KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » USAI

    USAI

    BY 18 Jun 2025 Dilihat: 3 kali
    USAI_alineaku

    Aku tidak sedang mengajakmu jatuh atau juga terbang. Aku hanya sedang mengajakmu bercerita pendek tentang kenapa sebegitunya?

    Jauh menjulang tinggi ketika melihat jauh ke bawah, takut akan jatuh tapi aku tidak ingin mendarat walau hanya sebatas tumit saja.

    Ku rengkuh setiap gumpalan awan supaya aku tidak beranjak dari angan , tapi sadar bahwa takdirnya adalah aku harus berada di bawah bukan untuk jatuh tapi berdiri dan menetap, karena disanalah aku harus menghadapi segala dramamu.

    Ahh….. Aku bukan suka bergumam atau menggerutu , hanya aku suka sekali berdecap dalam diamku bahwa aku sudah usai dengan semua drama- klise ini, dan kini saatnya aku harus melihatmu, mengamati dan memperhatikan semua yang kau lakukan, tanpa harus meng-arahkan telunjuk atau memberimu baling arah angin supaya kau paham.

    Ssshh….Walau otakku kadang harus bergeliat melihat tingkah polamu, lagi aku benar – benar jengah dan selesai, maka aku tak perlu masuk dan terjebak dalam dramamu. Selesaikan saja sendiri BAB-mu karena kali ini aku hanya duduk menontonmu menjalankan peran entah seperti apa walau aku paham tapi aku bisa dari mengungkapnya.

    Sejujurnya aku sudah usai……

     

    Hampirnya seluruh hari, ku dengar tentang sebuah kebosanan konflik yang tidak usai darimu, cara konyol dan bodohmu yang ceroboh itu, kemudian disebelah sana ku amati dengan peran lain semua mengorek salah dari kendi-nya dan melongok ke dalam untuk mencari ‘pembenaran’ dalam sudut pandangmu.

    Duhhh…. Apakah ini fase panjang kalian dalam menyusuri dan memulas catatan hidupmu kelak? Lagi dan lagi aku tidak bisa banyak berucap , kupasung saja  diriku dari kebodohanmu bukan untuk melihatmu gagal tapi aku berharap kau bisa jeli melihat dan belajar bahwa disana ada celah salah yang menghitam, harusnya kau bersihkan dengan tisu basah atau lap-kain .

    Jauhnya hati ini berkata hei…kau salah langkah..kau salah ambil, salah ini dan itu, namun sisi dalamku mengatakan “ah sudah biarkan ia melakukan kesalahan supaya ia belajar!” 

    Ada sedikit sesak dalam benakku yang selalu mendorong mulutku untuk mengucap dan aku membungkamnya penuh dengan banyak kekuatan , kupaksa otakku melarang gerakan motor tubuhku supaya aku tidak lepas kendali dan berakhir payah.

    Bukan tidak sayang atau tidak peduli bahkan nirempathy, hanya aku sudah usai…

     

    Bagimu perdebatan sangat seru dan menggelitik otakmu untuk terus belajar. Namun, ini berbeda dengan otakku; ia menolak dari tenaga besar yang sia – sia supaya aku tidak kehabisan energi dan tetap menjadi terjaga dengan kualitas baik yang ‘unik’, di dalam diriku selalu ku katakan aku adalah satu bentuk unik yang tidak pernah sama dengan kebanyakan, dan aku sedang mengusahakannya, menjadi yang terbatas dalam versi terbaik yang tidak banyak dimiliki sosok lain. 

    Bukan karena aku enggan melayanimu. Aku hanya tidak tertarik pada cara-cara yang menguras tenaga seperti ini. Jika diskusi dilakukan untuk membahas gagasan dan hasil pemikiran ilmiah yang berdasar, aku justru menyukainya. Tapi tentu, aku menolak hardikan dan kemarahan yang muncul tanpa alasan yang jelas. Aku ingin menjaga tubuh dan pikiranku dari hal-hal yang sia-sia dan melelahkan. Karenanya, perdebatan hari ini yang akan kau mulai akan ku jauhi sesegera mungkin, bukan untuk menghindari atau menjauhimu tapi karena aku telah usai, itu saja.

