KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • basedonmyrealitylife
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Bersambung
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Madhoe Retna
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Titik Terang dari Hati yang Bertahan

    Titik Terang dari Hati yang Bertahan

    BY 30 Sep 2025 Dilihat: 4 kali
    Titik Terang dari Hati yang Bertahan_alineaku

    Bulan berganti. Lamandau tak lagi terasa seasing dulu. Jalan tanah berlumpur yang dulu sering membuat Hutama mengeluh, kini menjadi jalur yang ia lewati dengan tenang. Suara jangkrik di malam hari yang dulu membuatnya susah tidur, kini menjadi lagu nina bobo yang akrab di telinga.

    Setelah badai kabar tentang sakitnya ibu dan kekacauan batinnya, Hutama mulai memasuki masa baru. Masa di mana badai belum benar-benar berlalu, tapi langit mulai memberi cahaya samar,tanda bahwa hari esok akan datang dengan lebih ramah.

    Hutama masih bekerja keras, tapi kali ini dengan hati yang lebih lapang. Ia telah belajar untuk tidak memaksakan semuanya sempurna, tapi tetap bergerak, satu langkah dalam satu waktu. Ia mulai mampu membedakan mana yang bisa ia ubah, dan mana yang harus ia terima.

    Sikapnya yang tenang dan penuh rasa tanggung jawab perlahan-lahan membuat rekan-rekannya lebih terbuka. Ia mulai diajak berdiskusi, dimintai pendapat, bahkan mulai dianggap sebagai “anak muda yang bisa diandalkan”. Di lingkungan kerja yang awalnya dingin, kini ia menemukan kehangatan.

    Pak Surya, atasannya, bahkan suatu siang menepuk bahunya dan berkata, “Saya bangga padamu, Mas. Banyak orang datang ke sini dan mengeluh, tapi kamu justru belajar mencintai tempat ini.”

    Hutama hanya tersenyum. Dalam hatinya, ia tahu itu bukan sekadar pujian. Itu adalah pengakuan bahwa keteguhannya mulai membuahkan hasil.

    Uang masih menjadi masalah, tapi bukan lagi sumber ketakutan. Kini, ia menghadapinya dengan perencanaan dan tekad. Pekerjaan sampingan yang dulu ia lakukan dengan terburu-buru, kini ia kelola lebih rapi.

    Ia mulai menawarkan jasa desain dan penulisan untuk UMKM lokal melalui media sosial. Ia juga membantu membuat proposal dan laporan kegiatan untuk kantor desa yang kekurangan tenaga. Beberapa proyek kecil mulai datang silih berganti, memberi pemasukan tambahan yang cukup untuk dikirim pulang.

    Hutama juga membuka kelas daring sederhana untuk anak-anak SMA yang ingin belajar membuat CV atau menulis surat lamaran kerja. Ia tidak mematok biaya tinggi, hanya cukup untuk membantu biaya hidup dan pengobatan ibunya.

    Tak hanya sekadar pemasukan, pekerjaan tambahan itu membuatnya merasa berguna. Ia bukan lagi orang yang hanya menunggu gaji, tapi menjadi bagian dari perubahan,sekecil apa pun itu.

    Kabar dari Jogjakarta juga makin membaik. Ibunya sudah bisa beraktivitas ringan, bahkan mulai memasak meski hanya sesekali. Ayahnya kembali bekerja sebagai kuli tinta (penulis berita) di surat kabar milik teman lama. Mereka tidak lagi meminta bantuan, tapi tetap memberi kabar hangat.

    Setiap malam, Hutama menelepon rumah. Kini bukan lagi sambungan suara penuh tangis dan kecemasan, tapi tawa ringan dan cerita harian. Kadang mereka membahas tanaman yang ditanam di halaman, atau tetangga yang baru punya cucu.

    “Mas, kapan pulang?” tanya adiknya suatu malam.

