruang kantor guru di sebelah kelas VI. Ternyata di kelas sudah ada anak-anak yang sedang piket. Mereka sedang menyapu dan membersihkan jendela.
“Assalamu’alaikum. Selamat pagi anak-anak,” sapaku.
“Wa’alaikumsalam, Bu,” jawab mereka.
“Wah, rajin sekali, semuanya. Ternyata yang piket hari ini sudah datang dan membersihkan kelas. Keren sekali murid-murid Bu Nina,” ujarku.
“Ya dong, Bu. Siapa dulu ketua regu piket hari ini, Mamat gitu lhooo,” sahut Mamat yang lagi-lagi sudah ada di belakangku.
“Halah, Mat.. Mat.. Kamu aja belum menyapu sama sekali gitu kok,” ujar Sahwa si manis yang memakai kerudung.
“Iya, Bu. Mamat belum piket,” kata Ali.
“Lho, aku kan barusan dari kantor, bawain tasnya Bu Nina,” jawab Mamat tidak mau kalah.
“Huuuu, kamu, alasan saja,” sahut Rena.
“Sudah, sudah. Ayo Mat, cepat teman-temannya dibantu, biar cepat selesai pekerjaannya,” ujarku menengahi mereka.
“Siap, Bu Nina,” jawab Mamat.
Aku menggeleng-gelengkan kepala sambil tersenyum melihat tingkah laku mereka. Melihat dan berinteraksi dengan anak-anak selalu memberikan suasana yang hangat di hatiku. Ini yang membuatku merasa nyaman dalam bekerja dan merasa bahagia.
Kreator : Klara Rosita
Comment Closed: Tersesat di Jalan Yang Benar
Sorry, comment are closed for this post.