     

    Aku tidak ingin membuka mata dan hatiku setiap hari dengan berpikir tentang bagaimana ini berakhir? Karena bukan sifatku memelihara ‘galau’, sudah terlalu tua dan meng-asin hidupku untuk mengikuti topeng peran yang tidak pernah usai dan semakin menjadi.

    Cukup melelahkan hari ini dengan memikirkan ide dan sejauh mana kemajuan yang telah kubuat. Bukan tentang bagaimana konflik ini akan berakhir, atau seperti apa akhir dari cerita yang sengaja kau ciptakan. Karena pada akhirnya, kau akan mengarahkan jarimu padaku, menyebutku sebagai ‘aktris drama’ dari konflik yang justru kau mulai sendiri.

    Huufftt… aku ingin bersih dari pertikaian yang menurutku tidak perlu, aku ingin menjadikan diriku hutan yang tidak tersentuh saking jauh dan dalamnya, saking berharganya hingga tidak mudah bagi mereka menjadikan dan melihatku sebagai bahan akhir dari sebuah konflik.

    Mereka hanya akan mencariku dan menemukanku ketika mereka telah usai dengan semua drama kehidupannya .

    Karenanya, kau tidak akan menemukanku jika kau saja belum usai….

     

    Aku ini tidak pandai menilai namun aku jeli dalam melihat detail yang tampak darimu atau tidak, karena sejatinya aku banyak belajar sebelum bertemu satu orang semacam dirimu , aku bertemu banyak kehancuran, kekecewaan dan belati yang membunuh angan dalam punggungku hingga sayapku patah dan aku harus diam, mematung tanpa gerak bahkan berkedip saja ku-usahakan sebisaku.

    Membeku pada sebuah ruang yang aku tidak bisa gambarkan begitu terangnya hingga ku enggan membuka mata karena cahayanya menusuk kornea dan membuatku harus mengernyit, sementara aku ingin membelalak tapi belum diizinkan oleh Rabb-ku.

    Lagi, Aku bukan sedang mengajakmu dan menceritakan bagaimana kau harus paham tentang apa yang sudah kulalui dalam semua jilid buku yang ku tulis.

    Karena aku yakin di BAB pertama saja kau tidak akan pernah selesai membacanya,bahkan mungkin akan segera menutupnya tidak tertarik tahu karena terlalu rumit dan berat.

    Maka biar ku gambar saja dengan senyum lebarku, karena aku usai…

     

    Sedang kucari bahagiaku dan selalu ku-usahakan dengan caraku yang lazim dimata Rabbku, maka aku menapakinya perlahan menulis setiap langkah kecilku untuk menjadi hebat, tanpa mengenyampingkan-mu sebenarnya .

    Namun, entah mengapa jadinya kau terpinggirkan dari semua mimpi dan jurnal langkah hebatku, padahal aku melibatkan diri dan memutuskan membersamai- mu dalam setiap hidupmu dari terpuruk hingga menghebat hari ini.

    Aku tidak pernah menyesal melihatmu merangkak dan melangkah tertatih dengan juluran tongkat-ku, dan aku tidak butuh siaran dunia tentang aku yang membersamai-mu kala itu dan kemarin.

    Dan mungkin kini saatnya aku harus menarik tongkatku seperti Madame McPhee kembali kepada awan dan duniaku. Sayangnya, mungkin tanpa kau yang kubersamai.

    Tak mengapa karena mungkin inilah yang katanya Usai…

     

    Setiap mendung dan hujan mulai rintik menjamah bumi, aku sesekali menyirat pikirku dengan sejenak memasukkanmu dalam hippocampus, supaya aku bisa mengurai mana letak yang harus segera ku asingkan dan membungkusnya dalam kotak.

    Nyatanya, kamu bukan tidak penting lagi tapi kau punya sisi lain yang membuatku menolak untuk menjadikanmu topik pikiran sesaatku, mungkin karena kemarin sudah terlalu banyak amigdala-ku menyimpan detail dirimu hingga penuh dan tidak muat hingga menyuruh bagian otak lain untuk menghapusnya.

    Dan aku tidak terlalu tahu kenapa terhapus mungkin terlalu menyakitkan bagi otakku dan ia menolak mengirim signal sakit untuk hatiku supaya aku tidak habis dan berakhir dengan kubangan kenangan.

