Bab 2. Masa Sekolah Dasar Yang Indah
Di kantor guru yang kursinya ditata saling berhadapan, tampak Bu Reina ibu guru kelas 1, Bu Indah guru kelas 2, Pak Ali guru kelas 3, Bu Denita guru kelas 4, Pak Danu guru kelas 6 dan Bu Suprapti, ibu kepala sekolah, sedang duduk di meja masing-masing. Bapak dan ibu guru tampak sedang mempersiapkan materi yang akan diberikan pada para siswa di kelasnya. Sedangkan Bu Suprapti, sedang membaca sebuah surat.
“Assalamu’alaikum bapak dan ibu,” sapaku saat memasuki ruang kantor.
“Waalaikumsalam. Oh, Bu Nina pasti dari kelas,” ujar Bu Suprapti saat melihatku duduk di kursiku yang ada di depan beliau.
“Iya, Bu. Setelah datang saya langsung menuju kelas untuk mengecek anak-anak yang piket,” jawabku.
“Saya tadi melihat Mamat, yang membawakan tas Bu Nina,” sambung Pak Ali.
“Ya, Pak Ali. Mamat memang rajin datang pagi ke sekolah kalau sedang piket,” ujarku lagi.
“Syukurlah, anak-anak kelas 5 menunjukkan perkembangan yang bagus,” ujar Bu Suprapti.
Theng..theng.. theng.. Tak lama kemudian suara bel tanda pelajaran dimulai sudah berbunyi. Pak Harun membunyikan bel dengan cara memukul potongan besi yang digantungkan di depan Ruang Guru dengan batu. Bapak dan ibu guru segera keluar dari kantor dan menuju ke kelas masing-masing. Di depan kelas anak-anak sudah berbaris dan tiap ketua kelas sudah berdiri memberi aba-aba di depan barisan di tiap kelas.
“Siap grak!” terdengar aba-aba dari Wahyu ketua kelas 5.
“Lencang depan grak!”
Setelah rapi semua murid masuk ke kelas masing-masing dan bersalaman denganku.
“Selamat pagi Dino, apakah sudah sarapan?” sapaku pada Dino.
“Jelas sudah dong Bu,” jawabnya sambil tersenyum.
“Oke,” sahutku.
“Selamat pagi Rena, terima kasih sudah datang piket pagi ya,” ujarku.
“Siap, Bu,” sahutnya ceria.
Setelah menyapa mereka satu persatu, aku lalu memasuki Ruang Kelas 5.
“Berdiri, siap, beri salam pada Bu guru!”
Suara Wahyu terdengar lantang.
“Selamat pagi, Buuuuu!”
“Selamat pagi, anak-anak,” jawabku.
“Berdoa mulai.”
Begitulah rutinitas kegiatan setiap pagi yang kami lakukan. Pastinya mengucapkan salam dan berdoa sebelum pelajaran dimulai adalah hal wajib yang tidak boleh ketinggalan.
“Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh. Selamat pagi, anak-anak. Apakah kalian sehat dan semangat pagi ini?” tanyaku saat memulai kegiatan.
Seketika kelas menjadi ramai karena semua anak berebut untuk menjawab.
“Tetap sehat dan semangat, Bu,” sahut Wahyu.
“Alhamdulillah saya sehat, Bu,” jawab Dini.
“Mamat selalu ceria dong, Bu Nina,” teriak Mamat dari bangkunya yang terletak paling belakang.
“Huuuuu, dasar Mamat. Siapa yang nanya?” sambung anak-anak.
“Eh, sudah-sudah. Alhamdulillah hari ini semua anak semangat dan ceria. Apakah ada yang tidak masuk sekolah?” tanyaku lagi.
“Masuk semua, Bu Nina, semua bangkunya lengkap terisi,” celetuk Mamat.
Aku tersenyum mendengar jawabannya.
“Baiklah, anak-anak. Marilah kita selalu bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena hari ini kita masih diberikan kesehatan, sehingga bisa bersekolah dengan sehat dan semangat. Bu Nina juga mengucapkan terima kasih karena regu piket hari ini datang pagi dan sudah menjalankan tugas piket dengan baik,” ujarku lagi.
“Siapa dulu dong, Bu, ketua regu piketnya. Mamat gitu, lhoo,” ujar Mamat sambil tertawa.
“Halah, Mat, Mat. Kamu tadi kan cuma nyapu sebentar saja,” sambung Sahwa.
“Eh, iya, Bu Nina. Tadi Mamat nyapunya sebentar, doang, Bu,” sahut Ali.
Sontak kelas 5 jadi ramai karena semua menyoraki Mamat.
“Huuuuuu, dasar Mamat!”
“Sudah, sudah, tenang semua, anak-anak. Apakah benar begitu, Mat? Mamat tidak boleh begitu, ya. Dalam satu regu piket, semua anak harus bekerja sama dengan baik. Pembagiannya kerjanya juga harus adil. Empat orang anak harus bekerja semua, ya,” sambungku.
“Iya, tu, Bu Nina. Mentang-mentang dia yang jadi ketua regu piket. Nyapunya hanya sebentar saja,” tugas Rena.
“Hehe, iya, maaf, Bu Nina. Maaf, teman-teman. Nanti kan, masih ada jam istirahat dan jam pulang. Saya pasti nyapu, deh,” katanya sambil tertawa-tawa.
“Betul ya, Mat? Jadi untuk semuanya saja, pembagian regu piket, atau kerja kelompok, semuanya harus adil. Semuanya baik ketua, wakil maupun anggota harus saling bekerja sama. Coba siapa yang tahu apa manfaat dari kerja sama?” tanyaku pada mereka.
“Saya, Bu,” jawab Wahyu.
“Supaya pekerjaan cepat selesai.”
“Betul sekali, Wahyu. Kecuali pekerjaan cepat selesai, kemudian apa lagi, ya? Apakah ada yang bisa menjawab lagi?”
“Saya Bu,” sahut Vero sambil mengacungkan jari telunjuk kanannya.
“Iya, Vero?” jawabku.
“Menciptakan rasa persaudaraan dan kerukunan, kecuali itu pekerjaan yang berat akan terasa lebih ringan, Bu Nina.”
“Bagus sekali, Vero. Jadi, anak-anak, mengingat kerja sama ini sangat banyak manfaatnya, karena itulah kita harus bekerja sama dalam kehidupan sehari-hari. Dan yang harus diingat, pelaksanaan kerja sama juga harus adil, ya. Artinya pembagian kerjanya harus sesuai dengan yang sudah disepakati. Jelas anak-anak?”
“Jelassss, Buuuuu.”
“Baiklah, sekarang mari kita lanjutkan belajar Matematika tentang Bangun Ruang.”
Demikianlah aktivitasku sebagai guru. Membimbing dan mengajar murid-muridku kelas 5 yang berjumlah 20 orang dengan semua kelucuan dan keseruannya. Bagiku mereka adalah tunas-tunas muda yang membutuhkan kasih sayang, bimbingan dan ilmu. Kecuali itu dengan berinteraksi dengan mereka, aku juga bisa belajar bagaimana menjadi guru yang lebih baik seperti yang dibutuhkan oleh mereka.
Kreator : Klara Rosita
Comment Closed: Tersesat di Jalan Yang Benar Bab 2
Sorry, comment are closed for this post.