Istilah “Jatah Mantan” yang selanjutnya disebut ‘JM”, mungkin masih terasa asing di sebagian orang. Tetapi bagi para pegiat media sosial, istilah ini sempat viral dan menjadi perbincangan warganet beberapa bulan terakhir ini, terutama di Twitter dan Tik Tok. Berawal dari cuitan seorang pengguna Twitter tentang fenomena “JM” ini sebagai bagian dari riset dalam upaya penyusunan buku yang sedang ditulisnya. Meski bukan hal yang sama sekali baru, namun dengan adanya cuitan ini, warganet dibuat geger dan tercengang.
“Jatah Mantan” adalah istilah untuk hubungan terlarang yang dilakukan oleh mantan, menjelang atau sesudah pernikahan dengan pasangan resminya. Dikatakan terlarang karena sesungguhnya sang mantan ini tidak berhak lagi berhubungan dekat dengan pasangan yang dulu pernah bersamanya. Apalagi bentuk hubungannya lebih berlandaskan pelampiasan nafsu dan dendam karena hubungan percintaan yang kandas. Dari cuitan warganet baik berupa tanggapan maupun pengakuan pengalaman, aktivitas “Jatah Mantan” dalam pandangan Islam sudah masuk dalam katagori mendekati atau bahkan benar-benar masuk perzinaan.
Aktivitas “Jatah Mantan” = Zina Varian Baru
Sebagai muslim saya menilai bahwa aktivitas seputar “Jatah Mantan” ini merupakan perbuatan yang diharamkan Allah Swt. Aktivitas “JM” termasuk zina dengan varian baru. Meski tidak semua aktivitas mereka diakhiri dengan hubungan badan, tetap melihat konteksnya, hal ini sangat berpotensi untuk terjadinya perzinaan dan awal dari perselingkuhan dari pasangan yang resmi menikah dengan mantannya. Ini jelas sudah sangat mendekati zina sebagaimana yang dilarang oleh Allah Swt di dalam Alquran surat Al-Isra: 32 yang artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”
Allah Swt menggunakan larangan mendekati zina, bukan larangan berzina. Ini maknanya sangat preventif atau mencegah, mendekati saja tidak boleh apalagi sampai melakukan. Maka ketika ada yang menanyakan apakah di dalam Islam diperbolehkan berpacaran sebelum pernikahan, maka jawaban yang sangat bijak adalah lebih baik jangan atau tidak melakukan pacaran sebelum menikah. Karena jalan masuk paling mulus menuju perzinaan adalah lewat pintu pacaran ini. Dari sinilah aktivitas “JM” mendapatkan pintunya.
Yang terparah, dari pengakuan netizen juga, ada aktivitas pemberian “JM” yang sampai pada hubungan badan dan dengan sengaja menumpahkan sperma di dalam. Mereka menyebutnya sebagai investasi, menitipkan benih sebagai tanda cinta kepada sang mantan. Ditinjau dari hukum Islam, ini sangat berdosa dan berbahaya. Berdosa karena ini merupakan pelanggaran dalam bentuk perzinaan dan termasuk dosa besar. Berbahaya karena dampaknya akan sangat besar pada status sang anak yang dilahirkan dari aktivitas “JM” ini.
Dampak Negatif Perbuatan Zina
Dilihat dari bentuk aktivitas “Jatah Mantan” dan konteks kejadiannya dengan pasangan yang tidak sah, baik secara agama maupun negara, “Jatah Mantan” sangat mendekati bahkan bisa dimasukkan ke dalam perbuatan zina dengan varian baru. Perbuatan zina dalam bentuk apa pun, hukumnya haram dan pelakunya dihukumi dosa besar. Dalam keyakinan Islam, rumah tangga yang diawali dengan penodaan dan pelanggaran di antara salah satu pasangannya atau keduanya, maka sangat berpotensi dicabutnya keberkahan dalam kehidupan rumah tangga tersebut. Ia akan menjadi rumah tangga yang hambar, kehilangan perekat, maka seluruh komponen bangunannya mudah terlepas, rapuh dan suatu saat akan roboh.
Perzinaan merupakan dosa besar bagi para pelakunya yang tabiah (efek negatif dari dosa)–nya, tidak hanya nanti dibalas di akhirat, namun pasti akan terasa di dunia manakala tidak ditobati oleh pelakunya. Bahkan mewabahnya penyakit menular dengan merajalela, itu pun bagian dari akibat merebaknya praktik perzinaan di suatu tempat, sebagaimana disampaikan oleh Ibnu Abbas radiallahuanhu. Tidak hanya itu, ada efek sosial dan hukum terkait dengan anak yang dilahirkan dari perzinaan tidak memiliki hak waris sebagaimana yang diatur dalam fiqih dan ayah biologisnya tidak memiliki hak dan kewenangan untuk menjadi wali nikah anak tersebut.
Maka jelas perzinaan merusak garis nasab (keturunan) yang sah. Belum lagi dampak psikologis yang diderita oleh anak ketika dia tahu bahwa ia adalah anak dari hasil hubungan yang tidak sah. Melihat dampak negatifnya yang luas, maka sudah seharusnya kita berupaya mencegah agar anak-anak kita terhindar dari pergaulan seks bebas yang sangat merugikan dan berdosa besar. Apakah kita mau selaku orang tua menjadi beban sejarah bagi anak-anak kita, disalahkan karena telah memberi kelonggaran dalam pergaulan yang bernama pacaran. Maka sebagai orang tua pun kita harus bersedia belajar lagi tentang ajaran agama kita yang tidak hanya memerintahkan kita untuk ibadah salat saja, namun semua aspek kehidupan, termasuk tata cara mendidik anak-anak yang merupakan amanah yang akan dimintai pertanggung jawaban di akhirat kelak.
Hidayat Adi Firmanto, seorang pengajar di sebuah SMP di Tegal. Tahun 2021, penulis tergabung di sebuah komunitas menulis untuk belajar. Penulis bisa dihubungi melalui FB (Hidayat Adi Firmanto) dan IG @hidayataf_70 dan email: hidayataf@gmail.com
Comment Closed: Waspadai “Jatah Mantan”, Tren Negatif Menjelang Pernikahan
Sorry, comment are closed for this post.