Bab 5. Manggung di Kampung Halaman (part 1)
Berita tentang kemenangan grup band The Virgin menjadi berita besar di kota Semarang, tempat kami menimba ilmu. Karena penyelenggara dari Festival Rock di Kudus adalah koran terbesar di kota itu, tentu saja kemenangan band kami dimuat di kolom Seni Dan Budaya dengan tampilan yang menyolok. Akibatnya dalam sekejap mata, kepopuleran band The Virgin langsung meningkat. Rasa-rasanya setiap orang menjadi kenal dengan kami, hehe. Kami menjadi idola baru di kampus. Apalagi di kalangan anak band, grup band kami yang notabene termasuk yunior, menjadi grup band yang diperhitungkan oleh grup band yang lebih senior. Rasanya bangga juga sih, karena kerja keras kami terbayar.
Dengan popularitas yang semakin meningkat, tawaran untuk tampil dari berbagai kota dan event mulai berdatangan. Kalau dulu, kami harus berjuang lewat panggung festival, sekarang kami mulai mendapatkan tawaran di event-event seperti parade dan juga band pembuka artis atau grup band dari ibukota yang akan show di kota-kota lain terutama di kota-kota kabupaten tempat asal kami. Seperti kali ini, kami mendapatkan tawaran untuk mengikuti parade di kota asalku. Sebagai orang asli kota P, tentu saja aku ingin membanggakan daerah asalku.
“Ndes, entuk undangan parade saka kuthaku,” ujarku saat kita break di sela-sela latihan di studio langganan kami.
“Ya, kalau memang jadwalnya oke, kenapa nggak?” sahut Toni. Walaupun Toni tidak bisa ngomong Bahasa Jawa, tapi dia paham artinya.
“Lho, kowe mudeng to, Ton, omongane, Nina?” tanya Aan. Toni tertawa mendengarnya.
“Ya, pahamlah. Kalau masih pendek-pendek kalimatnya, aku ngerti lah. Kapan itu Nin?” sambungnya.
“Masih 2 minggu lagi,” jawabku.
“Kalau 2 minggu, kira-kira waktunya cukup sih,” ujar Toni.
“Eh, tunggu dulu. Lagunya berapa, Nin?” sambung Whempy.
“Tiap-tiap grup band hanya boleh bawain 2 lagu aja,” jawabku.
“Kalau cuma 2 lagu sih, bisa. Kita bawain lagu yang biasa kita pakai buat festival aja,” sahut Toni.
“Okee,” sahut kami bersama-sama.
Kami akhirnya sepakat untuk mengisi acara Parade Musik dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun kota kelahiranku. Kebetulan acaranya dilaksanakan hari Minggu, sehingga kami tidak kesulitan mengatur jadwal kuliah. Kami memang berkomitmen, walaupun kami anak band tapi kuliah tidak boleh kacau. Karena kami menyadari, orang tua kami sudah bekerja keras untuk membiayai kebutuhan kuliah kami. Dan juga supaya orang tua kami tidak beranggapan bahwa anak band tidak bertanggung jawab pada kuliahnya.
Lagu yang kami pilih untuk ditampilkan di parade ini adalah Bara Timur dari Gong 2000 dan Metropolis Part 1 dari Dream Theater. Kami tidak mengalami kesulitan yang berarti untuk dua lagu ini, karena sudah sering kami bawakan. Dan supaya lebih hemat, saat parade teman-teman akan menginap di rumahku. Kebetulan rumahku juga tidak terlalu jauh dari stadion tempat parade berlangsung. Sekalian aku bisa pulang kampung. Kalau dipikir-pikir sih, sudah lama juga aku tidak pulang, karena kesibukan kuliah dan main band.
Matahari sudah berada di ufuk barat ketika kami memasuki pintu gerbang kota kelahiranku. Dan tanpa menunggu waktu lama, kami langsung menuju rumah. Seperti biasa perjalanan kami kali ini masih ditemani oleh mobil Scarry. Kalau dipikir-pikir, lama-lama mobil itu jadi mobil inventaris The Virgin, bukan mobilnya kakak Whempy. Hehehe.
