Bab 8 Konflik Pertama
Efek wawancara di Radio Ternama ternyata sungguh luar biasa. Radio-radio yang lain ikut tertarik untuk mewawancarai grup band kami. The Virgin benar-benar kebanjiran jadwal wawancara dan juga tampil off air. Akibatnya banyak teman baru bermunculan. Mereka ingin dekat dan kenal dengan kami. Saat latihan di studio, ada saja anak baru yang datang. Ada yang langsung sok dekat, tapi ada juga yang masih malu-malu. Seperti hari ini, selama latihan Toni terus saja ditempel sama Diko. Aku sendiri nggak begitu akrab sama Diko. Cuma tahu kalau dia sama-sama pemain band. Setahuku sih, dia drummer dari grup band Rhombus.
“Ndes, The Virgin kan udah punya nama nih, di kota kita. Gimana kalau kita mulai menjajaki Surabaya? Kita kan tahu kalau barometer musik rock di Indonesia itu Surabaya,” ujar Toni saat kita break.
“Kebetulan Diko punya info mau ada festival Rock di Surabaya,” lanjutnya lagi sambil melihat Diko.
“Oke. Kalau memang memungkinkan nggak ada salahnya dicoba. Festivalnya kapan?” tanya Whempy.
“Bulan depan, Whem,” jawab Diko.
“Trus materi lagunya apa?” sahutku.
“Lagu wajib Enter Sandman, sama lagu pilihannya lagu ciptaan sendiri,” sambung Diko lagi.
“Kalau lagu ciptaan sendiri, Nina kan sudah nulis beberapa lagu ya, Nin?” tanya Andi. Aku mengangguk mengiyakan.
“Pilih saja salah satu laguku. Trus kita aransemen sama-sama. Kira-kira yang cocok untuk festival lagu yang mana,” ujarku.
“Yang itu lho Nin, yang judulnya Bangunlah Generasiku. Syairnya bagus itu. Untuk musiknya kita tambahkan unsur etnik. Pasti jadi keren lho,” celetuk Aan.
“Okee. Jadi kita deal pakai lagunya Nina ya? Kita pikirin dulu, aransemennya gimana. Setelah itu 4 hari lagi kita kumpul untuk latihan. Oke, Ndes?” tanya Toni.
“Siyaap, Bos,” jawab kami bersamaan.
“Eh, tunggu-tunggu. Kalau aku ngapain?” tanyaku.
“Ninaa! Kamu kan bisa nyiapin vokalmu, trus mikir improve nya nanti dibuat gimana. Gituuuu,” sahut Whempy sambil memukulku dengan stick drumnya.
“Aduuh, Whempy! Sakit tau! Yo gak usah mukul-mukul, ngono lah!” ujarku cemberut.
“Lha salahmu dewe. Ngono wae ndadak takon. Kowe kok maleh rada telmi to, Nin?” goda Whempy.
“Whoo, cah iki ngece tenan lho, mosok aku dikira telmi,” kilahku tak mau kalah.
“Wis. Wis. Ayo mulih. Ribut wae cah loro iki,” ujar Aan.
Setelah itu kami pun pulang ke tempat masing-masing.
Selama 4 hari kita sibuk membuat aransemen yang terbaik untuk laguku. Aku juga latihan pernafasan dan melatih improve yang cocok untuk karakter laguku. Aku bertekad untuk menampilkan kualitas vokal terbaik. Karena ini adalah kesempatan untuk membuktikan kemampuan The Virgin di luar provinsi.
Hari Minggu kami berkumpul kembali di studio. Kali ini Diko masih saja nempel sama Toni. Entah mengapa aku kok jadi nggak suka melihatnya. Di dalam studio, setelah mempersiapkan alat-alat, kami memadukan aransemen yang sudah kita rancang bersama-sama. Untuk intro Andi memasukkan unsur etnik pada suara gitarnya. Mengambil melodi tembang Jawa. Menurutku keren sih. Untuk bait pertama, kita cukup kompak. Tapi tiba-tiba saat akan memasuki bait kedua, Toni menyela.
“Eh, gimana kalau kita memasukkan unsur speed metal saat bait kedua,” ujarnya.
“Haah? Speed metal? Nggak bisa, Ton. Jadinya kan nggak nyambung. Karena dari intro sampai bait pertama, konsep lagu ini dibuat etnik dan hard rock,” sahutku.
“Kan, bisa kita sambungkan dengan aransemennya, Nin,” kilah Toni.
Aku nggak ngerti kenapa tiba-tiba Toni ingin memasukkan speed metal ke laguku. Apalagi tanpa konfirmasi sebelumnya. Dan setahuku memang The Virgin bukan grup band speed metal.
“Nggak bisa dong, Ton. Nanti keluar dari arti lagu ini secara keseluruhan. Dan terkesan dipaksakan,” sahutku agak kesal.
“Sudah, sudah. Kita coba dulu aja, Nin. Siapa tahu bisa,” ujar Andi menengahi perdebatan kami.
“Ya udah, kalian pikirin aja, gimana aransemennya,” jawabku kesal.