    Inginnya bangun lalu ingat, namun hatiku mengkerut dan menggores sedikit perih di dalam sehingga  keluarlah bentuk rasa sakit yang akhirnya harus dihapus diganti menjadi ketar dan direspon dengan lupa saja.

    Mungkin inilah akhirnya yang disebut Usai versi kecil pada ceritamu di lembaranku… 

     

    Aku pernah diam memperhatikan caramu berpikir dan memutuskan sesuatu, mengamati setiap kata yang keluar dalam tutur katamu dan mencermati langkahmu.

    Ketika kau ingin aku menilai, aku banyak tertawa dalam hatiku dan bergumam lirih,bukan bermaksud meremehkan atau bahkan meng-kerdilkan mu dari semua drama yang ada pada kehidupanmu yang beralur pada fase-nya.

    Aku berupaya membuat rangkaian gerbong sederhana supaya kau paham setiap tahapannya dan memiliki gambaran apa yang akan kau tapaki, sayang-nya itu tidak menjadikanmu puas dan paham, malah menjadikanmu memiliki kemungkinan dan asumsi lain di luar nalarku walau sudah kuduga.

    Melihat sisi manusia dewasa yang tidak pernah memiliki penalaran jauh kecuali dalam jarak pandang batasan yang mampu kau lihat .

    Mengusahakan pemahaman dalam batas yang kau kira sangat pendek tanpa kau bertanya apakah ini benar atau salah?

    Aku tertawa lirih dan berdecap kagum pada keterbatasanmu berpikir tentang apa yang kuharapkan lebih dari yang kupikirkan, nyatanya kau belum lagi Usai…..

     

    Menyeduh kopiku sore ini sambil sedikitnya kusisipkan tentang tingkah konyolku yang ceroboh dan tergopoh memutuskan mencintai-mu, nyatanya aku salah dalam mengelola inginku saat itu hingga benar saja aku banyak mendapat respon yang sama pada banyaknya ‘sesuatu yang salah’ pada kita, padahal tidak lagi memerah tapi masih saja bodoh dan dungu.

    Hemz…usia kali ini mengajak untuk menjadi renta dalam menerawang angan, bukan tentang banyak yang muluk dan tinggi hanya tentang duduk menikmati sandekala bersama kopi dicangkir favoritku.

    Sesekali aku tertawa kecil dan menggelengkan kepala menertawai aku yang dulu bodoh,ceroboh dan lugu, menelan kata ‘selamat pagi-mu’ dengan bahasa cinta yang berbeda lalu membuatku melompat tinggi berguling di awan sambil memerahkan pipiku.

    Tidak…, tentunya aku tak ingin tua begitu saja tanpa pengalaman seru dalam hidupku, iyaa..benarnya perilaku ceroboh, bodoh dan luguku itu menjadi bagian yang selalu muda disela usia yang makin senja ranum ini dan aku tidak ingin drama-nya ikut masuk meniti tuaku menjadi racun untuk mematikanku pada kebencian, sungguh aku hanya ingin menertawakan dengan sisa gigi yang terpasang pada gusi tuaku.

    Sungguh pada cerita ini aku benar – benar usai…..

     

    Jika harus aku beritahukan sesuatu padamu; mungkin dalam belasan kali ku katakan aku begitu memujamu, hingga tanpa sadar berdiri di mulut tebing tinggi yang siap menerimaku kapan saja aku siap untuk jatuh.

    Namun, benarnya jatuh cinta tidak semakin membuatku cerdas  dan bersemangat , aku digelayuti banyak sedih dan merana. apa karena bahasanya adalah ‘jatuh cinta?’ jadi haruskah ku ganti dengan ‘bangun cinta’ atau bahkan ‘berdiri cinta?’

     mentalku hancur dan terpuruk karenanya, ini tidak akan menjadikan aku terbang tinggi ,justru menjadikan sayapku berserakan karena terpaan anginnya besar dan aku tidak bisa mengepak lebar – lebar agar bisa segera terbang bersama arah cintanya.

    Dan ku kira aku enggan berada dalam situasi ini, aku tidak perlu sedih dan merana hanya karena aku mencintai dengan banyak syarat yakni membuatmu bahagia tapi aku terhunus pedang dan menjadi lampu penerangan taman kota tanpa ada yang peduli apakah aku mulai redup atau bahkan mati.