Rumahku dalam keadaan sepi saat kami sampai. Halaman rumah yang penuh tanaman tampak segar dan sudah disiram. Pintu rumah dalam keadaan tertutup, tapi tidak terkunci. Jam-jam begini, biasanya memang jadwalnya bapak dan ibu bersih-bersih.
“Assalamu’alaikum, Bu.”
Tanpa menunggu jawaban aku langsung masuk rumah. Di rumah memang cuma ada ibu dan bapak saja. Kakakku satu-satunya sudah menikah dan tinggal di luar kota. Jadinya rumahku memang selalu dalam keadaan sepi.
“Eh, nduk Nina, kamu pulang , to? Pulang kok, ya, nggak bilang-bilang,” sahut ibu sambil keluar dari dalam rumah.
“Nggih, Bu. Ini Nina pulangnya bawa rombongan,” sahut Aan sambil cengar-cengir.
“Nggak apa-apa. Ibu malah senang. Rumah malah jadi ramai. Biasanya cuma ada Ibu sama Bapak saja,” jawab Ibu. Kami semua kemudian menyalami Ibu satu persatu.
“Bapak pergi ke mana, Bu?” tanyaku saat kulihat Bapak tidak tampak.
“Bapakmu baru keluar tadi, ke rumah Pak RT. Ngomong-ngomong ini mau ada acara apa, to, Nduk? Kok tumben pulang rame-rame, begini?” jawab Ibu.
“Ini teman-teman band Nina, Bu. Mau ngisi acara Parade HUT Kabupaten besok pagi. Sekalian nginep di rumah kita. Kan, rumah kita dekat dari stadion,” ujarku menerangkan pada Ibuku.
“Oh, besok ada acara musik ya, di stadion? Ibu, kok, malah tidak tahu,” sahut Ibu sambil tertawa.
“Tidak apa-apa, Bu, kalau tidak tahu. Yang penting kita boleh nginep di sini,” jawab Andi sambil cengengesan.
“Boleh, boleh. Tentu saja, boleh. Sana, Nduk, teman-temanmu diajak istirahat dulu di kamarnya Masmu. Kamarnya bersih, kok. Setiap hari, Ibu bersihkan. Tapi mungkin, tempat tidurnya yang kurang. Kamu tambahkan kasur busa yang ada di atas lemari saja, ya,” ujar Ibu.
“Nggih, Bu. Ayo, Ndes, kalian bisa istirahat dulu di kamarnya Masku. Ayo kita ke dalam,” ajakku.
“Oke,” sahut mereka berbarengan.
“Permisi, nggih, Bu. Nuwun sewu,” kata Toni pada Ibu.
Kami semua tertawa mendengarnya.
“Toni wis pinter omong Jawa, Ndes,” ujar Aan.
“Lho, ya jelas lah. Siapa dulu dong, Toni,” sahut Toni tak mau kalah.
Kami semua tertawa mendengar jawabannya, sedangkan ibu cuma bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan kami.
Malam harinya kami semua makan bersama bapak dan ibu. Ibu terlihat sumringah melihat tingkah laku dan candaan teman-temanku. Mungkin ibu kesepian, karena rumah ini sudah lama kosong tanpa kehadiran anak-anaknya. Sejak aku kuliah dan kakakku menikah, memang orang tuaku hanya tinggal berdua saja di rumah yang lumayan besar untuk ukuran rumah di kampungku. Tapi kulihat bapak ekpresinya terlihat datar saja. Hanya sesekali tampak tersenyum menanggapi candaan kami.
