Bagi para mahasiswa seperti aku, momen wisuda adalah momen yang paling ditunggu-tunggu. Setelah bekerja keras selama empat tahun mengikuti perkuliahan dan berjuang menyelesaikan semua tugas, wisuda menjadi pertanda bahwa semua kewajiban sudah terselesaikan dengan baik. Aku membayangkan bagaimana rasanya mengenakan toga. Terbayang pula wajah puas bapak dan ibu karena anak perempuannya sudah berhasil menyelesaikan pendidikan seperti yang mereka impikan.
Empat hari menjelang wisuda aku pulang mengantarkan surat undangan wisuda yang harus dihadiri kedua orang tuaku. Wajah ibu tampak berseri-seri saat menerimanya. Sedangkan bapak, walaupun cuma diam tapi terlihat senyum samar di wajahnya. Syukurlah aku bisa membuat bapakku senang. Setelah impian beliau untuk memiliki anak yang bergelar sarjana tidak bisa diwujudkan kakakku, akhirnya aku bisa mewujudkan impian beliau.
Mendekati hari H, aku mempersiapkan semua yang dibutuhkan untuk wisuda. Mulai membereskan semua administrasi, pinjaman perpustakaan dan juga pembelian toga. Untuk penyusunan skripsi, aku memang meminjam beberapa buku dari perpustakaan sebagai bahan referensi. Oleh karena itu semua buku yang kupinjam harus segera dikembalikan. Dan karena saat wisuda harus memakai kebaya, aku yang seumur-umur nggak pernah pakai kebaya jadi kebingungan cari sewa kebaya dan perias. Untungnya Sandra, teman satu kos mau membantu. Dia yang menyarankan aku untuk menyewa kebaya dan perias di salon langganannya.
Sehari sebelum wisuda kedua orang tuaku tiba di kos. Sebetulnya bapak kos menawarkan untuk menginap di rumahnya. Tapi kedua orang tuaku menolak. Mereka lebih memilih tidur berdesakan di kamarku. Bapak berdalih ingin merasakan jadi anak kos sehari. Tapi aku tahu bahwa sebenarnya beliau tidak suka merepotkan orang lain. Akhirnya, jadilah kami bertiga tidur di kamar kos yang berukuran 5 x 5 meter. Bapak dan ibu tidur di atas tempat tidur dan aku memilih tidur di lantai beralaskan kasur lantai. Walaupun begitu kulihat mereka tidak keberatan. Bahkan kedua orangtuaku terlihat gembira. Ternyata wisudaku kali ini benar-benar bisa membuat mereka puas.
Keesokan paginya, setelah sholat Subuh, aku diantar Sandra ke salon langganannya. Di sana, sudah ada 4 orang yang antri. Aku lalu duduk menunggu giliran. Setelah kira-kira 20 menit, akhirnya tibalah giliranku dirias.
“Mbaknya ini tomboy, ya?” ujar ibu perias saat aku duduk di depannya.
“Hehe, nggih Bu,” jawabku sambil cengar-cengir.
“ Dia ini penyanyi rock, Bu Dewi. Pipinya cuma kena bedak Marcks aja,” timpal Sandra sambil tertawa. Aku mencibir ke arahnya.
“Oh, gitu. Pantesan, pipinya halus seperti pipi bayi,” ujar Bu Dewi lagi.
“Cieee.. Nina sesek klambine, hahaha,” tawa Sandra lebih keras. Aku lalu melempar tisu ke arahnya. Tak ayal seisi salon ikut tertawa mendengar candaan kami.
Selama aku tinggal di kosan Pak Ripto, Sandra memang paling dekat denganku. Walaupun kita beda jurusan tapi kita sangat akrab. Kita saling membantu satu sama lain. Apalagi Sandra punya sepeda motor. Dia sering boncengin aku kalau pas ada keperluan mendadak. Beruntung banget aku punya sahabat seperti dia. Walaupun dia anak orang kaya, tapi suka menolong dan mau berteman dengan siapa saja. Cuma kadang-kadang Sandra suka usil. Jadi aku usilin balik, ha ha ha.
Setelah kurang lebih satu jam dipermak habis-habisan sama Bu Dewi, akhirnya aku siap mengikuti wisuda dengan rambut disanggul, berkebaya warna merah, kain warna coklat muda dan memakai toga. Tak lupa sepatu berhak 5 cm menghiasi kakiku. Sandra sampai terbengong-bengong melihatku.
“Waaah, kamu ternyata cantik sekali, Nin,” serunya.
“Bu Dewi jago banget, lho, bikin Nina jadi cantik. Pasti teman-teman bandmu itu nggak ada yang tahu kalau vokalis rock kita ini bisa berubah seperti putri Solo,” lanjutnya.
Bu Dewi tersenyum mendengar kata-kata Sandra.
“Mbaknya ini memang sudah cantik, kok. Karena sehari-hari nggak pernah pakai make up, jadi malah bisa manglingi,” ujar beliau.