    Tolong!  aku enggan dan beri aku ruang untuk tidak tersakiti,sudahi saja…aku usai.

     

    Kau dan aku sejatinya pembaca dari masing –masing diri yang nampak, kau membacaku seksama dan aku membacamu perlahan, kubuka lembarnya dengan sangat berhati – hati, karena-nya bagiku itu adalah kertas usang yang harus disentuh dengan rasa supaya ia tidak sobek dan tercerai –berai dari intinya.

    Dan padamu banyak kutemukan lara, ku seksamai perlahan supaya aku tidak salah baca tidak salah arti dan menyimpulkan semua utas tali padamu…, dan aku terluput oleh satu hal, bahwa kau saat ini adalah bentukan semua duka dan nestapamu yang menggunung , menjulang tinggi , mem-batu dan mengering .

    Sedih saja rasanya kau terbentuk dari luka dan derita, kau hidup dalam batas yang tidak bisa ditebas dengan lugas.

    Kini cintaku membuncah dengan rasa takut dan harap, seperti sandekala yang tidak ingin segera usai menjemput malam dan bercerita dalam diam.

    Sungguh tidak mengapa kau robek dan bercela, karena aku yang akan menjahit dan menyambungnya untukmu,

    Tenangkan hatimu dari gemuruh bebatuan yang hendak jatuh dan pecah itu, aku akan menjadi batang inti pohon yang kokoh supaya kau bisa setidaknya berteduh padaku dan menghela nafasmu walau sejenak.

    Tenanglah jangan bersuara walau hanya berdecak…aku akan menjadikan bongkahan bebatuan ini menjadi kerikil dan semuanya akan usai….

     

    Seringkali aku salah dan mungkin kali ini pun aku harus sadar bahwa manusia tempatnya salah, harusnya aku banyak menjadikan permakluman atas sifat nakal dan bebalmu, aku seringkali lupa kau sudah tak lagi muda, tak lagi belajar tentang pengalaman hidup karena kau sudah kenyang dengannya.

    Dibandingkan aku, mungkin larimu jauh lebih cepat walau sekarang mungkin massa otot tak lagi berpihak pada sendimu tapi tetap saja aku kalah jauh, iya jauh dari kekonyolan dan kekanakan yang kau ciptakan di segala suasana dan kondisi hari ini.

    Seringnya aku kesal, aku gusar  dan tidak jarang aku menggerutu dengan semua kekacauan yang kau ciptakan dirumah ini, rumah yang hampir tak pernah hangat untukku, rumah dimana aku selalu takut dengan luapan teriakan dan amarahmu dan disana pula tak jarang aku melihat egomu terus menang membakar dari atas dan menerjang habis semuanya agar seperti inginmu.

    Iya, kau bontot yang tidak pernah berkembang dewasa walau semuanya telah begitu kabur dan tidak jelas pada sorot mata abumu yang kini mulai meredup, kau tidak lagi mampu melotot dan meledak seperti kecepatan api melalap hutan.

    Dan sesekali aku melihat cinta yang begitu kecil seperti lalat itu menyembul dari balik keangkuhanmu, ia hendak keluar tapi dijambak dan diseret oleh ego dan emosimu yang besar, padahal lalat itu hanya ingin terbang sejenak membawa dan menyebar hujan supaya tidak lagi kasar memberangus kebersamaan….

    Bapak…sudahi marah nya ya!

     

    Aku melihatmu, melongok, meyakinkan diriku bahwa apa yang kulihat benar adanya, sesekali aku tersipu dan menggelengkan kebodohanku sambil bergumam kecil.., bukan kadang tapi sering aku mengira aku salah ternyata aku benar namun juga sebaliknya, dan aku tidak pernah sedikitpun mengalihkan pandanganku tentangmu.

    Kau sering membuatku berpikir tentang kenapa ini bisa terjadi dan kenapa kau yang seperti itu tidak bisa begini dan begitu?

    Aku banyak tanya, banyak berpikir dan banyak menilai bahwa ini seharusnya begini dan begitu tapi tidak denganmu, kau hanya membiarkan saja semua nya begini entah berantakan, tidak rapi atau tidak sesuai tempatnya , buatmu yang penting adalah kau nyaman.

