Perumahan Elit Edelwais dekat Kampus
Di sepanjang jalanan yang masih asri ditumbuhi pepohonan lebat kanan kiri masih terasa dingin dan sejuk menambah keromantisan suasana saat duduk di atas motor bersamanya, membuatku semakin lama memeluknya dari belakang hingga kami tiba di gerbang masuk di sebuah perumahan yang cukup elit di kota yang tak jauh dari kampusku sengaja kulepaskan pelukanku karena aku sadar tidak baik dilihat oleh beberapa orang yang lewat di sekitar area perumahan. Di sebuah rumah berwarna putih dan berlantaikan 2 berwarna coklat tua itu kami berhenti dan memasukkan motor ke garasi rumah yang terletak menjorok ke dalam samping kami baru turun berdua dari motor tersebut. Rumah itu milik temannya atau yang lebih tepat adik kelasnya yang masih satu komunitas dengannya, komunitas pecinta alam sehingga di rumah tersebut banyak sekali kumpul anak-anak pecinta alam disitu, ada beberapa yang membuat seduhan kopi dan membuka snack cemilan di ruang tamu dan teras tersebut terisi penuh oleh mereka baik laki laki maupun perempuan. Membaur dengan mereka dengan para mahasiswa menyenangkan, mengasyikkan hingga terjalin obrolan ringan dan senda gurau yang seakan lupa akan permasalahan kehidupan. Oh, betapa seru saat masih muda bersama dengan mereka yang meskipun aku terpaut usia tiga tahun di atas mereka tetap setara usiaku kala itu bersama Elang yang memang masih lajang di usianya yang berkepala tiga lebih dan kami pun tidak merencanakan mau dibawa kemana hubungan yang diusia itu terkesan standart tidak remaja lagi dan untuk usia menikah pun masih terlalu dini juga mengingat kami yang masih suka traveling hiking juga. Kami menikmati masa-masa kuliah dan terasa tak memiliki tanggung jawab untuk merencanakan masa depan karena memang belum dan tidak terbesit di benak kami hanya selalu menikmati hobi dan pengalaman seru itu.
Memasuki senja dan hari mulai gelap teman-teman pecinta alam sudah mulai ada beberapa yang pulang duluan dan sebagian masih menetap bersama kami di perumahan itu, sampai saat gelap menjelang petang aku melihat sosok seorang ibu memakai kebaya putih namun terkesan lebih mirip dengan warna cream muda atau mungkin putih yang sudah agak lusuh warnanya dan rok selendang yang terkesan wanita jawa berusia lanjut namun terkesan masih sebaya usia ibu-ibu, sosoknya masuk menghampiri pintu ruang tamu karena jarak yang lumayan antara jendela kaca yang terlihat olehku dengan jarak pintu masuk aku menatapnya dan menunggu kehadirannya di depan pintu. Kupikir itu tetangga sebelah munggin yang hendak mampir atau memberitahukan sesuatu kepada pemilik rumah, lumayan lama hingga memakan waktu lima menit bahkan lebih ternyata tak kunjung muncul sosok seorang ibu tadi yang memakai kebaya dan rok jarik tersebut.
“Ohh Tuhan lalu siapa beliau mungkinkah kembali balik arah pulang lagi dan mataku saat itu sudah kelelahan dari tadi pagi kegiatan KKN hingga malam hari belum rebahan seharian sehingga berhalusinasi.” Pikirku dalam hati.
Bersambung.
Kreator : Ika Rahmawati
Comment Closed: Tersesat di Jalan yang Benar (Part 6)
Sorry, comment are closed for this post.