Part 1 Kena Prank
Akhirnya setelah menempuh pendidikan guru selama empat tahun, Desi bisa melamar pekerjaan mengajar di sebuah lembaga pendidikan swasta tingkat dasar di kota tempat kelahirannya. Senang sekali rasanya bisa bekerja dan bertemu dengan anak-anak. Desi disambut baik oleh rekan guru yang lain, siswa-siswi pun senang dengan kehadiran bu Desi di awal tahun ajaran baru ini. Sekolah tempat Desi mengajar merupakan sekolah swasta yang dinaungi oleh Yayasan Kristen sehingga fasilitas dan bangunannya juga mewah dan honor untuk guru seperti Desi pun juga lumayan. Desi mendapat tugas untuk menjadi wali kelas 3, kelas yang sangat ramai dengan siswa-siswi dengan latar belakang yang beragam. Tapi, dengan keahlian yang di dapat dari Universitasnya dulu Desi tidak mengalami kesulitan.
Bel tanda berakhirnya pelajaran telah berbunyi, siswa-siswi berebut ingin menyalami bu Desi walaupun sudah di ingatkan untuk berbaris rapi tapi tetap saja anak-anak pengen cepat keluar kelas.
“Hari ini pengen makan bakso ah pulang nanti, kayaknya enak. Tapi ngajak siapa ya?” sambil berjalan menuju ruang guru Desi bergumam sendiri.
“Eh kok dah sepi ya sekolah.” desi kaget melihat suasana sekolah dah mulai sepi
“Sepertinya aku kelamaan di kelas tadi.”
“Yah dah sepi, terpaksa deh makan sendiri.” sambil mengemas buku dan tasnya.
Ketika hendak ke parkiran motor, Desi melihat siswanya yang masih menunggu jemputan.
“Rara, kamu belum dijemput?”
“Iya, Bu.” sahutnya sambil sedih
“Ada nomor yang bisa dihubungi nggak, Rara?”
“Ada Bu, sebentar ya.” sambil membuka tas pink nya.
“Rara minta tolong ya, Bu. Hubungi Papa.” sambil menyerahkan buku kecil warna pink.
“Oke, tunggu sebentar ya.” kata Desi sambil mengeluarkan ponselnya.
Setelah menekan nomor tersebut ada sahutan dari seberang telepon.
“Halo.” Sahut suara tegas.
“Halo Pak. Saya Bu Desi, gurunya Rara. Rara masih nunggu jemputan di sekolah, Pak.” jelas Desi.
“Oh, Rara belum dijemput? Saya minta tolong ya ditemanin dulu, Bu. Sebentar lagi saya jemput.”
“Baik, Pak.”
Sambungan telepon terputus. Desi memandangi Rara.
“Ibu temanin nunggu ya, Ra.” kata Desi sambil mengelus kepala Rara.
“Iya Bu, terima kasih.”
“Loh, Bu Desi kok belum pulang?” tanya Pak Gito, penjaga sekolah.
“Belum Pak, ini masih nemenin siswa yang belum di jemput”
“Oh Rara, kok tumben belum dijemput. Ya udah Bu, lanjut ya saya mau ngunci kelas dulu.”
“Baik, Pak.”
Karena bosan desi mengajak rara untuk membaca buku cerita yang selalu desi bawa. Tanpa Desi sadari, sudah ada mobil Pajero Sport sudah terparkir di halaman depan sekolah. Seorang tentara turun dari mobil tersebut dan memanggil rara.
“Rara, ayo pulang.”
Tapi Desi Ragu dan bertanya, “ Anda orang tua Rara?”
“Bukan Bu, saya ajudan Ayahnya Rara.”
“Ra, benar ini ajudan Ayah kamu?” Tanya Desi.
“Bukan.” kata Rara cemberut.
“Loh, kok bukan? Gimana ini, Pak. Kata rara bukan. Bapak mau culik anak SD ya?” kata Desi sambil mengamankan rara di belakangnya.
“Duh gusti, Rara masa lupa sama Om, sih.” katanya memelas.
“Sebentar saya telepon Bapaknya dulu” kata Desi.
“Aduh, Bu. Nggak usah Bu, tolong.” sahutnya lagi.
“Halo Pak, ini gimana kok bukan Bapak yang jemput? Saya perlu klarifikasi, apakah benar ini orang suruhan Bapak untuk jemput anak Bapak?” Tanya Desi panjang lebar setelah telepon tersambung
“Coba video call, Bu.” sahut Ayah Rara.
“ baik Pak, ini Pak, Rara-nya bilang nggak kenal.” kata Desi agak lantang.
Kamera ponsel diarahkan ke tentara muda tersebut, dan terdengar suara tawa dari layar ponsel.
“Iya Bu, itu ajudan saya. Rara, kamu ya. Ngerjain om Rudi, aja.”
“Oh, baik kalo begitu, Pak.”
Rara Cuma senyam senyum sambil berlari ke mobil.
“Ibu guru, maaf ya.” sahutnya.
“Saya bukan penculik anak ya, Bu. Kenalkan nama saya Rudi.” katanya sambil tersenyum.
Muka desi jangan ditanya, malu bukan main. Hari pertama bekerja kok dijahili siswa sendiri.
“ Bu Desi kenapa kok mukanya kaya gitu?” Tanya pak Gito.
“Eh itu Pak, Si Rara saya pikir yang jemput penculik, Pak. Soalnya saya tanya katanya bukan Papanya.” jelas Desi.
“Oh itu ya, Bu. Rara itu anak komandan, Bu. Saya lupa bilang juga kalo yang jemput biasanya ajudan Bapaknya, wong Bapaknya juga sibuk.”
“Oh gitu ya, Pak. Ya udah Pak, saya pamit pulang ya.”
“ Ya, Bu. Hati-hati. Eh Bu ,tapi tadi tentaranya guanteng, toh?”
“Ha??? Apa, Pak??”
“Nggak denger toh? Yo wes nggak jadi.”
Apaan sih pak Gito ne, auh ah gelapppp
Kreator : Veronika Emaliana Rosika Candra
Comment Closed: Timbangan Cinta
Sorry, comment are closed for this post.