Oleh : Wilman Satya Permana (WS Permana)
Hari sudah mulai gelap, umat muslim pun telah selesai melaksanakan salat Magrib. Lampu-lampu penerangan jalan dan di rumah-rumah pun telah menyala, menerangi suasana yang semakin gelap. Tidak banyak orang-orang yang keluar rumah, kebanyakan mereka sedang makan malam bersama keluarganya. Tetapi berbeda dengan suasana di sebuah warung makan di pinggir jalan dekat kampus salah satu akademi kesehatan yang berada di daerah tersebut. Dimana di lokasi tersebut, terdapat tempat indekos mahasiswa dan tempat fotokopi yang menjual pula ATK.
“Man, kemana saja baru kelihatan? Pak Ustaz selalu menanyakan kamu Man”, terdengar seorang pemuda yang baru saja datang ke tempat fotokopi, menyapa seorang pemuda lain yang sedang menunggu hasil fotokopinya selesai, yang sedang dikerjakan oleh pekerja tempat fotokopi tersebut. Tetapi pemuda yang disapanya tersebut tidak menjawab atau bereaksi apapun. Karena si pemuda yang ditanyanya tidak menjawab dan tidak menoleh kepada dirinya, pemuda yang bertanya tadi pun bertanya kembali sambil menepuk bahu pemuda yang tadi dia panggil, “ Man … Man …” dia mengira si pemuda tidak mendengar sapaannya karena suara bising oleh gelak-tawa, candaan pengunjung di lokasi itu. Sekarang pemuda yang dipanggilnya melirik, sambil manggut, tapi di wajahnya tidak tampak ekspresi apapun.
“ Sudah A, ada lagi?”, tanya pekerja tempat fotokopi. Si pemuda yang dipanggil Man tadi menggeleng sambil menerima beberapa lembar asli dan beberapa lembar hasil fotokopi. Setelah menyerahkan beberapa lembar uang ribuan ke pekerja tempat fotokopi, pemuda itupun lalu pergi meninggalkan pemuda yang menyapanya di tempat itu. Pemuda yang menyapa tadi pun hanya bisa bengong keheranan melihat pemuda yang dia sapa, pergi, tanpa menjawab pertanyaannya dan tidak berpamitan kepadanya.
Keesokan harinya, di rumah Dewi sepupu dari Iman, sahabatku, terlihat Dewi memakai seragam sekolah, lalu masuk ke dalam pekarangan rumah menuju pintu masuk, “ Assalamualaikum … “ Dewi membuka pintu yang tidak terkunci. “ Waalaikum salam … “ terdengar suara dari ruangan tengah menjawab salam. “Eeh …. A Iman sudah datang, gimana A, sudah sembuh?” Dewi tersenyum sambil menanyakan kondisi seorang pemuda di depannya yang sedang menonton televisi. “Alhamdulillah Wi, Aa sudah sembuh,” jawab pemuda tersebut.
Sesuai dengan cerita pertama kali, diceritakan bahwa Dewi dan Maya melihat ada peniru yang mirip dengan tubuh, wajah, serta pakaian Iman, sepupunya itu. Penampakan peniru itu di dalam rumah bibinya, dimana dia juga ikut tinggal di rumah itu. Tetapi penampakan itu, terjadi pada waktu Iman tidak sedang berada di rumah bibinya. Selama dua minggu, Iman baru kembali lagi ke rumah bibinya, karena terkena gejala tipus di rumah ayahnya.
Setelah Iman kembali ke rumah bibinya, kemudian bibinya menceritakan kejadian dua minggu yang lalu, yang dialami oleh Dewi dan Maya. Maya mengalami trauma sampai sakit, tidak masuk sekolah selama satu minggu. Iman kelihatan bingung setelah mendengar cerita tersebut, karena selama dua minggu, dia tidak pernah keluar rumah ayahnya, dia banyak menghabiskan waktu dengan tidur di kamar, karena sakit.
“ Wi, bibi sudah menceritakan kejadian dua minggu yang lalu ke Aa, gimana kejadian itu betul Wi? Atau hanya khayalan teman Dewi saja, Maya ya namanya?” Iman mulai membuka pembicaraan.
“Bener A, nggak mungkin Maya berkhayal atau berbohong, dia sampai sakit setelah kejadian itu, sampai sekarang dia jadi trauma, kemana-mana harus diantar keluarga atau kalau di sekolah sama Dewi,” jawab Dewi sambil menunjukan kesedihan wajahnya karena keadaan sahabatnya itu.
“ Oh, ya … A, tadi Dewi ketemu A Lukman di jalan, dia cerita, kemarin malam sesudah Magrib, ketemu A Iman di tempat fotokopi di dekat kampus di atas, lalu A Lukman tanya A Iman, tapi katanya A Iman jadi sombong, nggak mau jawab dan pergi begitu aja, nggak mau ngobrol,” Dewi menceritakan kembali cerita Lukman yang terjadi kemarin malam, kejadian yang di tempat fotokopi.
“Duh, kenapa begitu ya, lalu Dewi bilang apa ke Lukman?” Iman menanggapi cerita Dewi.
“ Dewi takut A Lukman seperti Maya, lalu Dewi jawab saja iya … A Iman baru sembuh sakit tipus, mungkin kondisinya belum stabil, masih pusing mungkin, jadi belum bisa ngobrol,” jawab Dewi.