    Haruskah aku sepertimu supaya aku tidak kelelahan dari yang tidak semestinya?

    Kucoba sebenarnya namun aku gagal dan aku manusia yang mencintai kerapian dan apapun pada tempatnya, entah kenapa denganmu malah tidak demikian, apakah ini lelahku?

    Ataukah ini Usai-ku…?

     

    Mungkin sudah bukan lagi disebut dengan memperjuangkan sesuatu, atau sedang terobsesi untuk mendapatkan sesuatu, tapi ini lebih kepada jengah yang berkesudahan.

    Peluh tak lagi menetes deras tapi berjalan menelusuri perlahan setiap otot dan ruas permukaan kulit hingga tak lagi dirasa dan hilang dengan sendirinya bersama sepoi angin.

    Hanya mampu tersenyum bukan pahit dan seringai tapi pasrah saja, ini sudah bukan waktunya menjadi sesuatu yang dipaksakan menjadi sesuai keinginan kita. Nyatanya tidak semua harus ada pada kendalimu ini tentang suatu batas yang kau dilarang melampauinya disana supaya kau tidak terlalu letih dan memaksa yang bukan milikmu untuk kau miliki.

    Belajarlah memahami bahwa kau itu kecil dan memiliki batasan , kau dilingkari tali supaya langkahmu terbatas dan selamat. ini yang belum sepenuhnya kau sadari bahwa tali itulah keselamatan untukmu,

    Maka, jangan lihat ia sebagai halanganmu untuk bergerak maju tapi lihatlah ini sebagai bentuk perlindungan seperti guratan pasir dari Sri Rama kepada Dewi Shinta agar Rahwana tidak bisa menculiknya. 

    Rasa tidak akan selalu berperan benar dalam diri, seringnya ia akan menumbalkan jiwa untuk menjenguk rasa sakit dan berlama –lama dengannya , karena itulah mengapa pada Akhirnya Shinta harus terpisah dari Rama dan menjadi tawanan Rahwana.

     

    Kutatap sendu bulat dan pekatnya matamu yang mulai menajam mencari pasti, menunduk bukan lesu hanya saja aku seperti air payau yang sudah berdiam diri lama tak tersentuh di dalam lembah danau hutan.

    Hai tatapanmu itu sedang mencari jawab seperti semak belukar dan ranting  rapuh yang menghujam bumi..,duduklah sejenak nikmati keluh kakimu yang mulai gontai bernafas dan rebahkan punggungmu ia sesak ingin jeda dari-mu.

     Berdirilah ketika kau siap dan kuat, bukan tentang teriakan semangat saja lantas kau maju berlari tanpa kekuatan  dan kesiapan.

    Aku tidak sedang setuju  dengan semua yang kau lakukan, aku hanya sedang menunggumu di ujung jalan supaya aku tahu lelahmu dan membasuhmu dengan cita dan bahagia disana,

    Berharap bukan kau segera lelah dan menyerah, tapi aku ingin menarik tanganmu untuk melihat disana sudah tersedia kursi yang disebelahnya terdapat meja serta kertas juga pena untuk kau gurat lelah dan harapmu tanpa menyerah, perlahan kau selusuri dengan seksama dan kesabaran yang mangu.

    Tunggulah sejenak dalam sebuah sabar yang tidak berujung, nanti akan kau temui seikat bunga dari semua harapmu itu, setangkai yang kau ingin dan seikat yang kau dapat itu akan menggambar lebar sudut bibirmu bahwa ini Usai…..

     

    Hai yang ada di balik jendela kamar tua dengan cat masa lalu, ..melongok keluar menjemput matahari yang terik menerobos masuk kedalam celah kamar dan membuat garis cahaya berdebu.

    Bunga telah mengangguk diperintah angin membawa aroma ke dalam ruang hampa pada tiang ranjang yang berderit – derit mengeluh dalam bisu cerita.

    Tuliskan semua sedih dan pilu yang sudah menjamur pada dinding renta itu, semua bayang kenangan sempurna terbias oleh mentari serta menari bersama dahan pohon yang menari tergiring angin sejuk menyapa hati yang sedang rancu pada angan yang tiada tepi.