Setelah makan malam, teman-teman lalu masuk kamar. Mereka memang harus segera beristirahat untuk perform besok pagi. Satu per satu mereka menyalami ibu dan bapak dan minta ijin untuk tidur. Tak menunggu lama, setelah mereka berada di dalam kamar, suara dengkuran mulai terdengar bersahut-sahutan. Bahkan kami yang masih berada di ruang makan bisa mendengarnya. Ibu dan aku hanya bisa tertawa. Ah, dasar anak laki-laki.
Karena badanku rasanya capek semua, mataku rasanya juga sudah berat, akupun beranjak dari tempatku duduk.
“Nina, mau tidur dulu Bu, Pak,” kataku.
“Tunggu dulu, Nin. Bapak mau bicara sebentar,” ujar Bapak.
“Ibu, mau ke dapur dulu, ya. Mau beres-beres piring kotor,” sahut Ibu sambil berjalan menuju dapur.
“Ada apa, Pak?” tanyaku pada Bapak. Melihat ekspresi Bapak dari tadi, aku memang merasa ada yang tidak beres.
“Sebenarnya kamu dan teman-temanmu pulang ini, ada acara apa?” tanya Bapak balik bertanya padaku.
“Oh, itu. Kita dapat undangan untuk tampil di acara Hari Jadi Kabupaten besok pagi, Pak,” jawabku.
“Begitu, ya. Nina, kamu harus selalu ingat pesan Bapak. Bapak tidak melarang kamu melakukan kegiatan di luar kuliah. Tapi ingat, kamu tidak boleh mengabaikan kuliahmu. Bapak ingin kamu bisa menyelesaikan kuliah dengan nilai baik dan mendapatkan gelar sarjana. Sudah cukup Masmu saja yang kuliahnya putus di tengah jalan. Kamu tidak boleh mengikuti jejak Masmu,” kata Bapak.
Suara Bapak yang tegas dan ekspresi wajahnya yang terlihat tegang, membuatku berdebar-debar. Ini rupanya yang membuat Bapakku bermuka masam mulai sore tadi.
“Nggih, Pak. Nina tidak akan lupa pesan Bapak. Nina cuma ingin menyalurkan hobi bernyanyi, Nina,” jawabku.
“Hobi yang lain kan banyak. Apalagi kamu anak perempuan. Grup bandmu ini anak laki-laki semua. Walaupun kamu bisa menjaga pergaulanmu, tapi tetap saja dipandang masyarakat tidak akan baik, Nduk,” sambung Bapak lagi.
Karena aku sudah ngantuk, dan aku sudah kehilangan energi untuk berdebat dengan Bapak, akhirnya aku mengiyakan saja semua kata-kata Bapak.
“Nggih, Pak. Walaupun Nina bermain band, tapi Nina selalu menomorsatukan kuliah. Nilai Nina, juga bagus-bagus, kok. Bapak, kan, tahu sendiri. Band ini cuma untuk hobi saja,” ujarku.
“Iya, nilaimu memang tetap bagus. Karena itu Bapak percaya sama kamu. Kelihatannya kamu sudah ngantuk. Kamu tidur dulu sana,” kata Bapak.
“Nggih, Pak. Nina tidur dulu,” sahutku sambil mencium tangan Bapak dan berdiri meninggalkan Bapak yang masih duduk di kursinya.
Setelah merebahkan diri di atas tempat tidur, mataku malah tidak bisa terpejam. Kata-kata Bapakku terngiang-ngiang di telinga. Apa jadinya kalau aku tidak bisa main band lagi? Ah, sudahlah. Untuk sekarang aku akan menikmati hidupku dulu. Biarlah yang harus terjadi, terjadi. Semoga Allah SWT memberikan jalan yang terbaik untukku. Amin.
Keterangan:
@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@
Kreator : Klara Rosita
Part 15: Warung Kopi Klotok Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]
Part 16 : Alun – Alun Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]
Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]
Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]
Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]
Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]
Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]
Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,, begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]
Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]
Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]
Comment Closed: Tersesat di Jalan Yang Benar Bab 5 Part 1
Sorry, comment are closed for this post.