KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Bersambung
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Madhoe Retna
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Umma

    Umma

    BY 27 Jul 2025 Dilihat: 25 kali
    Umma_alineaku

    Umma terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Tubuhnya terbungkus selimut putih, kontras dengan wajahnya yang semakin pucat. Selang oksigen melingkar di hidungnya. Perutnya yang sedikit membuncit menandakan ada kehidupan baru yang sedang tumbuh, dan jika Allah meridhai, adikku akan bertambah satu lagi. Di sisi ranjang, aku, Abi dan Rina, adik saya duduk dengan mata sembab. Lisan kami terus melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an, ada gemuruh di hati. Satu dua bulir air mata jatuh membasahi mushaf yang kami pegang. Baru kemarin Umma membangunkanku untuk shalat tahajud bersama. Setelah saya dan Abi pulang shalat subuh di masjid, kami sempat mengaji bersama sebelum sesak nafas Umma kumat dan mengharuskannya dilarikan kerumah sakit. Tangan Umma bergerak, mengusap lembut kepalaku-bergantian dengan kepala adikku, seperti ribuan kali sebelumnya, namun kali ini gerakannya lambat, begitu lemah. Jemarinya yang biasanya penuh kehangatan kini terasa dingin, seperti embun yang menggigil di pagi buta. Perlahan, usapannya terhenti. Tak ada lagi gerakan. Umma tak sadarkan diri lagi. Hanya tersisa embusan oksigen dari alat bantu pernafasan dan lantunan ayat suci yang terputus-putus.

    Dua jam berlalu…

    “Umma?” bisik Abi, menahan napas. Netra kami menatap wajah Umma yang pucat, bibirnya yang setengah tersenyum, seolah masih ingin berbisik sesuatu. Tak ada tanda-tanda kehidupan di sana.

    Abi berlari ke luar kamar perawatan. “Suster! Tolong selamatkan istri saya!” jeritnya, napasnya tercekat di tenggorokan. Suaranya melengking, menggema di lorong rumah sakit yang dingin. Seorang perawat tergopoh-gopoh menghampiri, diikuti seorang dokter. Mereka masuk ke ruangan, sementara aku berdiri di ambang pintu, berusaha menahan air mata yang sudah membanjir. Hatiku seakan terkoyak. Apakah ini nyata? 

    Pagi tadi, sebelum aku berangkat sekolah, Umma masih sempat memaksaku untuk tetap masuk. 

    “Umma baik-baik saja,” katanya, suaranya tenang meski napasnya tersengal. “Ini hanya sesak napas biasa. Kamu harus masuk sekolah. Biarkan Abi yang menjaga Umma di sini.”

    Aku ingin membantah, tapi tatapan Umma selalu sulit kutolak. Tatapan penuh kasih, penuh keyakinan. Seakan tak ada yang perlu dikhawatirkan, meski nyatanya hatiku penuh kecemasan. Dan kini, hanya beberapa jam setelah itu, aku berdiri di sini, menunggu vonis yang tak ingin kudengar.

    Lima menit berlalu. Lima menit yang terasa seperti seribu tahun. Seorang dokter keluar dari ruangan, wajahnya kaku, ekspresi yang sudah sering kulihat di film-film, tapi kali ini terasa begitu nyata, begitu dekat.

    “Maaf…..” katanya pelan, menundukkan kepala. “Beliau sudah pergi.” Lanjutnya lagi.

    Dunia terasa berhenti. Kata-katanya bergema di kepalaku. Umma sudah pergi. Umma sudah tiada. Kakiku lemas, lututku hampir menyerah, tapi entah bagaimana aku masih berdiri, menatap pintu kamar yang terbuka, tempat tubuh Umma terbaring kaku. 

    Semuanya terjadi begitu cepat. Perawat menutup wajahnya dengan kain putih, menyisakan bayangan terakhir dari seseorang yang kucintai lebih dari apapun di dunia ini.