    “Sabar ya, Dek. Kalau libur panjang, Mas pulang. Tapi dari sini, Mas kerja keras buat kalian juga,” jawab Hutama, menahan haru.

    Ia tahu, rumah itu selalu menunggunya. Tapi untuk bisa pulang dengan kepala tegak, ia harus bertahan sedikit lebih lama.

    Yang paling besar berubah bukan hanya kondisi keuangan atau lingkungan kerja. Yang paling kuat berubah adalah hatinya. Ia tidak lagi hidup dengan perasaan duka atau keterasingan, tapi dengan kesadaran bahwa perjuangan ini bukan beban, melainkan proses pembentukan diri.

    Hutama mulai punya rutinitas kecil yang menyenangkan. Ia menulis jurnal setiap akhir pekan, membaca buku sebelum tidur, dan kadang berjalan ke pasar hanya untuk sekedar menyapa warga. Anak-anak di sekitar kos memanggilnya Mas Tama, dan sering duduk di beranda sambil meminta dia bercerita tentang kota besar.

    Pada titik itu, Hutama menyadari: ia tak lagi sekadar bertahan. Ia sudah mulai tumbuh.

    Di penghujung bulan ketiga, Hutama mendapat kabar dari bendahara kantor: honor tambahan untuk pengelola keuangan yang ia bantu sudah bisa dicairkan. Jumlahnya tak besar, tapi cukup untuk satu hal yang sudah lama ingin ia lakukan.

    Malam itu, ia memesan tiket Pesawat pulang untuk bulan depan,di hari libur nasional yang memungkinkan cuti beberapa hari. Bukan karena ingin lari, tapi karena ingin kembali sebagai seseorang yang lebih kuat.

    Hutama tersenyum saat memandangi layar ponselnya. Dalam perjalanan panjang ini, ia tidak kehilangan arah. Ia hanya sedang membuat lingkaran yang lebih luas. Ia sadar, pulang bukan hanya soal tubuh kembali ke rumah, tapi hati yang tak pernah benar-benar pergi.

    Dari tanah rantau yang dulu penuh sunyi dan gundah, kini Hutama menapaki harinya dengan langkah yang lebih tenang. Ujian hidup belum usai, tapi ia sudah melewati bagian paling berat: melawan dirinya sendiri.

    Dengan hati yang lebih lapang dan kehidupan yang perlahan membaik, Hutama bersiap menghadapi bab berikutnya dalam hidupnya dengan semangat baru, harapan yang tumbuh, dan cinta yang tetap ia bawa dalam setiap helaan napas.

    Dan dari tanah Lamandau yang dulu asing, kini suara hatinya berbisik,

    “Aku tidak hanya datang untuk bekerja. Aku datang untuk tumbuh. Untuk belajar mencintai hidup dalam segala bentuknya.”

     

     

    Kreator : Galih Satria Hutama

    Bagikan ke

    Comment Closed: Titik Terang dari Hati yang Bertahan

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Dalam dunia pendidikan modern, pendekatan sosial emosional semakin banyak dibahas. Salah satu model yang mendapatkan perhatian khusus adalah **EMC2 sosial emosional**. Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan Definisi EMC2 sosial emosional? Mengapa pendekatan ini penting dalam pembelajaran? Mari kita bahas lebih lanjut untuk memahami bagaimana EMC2 berperan dalam perkembangan siswa secara keseluruhan. Definisi EMC2 Sosial […]

      Okt 02, 2024
    • Pancasila sebagai dasar negara Indonesia tidak lahir begitu saja. Di balik perumusan lima sila yang menjadi pondasi bangsa ini, ada pemikiran mendalam dari para tokoh pendiri bangsa, salah satunya adalah Soekarno. Pemikiran Soekarno dalam merumuskan Pancasila sebagai dasar negara menjadi salah satu tonggak penting dalam sejarah Indonesia. Lalu, apa saja pemikiran Soekarno tentang dasar negara […]

      Des 02, 2024
    • Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]

      Sep 18, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021