    Melompatlah keluar! sentuh dan sapalah udara yang biasanya hanya singgah pada wajahmu supaya seluruh bagian tubuhmu tahu ia bisa mendapat ciuman angin dan pelukan terik yang mengganas di balik punggungmu.

    Tidakkah kau ingin terbang berdua saja bersama angin mendatangi setiap kota dan negeri, menyapa dahan, bebatuan, gunung dan ombak benua, menari bersama ikan , burung dan guguran bunga lalu membersamai musim?

    Jangan  terperangkap pada jebakan duka yang tak kunjung reda, berlalu saja bersama angin dan menarilah bersamanya, jangan takut dengan badai dan hujan, ia teman yang sejenak mampir dan memberi indah di ujung akhir pertemuannya dengan pelangi lalu berseluncur dan nikmati tiap ruas warnanya sampai semua yang ada padamu itu Usai….

     

    Berceloteh-lah dalam dinginnya malam yang bisu, ia membawa cerita nya dalam senyap dan tanpa suara hanya ada hembus angin tenang yang ikut menghitung waktu hingga habisnya gelap menjemput syuruq bersama milyaran gelembung doa yang beterbangan seperti udara yang kau hirup.

    Berdua-lah dalam bisu dan senyap lelapnya dengkuran malam , hanya dirimu yang dipeluk rindu tanpa suara, melamat – lamatkan doa dan harap serta semua gundah dalam lentera cahaya terang. Bukan sedang melalui hari hanya dengan hitungan jari tapi sedang menjadikan hari berlalu tanpa roman cerita yang tiada frasa.

    Berseloroh tajam membunuh bodoh yang terus bertengger, ku seret batang kayu dalam gumam tawa yang sakit, akan kupindahkan ia dalam gelap supaya tidak lagi nampak kesakitannya dan melupakannya begitu saja.

    Nanti akan kau temui lirih dalam hening suara malam tentang yang kau cari bukan lagi aksara lantang dan sarat makna ambigu, dan nyatanya kau akan bertemu dan terhenti pada usai-mu.

     

    Seringkali mereka menyebut cinta itu mengikat,mengatur, kebebasan ekspresi dan cinta itu adalah penyatuan dua jiwa dengan paksaan mencocoki satu sma lain, memaafkan satu sama lain dan menghapus salah dengan maaf karena cinta terlalu agung untuk di hujani comberan hitam kemarahan, kesalahan dan kekurangan.

    Cinta itu harus lah merah merona seperti mawar yang merekah diantara semak berduri, tiada boleh darinya terdapat percikan walau setetes lunturan warna merahnya yang menjadi jingga atau merah muda.

    Dan itulah yang benar – benar kulihat dari cara berpikirmu kali ini,walau sebenarnya sudah seringkali anggapanmu kupatahkan bahwa tak mengapa jatuh, bersalah dan cacat, nanti mari ditambal, di cat ulang dan dibersihkan, gusarmu seperti angin ribut yang menghantam kesana – kemari.

    Ketidak pedulianmu pada koyak yang sejatinya kau sendiri yang membuatnya dan aku susah payah menambalnya namun berkali – kali pula kau koyak, bukan lagi dengan gunting dan parang tapi dengan api yang besar menyala memberangus hingga jauh kedalam sulaman yang kutata rapi.

    Wahai tuan yang tak beralas kaki dan menajamkan luka hingga menjadikannya basah bernanah, putar matamu dan balikkan tubuhmu kepada perajut koyak yang berulangkali kau rusak, coba seksamai peluh dan air mata yang tumpah ke tanah karena susah payah merajutnya supaya seperti yang kau minta , menjadi indah dan sempurna agar kau bisa sembunyikan aibmu disana.

    Perajutmu telah lemas , roboh dan tak berdaya lagi, ia bukan menyerah tapi ia sedang berupaya menjaga yang berulangkali kau rusak dan kini dalam sisa hidupnya ia menunduk lesu dan pergi dari lenteranya yang kian redup dan perlahan mati, karena ia telah Usai…..

     

     

    Kreator : Kiki

    Bagikan ke

    Comment Closed: USAI

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]

      Sep 18, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024
    • Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]

      Sep 05, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021