“Ah, sudah. Ayo cepetan anterin aku ke auditorium. Biar nggak terlambat wisudanya,” sergahku malu.
“Oke, siap, bos! Apa sih yang tidak kulakukan untuk vokalis rock kita ini,” godanya cengengesan.
Setelah mengucapkan terima kasih dan membayar jasa rias Bu Dewi, kami berboncengan naik sepeda motor menuju tempat wisuda. Sedangkan bapak dan ibu sudah berangkat terlebih dahulu sesuai dengan waktu yang telah ditentukan di surat undangan.
Ketika sampai di kampus, Sandra lalu menurunkanku di halaman samping auditorium, di mana tampak para wisudawan dan wisudawati sudah berbaris rapi dengan mengenakan toga.
“Nak, aku cuma bisa mengantarkan kamu sampai sini, hiks hiks. Masa depan yang gemilang menantimu,” kata Sandra sambil pura-pura menangis sedih.
“Apaan, sih, San? Sudah, sudah. Kamu balik lagi ke kos, ya. Jangan lupa tas tempat baju gantiku bawa pulang,” jawabku tertawa.
“Dasar, sahabat tidak berperi kemanusiaan. Sudah capek-capek nganterin, masih disuruh bawain tas sama baju ganti. Awas lho, ya, kalau sampai aku nggak ditraktir,” gerutunya.
“Beres, Bos. Pasti tak traktir makan mie ayam 2 mangkok,” sahutku.
“Nah, gitu dong. Ya sudah. Aku pulang ke kos dulu, ya. Happy graduation, Nin. Enjoy your moment, say,” ujarnya.
“Makasih, ya, San. Habis ini pasti giliran kamu,” jawabku. Sandra pun mengangguk. Tak lama kemudian dia melaju dengan sepeda motornya.
Suara panitia dari pengeras suara terdengar meminta para wisudawan dan wisudawati untuk segera berbaris sesuai nomor urut. Aku berjalan pelan karena sedikit kesulitan dengan kainku. Yah, maklumlah, sehari-hari aku yang biasanya pakai celana jins dalam sekejap mata disulap bak putri keraton.
“Oalah, jebul, Nina, to iki?” seru Wahyudi sambil tertawa terbahak-bahak.
“Iyaaaa, Ndes. Mbok kiro sapa?” jawabku kesal.
“Dandanne kaya putri keraton kok mlakune isih tetep wae kaya preman pasar. Gak malih blas,” sambungnya lagi.
“Woo, iya. Pangling aku, Nin. Tak kira sapa kuwi mau,” balas Arum.
Seketika teman-temanku berjalan mendekat ke arahku sambil tersenyum-senyum.
“Wis. Wis. Aku kok malah dirubung, ngene sih? Tak kirain kalian sombong semua nggak ada yang mau nyapa aku,” ujarku.
“Lho, wong aku ki ora ngerti yen iki kowe. Tak batin, sapa iki, cah anyar mungkin ya? Hahaha,” ujar Tanto, komtingku.
“He’e, iya. Bareng kowe mlaku, aku lagi sadar jebul kowe toh iki mau. Hahaha,” sambung Rini.
“Kepada semua wisudawan dan wisudawati yang belum memasuki gedung auditorium harap segera memasuki auditorium dari pintu sebelah kiri, karena acara wisuda akan segera dimulai.”
Suara pengatur acara terdengar sekali lagi.
“Ayo, ayo. Gek ndang baris. Isa diomeli meneh mengko awake dewe,” perintah Tanto.
“Iya, iya. Ayo,” sambung teman-temanku. Aku pun mengikuti langkah mereka.
Aku melihat wajah-wajah sumringah teman-temanku dengan penuh rasa haru. Tidak terbayang akhirnya aku bisa ada di acara ini bersama mereka. Apalagi sebelumnya penulisan skripsiku sempat tertunda beberapa bulan disebabkan hobi ngebandku. Tapi syukurlah aku bisa mengatasinya dan ada di momen ini bersama mereka.
Keterangan:
19. Isa diomeli meneh mengko awakke dewe : bisa diomeli lagi nanti kita dalam Bahasa Jawa.
Kreator : Klara Rosita
Part 15: Warung Kopi Klotok Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]
Part 16 : Alun – Alun Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]
Dalam dunia pendidikan modern, pendekatan sosial emosional semakin banyak dibahas. Salah satu model yang mendapatkan perhatian khusus adalah **EMC2 sosial emosional**. Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan Definisi EMC2 sosial emosional? Mengapa pendekatan ini penting dalam pembelajaran? Mari kita bahas lebih lanjut untuk memahami bagaimana EMC2 berperan dalam perkembangan siswa secara keseluruhan. Definisi EMC2 Sosial […]
Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]
Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]
Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]
Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]
Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,, begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]
Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]
Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]
Comment Closed: Tersesat di Jalan Yang Benar Bab 11 Part 1
Sorry, comment are closed for this post.