    “Umma jangan tinggalkan saya….jangan…”kata Rina berulang-ulang menggema seperti bisikan putus asa. Mulutnya terus memanggil, merintih, memohon dengan suara serak. Tetapi yang dipanggil tetap membisu. Akupun begitu terpukul dengan kepergian Umma. Bukan menolak takdir, tetapi aku dan adikku masih membutuhkan dia. Usia kami masih kecil.

    Raungan sirine ambulans yang membelah jalanan kota tak mampu mengusir kesunyian di jiwaku. Di sampingku, Abi duduk dengan wajah kosong, matanya menatap lurus ke depan, tapi aku tahu, pikirannya sedang berkelana ke masa-masa yang tak akan pernah kembali. Aku menatap jalanan kota yang ramai, tapi semuanya terasa hampa. Sepertinya Umma telah membawa separuh jiwa kami pergi. Senja hari ini tak lagi seindah senja-senja sebelumnya.

    Aku ingin menangis, tapi air mataku seolah beku. Ingin menyalahkan Tuhan atas apa yang terjadi, tapi untaian nasihat Umma agar ridha dengan ketetapan Allah terus terngiang. Kisah Ummu Salamah Radhiyallahu ‘anha yang sering Umma ceritakan menjelang tidur kembali menguatkanku. Bahwa di balik setiap musibah, selalu ada hikmah yang tersembunyi. Namun, hatiku masih terlampau sakit untuk bisa menerima kenyataan ini.

    Kupandangi tubuh Umma yang terbaring kaku, wajahnya tenang, seperti sedang tersenyum. Seolah Umma bahagia bertemu Rabbnya. “Tidakkah Umma ingin menemaniku tumbuh dewasa? Aku masih butuh sosok Umma,” bisikku, suaraku bergetar, serak oleh duka yang terlalu dalam untuk diungkapkan.

    Di atas gundukan tanah, rumah terakhir Umma, aku adikku dan Abi hanya bisa menangis meratapi kepergiannya. Udara terasa berat, seolah setiap helaan napas menuntut lebih banyak tenaga dari biasanya. Aku hanya ingin menemani Umma untuk terakhir kalinya. Di kejauhan, sayup-sayup kudengar adzan Maghrib berkumandang, mengingatkanku bahwa hidup terus berjalan, meski separuh hatiku tertinggal di sini, bersama tanah yang baru saja kubasahi dengan air mataku.

    Aku berbalik, melangkah pulang ke rumah yang tak lagi sama. Ke dunia yang seakan kehilangan warnanya. Namun aku tahu, meski waktu terus bergulir dan miliaran senja akan kulewati, aku akan tetap merindukanmu, Umma.

    Dan, untuk itu, aku akan tetap kuat. Karena itulah yang selalu Umma ajarkan padaku.

    Kehilangan orang yang kita cintai adalah ujian berat dalam hidup. Air mata mungkin mengalir tanpa henti, dan rasa rindu tak pernah pudar. Namun, kita tidak boleh larut dalam kesedihan. Sebab, doa adalah jembatan yang menghubungkan kita dengan mereka yang telah pergi. Berdoalah, kirimkan kebaikan kepada mereka. Yakinlah bahwa mereka bahagia di sisi Allah. Dan pada akhirnya, ikhlaslah menerima ketetapan-Nya, karena cinta Allah lebih besar dari cinta manusia.

     

    Kreator : Maimunah

    Bagikan ke

    Comment Closed: Umma

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Dalam dunia pendidikan modern, pendekatan sosial emosional semakin banyak dibahas. Salah satu model yang mendapatkan perhatian khusus adalah **EMC2 sosial emosional**. Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan Definisi EMC2 sosial emosional? Mengapa pendekatan ini penting dalam pembelajaran? Mari kita bahas lebih lanjut untuk memahami bagaimana EMC2 berperan dalam perkembangan siswa secara keseluruhan. Definisi EMC2 Sosial […]

      Okt 02, 2024
    • Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]

      Sep 18, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021