Rani terduduk lemas di sudut ruang kamarnya. Hatinya terluka mendengarkan sepotong ungkapan yang baru saja terlontar dari mulut suaminya. Sebuah ungkapan yang seolah menghinanya sebagai seorang istri.
“Apa aja sih kerja kamu Ran,” seru suaminya dengan nada ketus.
“Coba seperti bu Lina itu. Dia mengajar tetapi rumahnya tetap bersih, pakaian suaminya rapih, dan anak-anaknya terurus. Bahkan dia masih bisa menjalankan bisnis.” Kasar Raihan mendata satu persatu kebaikan istri tetangganya dan membandingkannya dengan sang istri.
Rina yang mendengarnya tentu saja sangat tersinggung. Dia merasa sakit hati mendapatkan perlakuan seperti itu. Meskipun disadarinya kalau apa yang di sampaikan oleh suaminya itu pada dasarnya benar adanya. Namun satu sisi ketika dia dibandingkan dengan orang lain, dirinya tidak bisa menerima.
Dia merasaa telah melakukan yang terbaik untuk keluarganya. Jika pekerjaan rumah tangganya banyak yang terbengkalai itu karena dia harus bekerja. Dan itu atas izin dari suaminya juga.
Hanya saja memang, pekerjaan seorang ibu di luar rumah sejatinya harus bisa dipastikan bahwa urusan rumah tangganya pun aman. Bekerjanya seorang ibu pada dasarnya bukan kewajiban tapi sebagai bentuk partisipasinya membantu suaminya ataukah karena keilmuannya dibutuhkan untuk kemaslahatan masyarakat.
Maka tentu saja ketika diputuskan seorang wanita bekerja di sektor publik satu hal yang harus dipastikan adalah kondisi di rumah tetap tertangani dengan baik.
Di samping itu dibutuhkan kerjasama anatara suami dan istri. Mereka harus saling bantu membantu, saling mendukung dalam menjalankan mahligai rumah tangganya. Dan satu hal bahwa pola komunikasi harus di jaga dengan baik. Kata-kata yang keluar dalam bentuk ujaran selayaknya harus terpilih sehinga tidak menimbulkan masalah.
Jika seseorang terbiasa berkata kasar maka sangat sulit bagi dia untuk mengontrol dan memilih serta memilah kata-kata yang hendak diucapkan. Dalam keadaan tertentu mungkin saja dia bisa mengatur setiap ujaran yang diucapkannya. Kata-katanya bisa dipoles sedemikian rupa sebelum diucapkan sehingga tidak menimbulkan masalah. Akan tetapi lebih sering pula ucapannya tidak terkontrol dan menyakiti orang lain.
Satu hal yang perlu dicamkan bahwa tidak ada orang yang ingin di salahkan apalagi jika ditambah dengan membanding-membandingkannyaa dengan orang lain. Masing-masing orang punya keistimewaannya sendiri. Maka saling memahami dan berusaha untuk memperbaiki kekurangan yang ada tentunya itu lebih baik. Akan lebih indah hasilnya jika seorang istri diingatkan dengan kata-kata yang lemah lembut.
Wanita pada dasarnya senang dihargai dan diperhatikan, maka dengan sedikit perhatian dan kata-kata yang tidak menyakitkan lambat laun akan membantunya untuk mengubah perilaku. Akan sangat berbeda hasilnya jika menginginkan sang istri melakukan sesuatu tapi menyuruhnya dengan kata kasar apalagi sampai menyinggung perasaannya.
Dengan kata-kata seseorang bisa hancur sebaliknya dengan kata-kata pula seseorang bisa bangkit dan berprestasi. Seorang anak misalnya jika sering diberi support positif maka besar harapan semangatnya akan bangikit dan dia bisa menghasilkan karya besar. Sebaliknya seorang anak yang sepanjang masa kanaknya seriing mendapatkan kecaman maka dampaknya pun akan terlihat seiring dengan pertumbuhannya.
Maka sudah semakin jelas bagaimana kekuatan kata-kata itu berlaku pada diri seseorang. Rani yang meskipun menyadari kekurangannya namun tetap merasa sakit hati. Kata kasar yang didengarnya terucap dari laki-laki yang sudah lima tahun membersamainya itu membuatnya sangat terpukul. Rasa jengkel bercampur benci pada suaminya mulai muncul.
Sejatinya dia bergegas dan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah yang harus dia selesaikan. Akan tetapi karena sakit hati justru menggiringnya untuk membalas perlakuan suaminya dengan aksi diam dan tidak mengerjakan apa-apa. Hal yang tentu saja mebuat sang suami semakin jengkel.
Pada kondisi seperti ini jika diantara pasangan suami istri tidak segera menyadari kekeliruan masing-masing maka akibatnyab bisa lebih fatal. Persoalan kecil yang awalnya bisa diselesaikan bersama bisa mengarah kepada keretakan rumah tangga jika masing-masing pihak bertahan pada egonya sendiri.
Maka sangatlah bijak untuk menjaga setiap ucapan kita baik kepada anak, suami dan kepada siapa pun. “Mulutmu adalah Hariamumu”, adala sebuah slogan yang mungkin biasa kita dengar mengingatkan bahwa perkataan bisa menjadi senjata tajam yang melukai dan meyakiti orang lain, maka jagalah.
Comment Closed: The Power of Words
Sorry, comment are closed for this post.