Akhirnya mereka berempat berembuk untuk membuat aransemen seperti yang diinginkan Toni. Aku hanya diam saja dan melihat dari tempatku berdiri.
Setelah kira-kira 15 menit, mereka memberi aba-aba padaku.
“Yuk, Nin. Kita mulai,” kata Andi.
“Oke,” sahutku. Rasanya aku masih jengkel sama Toni.
Dan benar, setelah masuk ke bait kedua, Whempy mengubah tempo drumnya dari yang semula agak kalem ke tempo speed metal yang cepat. Menurut telingaku sih agak aneh dan gak nyambung.
“Stop, stop. Kayaknya kok nggak nyambung ya?” seru Aan.
“Kubilang juga apa dari tadi. Nggak nyambung. Karena dari awal aku nulis lagu ini dengan jiwa hard rock,” sambungku.
“Disambungkan saja dengan tambahan melodi, nanti kan bisa nyambung,” sela Diko.
“Lho, kamu kok ikut-ikutan sih, Ko? Ini kan aransemen The Virgin?” ujarku agak sengit.
“Kamu jangan gitu, Nin. Diko kan cuma kasih masukan aja,” sahut Toni.
“Iya, aku hanya memberi sedikit saran. Siapa tahu, bisa,” sambung Diko.
“Kalau sesuatu dipaksakan tetap nggak bisa, Ton. Jadinya aneh,” sahutku kesal.
“Sudah, sudah. Daripada kita jadi nggak enak latihannya. Gimana kalau kita stop dulu. Kita latihan 2 hari lagi, ya. Kita pulang dan mikir lagi aransemen yang bagus,” ujar Andi yang berusaha meredakan ketegangan di antara aku, Toni dan Diko.
“Ya, udah. Aku pulang,” sahutku sambil keluar dari studio.
Di jalan, saat menaiki motor, aku masih memikirkan Toni yang tiba-tiba mau membelokkan lagu jadi speed metal. Mulai kapan Toni jadi suka speed metal? Apa gara-gara dia dekat sama Diko? Apa sebenarnya motifnya tiba-tiba dekat sama Toni. Kalau tidak salah Rhombus, grup bandnya Diko alirannya speed metal. Apa gara-gara ini ya? Entahlah aku pusing dan sebal memikirkannya.
Sesampainya di tempat kos, kubuka pintu pagar dan kutuntun motor bebekku di halaman. Saat aku melihat ke ruang tamu, sepertinya ada tamu. Benar saja, tak lama kemudian bapak kos keluar dari ruang tamu.
“Lha, ini, Mbak Nina sudah pulang,” ujar beliau.
Aku pun melangkah mendekati bapak kos.
“Iya, Pak. Saya tadi keluar,” ujarku.
Saat aku memasuki ruang tamu ternyata bapak dan ibuku sedang duduk di sana.
“Lho? Bapak dan ibu ke sini?” ujarku kaget.
“Iya, Mbak Nina. Sudah ditunggu dari jam 16.00 tadi,” jawab Bapak Kosku.
Aku garuk-garuk kepala mendengar jawaban beliau. Sudah lama juga nunggunya. Wah, pasti bakalan kena marah ini.
“Iya, Nduk. Kebetulan Bapak sama Ibu ada acara di Semarang. Sekalian mau nengok kamu,” sahut Ibu sambil tersenyum. Bapak hanya diam saja sambil memandang wajahku.
“Kalau begitu, saya tinggal dulu, ya, Pak, Bu. Masih ada kerjaan di rumah. Silahkan dilanjutkan ngobrolnya sama Mbak Nina,” ujar Pak Kos.
“Iya, iya. Silahkan, Pak. Terima kasih,” jawab Bapak.
Bapak kos kemudian menuju ke rumah beliau yang ada di samping tempat kos. Kosanku memang ada bapak dan ibu kos. Aku merasa lebih nyaman tinggal di kosan yang ada bapak dan ibu kos. Serasa punya orang tua di rantau.
“Sebenarnya, ada yang ingin Bapak sampaikan sama kamu, Nin,” kata Bapak dengan suaranya baritonnya. Seketika aku merasa, pasti ada yang tidak beres. Mimpi apa aku hari ini. Sudah di grup band ada masalah, eh tiba-tiba, Bapak sama Ibu langsung datang ke kos.
Keterangan:
- Improve : variasi dalam bernyanyi
- Yo gak usah mukul-mukul, ngono lah : Ya tidak usah memukul begitu lah.
- Lha salahmu dewe. : Lha salahmu sendiri
- Ngono wae ndadak takon : Begitu saja pakai tanya.
- Kowe kok maleh rada telmi, to : Kamu kok berubah agak lambat berpikir, sih.
- Wo, cah iki ngece tenan : Wah, anak ini menghina sekali.
- Mosok aku dikira telmi : Masak aku dikira telat mikir.
- Wis. Wis, ayo mulih : Sudah. Sudah, ayo pulang
- Ribut wae cah loro iki : Ribut saja, anak dua ini.
- Speed metal : salah satu aliran musik rock dengan tempo yang
lebih cepat.
Kreator : Klara Rosita
Comment Closed: Tersesat di Jalan Yang Benar Bab 8
Sorry, comment are closed for this post.