“Nah … betul gitu Wi, jangan bilang dimana Aa sebenarnya, bilang aja kalo itu betul Aa,” jawab Iman, sambil mengangkat jempolnya, menyetujui jawaban Dewi.
“Iya A, gimana atuh A, kenapa jadi sering terjadi Aa ada dua?” tanya Dewi kemudian.
“Aa juga bingung Wi, Aa mau tanya-tanya dulu ke guru Pak Ustaz, atau ke guru ngaji yang lain mungkin ada jawaban atau solusinya gimana,” jawab Iman sambil melihat tangga turun, membayangkan cerita apa yang dilihat oleh Maya ketika peniru dirinya turun dari tangga lalu masuk toilet.
“Udah ah A, cerita itunya, Dewi juga suka jadi takut membayangkan kejadian itu,” Dewi berkata sambil bergidik, lalu mengusap mukanya beberapa kali.
“Man! Baju yang sama, yang dipakai sama peniru itu lebih baik dibakar saja,” tiba-tiba seorang wanita paruh baya keluar dari kamar yang berdekatan dengan kamar Dewi.
“Mamah! Ngagetin aja … “ Dewi terkejut sambil memegang dadanya dengan kedua telapak tangannya.
Ternyata wanita paruh baya itu adalah ibunya Dewi atau bibinya Iman, yang terbangun mendengar Iman dan Dewi mengobrol.
“Wah … Bi, kalau tiap muncul mahluk itu meniru Iman beserta pakaian Iman, lalu pakaian Iman yang mirip itu dibakar, lama-lama habis doong pakaian Iman,” kata Iman sambil menggaruk kepala.
“Tapi … biasanya pakaian itu bau yang tidak biasa Man, iiih … ngeri juga membayangkannya,” bibinya bergidik.
“Iya Bi, mungkin harus dicuci,” kata Iman sambil matanya memandang ke arah tangga.
“Man … bagaimana kalau kita ingin tahu, ini Iman sebenarnya atau bukan?” bibinya memandang Iman, seolah-olah ragu siapa yang berada di depan dirinya.
“Lah, bibi ini, masa nggak tahu Iman yang sebenarnya, kan bibi yang rawat Iman dari kecil, tapi kalau dengar cerita pengalaman Lukman, peniru ini tidak kenal siapapun yang Iman kenal, terus dia nggak mau bicara atau ngobrol, wajahnya dingin, kurang ekspresi,” Iman berusaha meyakinkan bibinya.
“Iiihh … ngeri Man membayangkannya, jangan sampai Bibi bertemu dengannya,” bibinya bergidik berkali-kali.
“Iya Bi, Iman mau coba tanya-tanya ke Pak Ustaz atau guru ngaji yang tahu masalah ini, Iman juga mau tanya-tanya ke keluarga Mamah, apakah ada anggota di keluarga Mamah yang mengalami seperti ini,” Iman mencoba menenangkan bibinya.
“Iya Man, coba datangi keluarga Mamah Iman, mungkin ada informasi atau ada yang bisa ngasih solusi,” bibinya menyetujui langkah-langkah yang akan diambil oleh Iman.
Setelah pembicaraan tersebut, dua hari kemudian Iman mengambil keputusan untuk pindah tempat tinggal, indekos sendiri mendekati tempat Iman sering mengikuti kajian agama. Iman mengambil langkah ini, setelah melihat ada keresahan, ketakutan, serta kebingungan pada anggota keluarga bibinya. Dia meminta izin kepada bibi serta pamannya untuk indekos sendiri. Awalnya, bibi dan pamannya tidak mengizinkan, karena mereka khawatir terjadi hal-hal yang tidak diinginkan jika Iman menghadapi masalah ini sendirian. Tetapi setelah beberapa alasan dikemukakan oleh Iman, diantaranya adalah Iman menduga kalau Iman pindah menjauhi keluarga, maka mahluk itu akan mengikutinya, sehingga keluarga bibinya tidak akan merasa takut lagi kejadian itu terjadi lagi di rumah bibinya.
Awal kisah baru pun dimulai dengan situasi yang berbeda. Setelah mendapat tempat indekos, Iman menempati tempat tinggal yang baru. Pengalaman-pengalaman baru yang cukup membuat ngeri, sering Iman alami. Dia sekarang hadapi kejadian-kejadian itu sendirian. Gangguan-gangguan berupa fisik pun sering dia alami. Setiap kejadian terjadi, Iman coba ambil kesimpulan, bagaimana situasi hati Iman yang bisa membuat mahluk itu muncul, kesalahan apa yang Iman lakukan sampai mahluk itu muncul, bagaimana cara agar kemunculan mahluk itu tidak terlalu sering, dan yang paling Iman khawatirkan adalah, apakah mahluk ini berbahaya bagi orang lain? Suka mengganggu orang lain? Akibat apa dia muncul?
Inilah awal kisah mengungkap misteri peniru dirinya dimulai ….
Part 15: Warung Kopi Klotok Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]
Part 16 : Alun – Alun Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]
Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]
Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]
Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]
Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]
Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]
Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,, begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]
Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]
Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]
Comment Closed: Wajah Dingin Sang Peniru
Sorry, comment are closed for this post.