Suara adzan membangunkan seisi rumah, termasuk aku. Kulirik jarum jam yang berada di sisi kanan tempat tidur yang tepat berada di atas meja belajarku. “ Ehm, baru pukul 05.00.
“Aaah,”
Aku menguap beberapa kali, udara dingin pagi ini menusuk tulangku. Kutarik kembali selimut yang telah turun sebatas lutut. Kembali ku selimuti tubuhku. Sepuluh menit bolehlah kupakai buat melanjutkan tidurku lagi.
Kurasakan tetes air membasahi wajahku, dingin sekali bagai tetesan air embun dipagi hari. Belum juga kuberpikir air apa yang membasahi wajahku, terdengar suara agak keras.
“Raya, bangun, Nak!” Itukan suara Ibu.
Air tetesan tadi rupanya cara baru ibu membangunkan aku, cepat-cepat aku membuka mata. Silau sinar matahari pagi dari jendela kamar membuat aku tak mampu membuka mata lebar-lebar. Kugosok-gosokkan kedua mata yang sulit sekali terbuka lebar. Kukibaskan selimut yang menutup hampir seluruh tubuhku, Cepat-cepat kududuk di pinggir tempat tidur, sebelum kalimat lanjutan ibu terucapkan.
Kulipat selimut pink yang tadi kupakai, kusapu tempat tidurku dengan sapu lidi agar tampak rapi. Itu yang selalu diingatkan ibu sebelum kami meninggalkan kamar tidur.
Minggu pagi ini jadwal belajar kelompok di rumah Amel. Segera ku persiapkan bahan-bahan kerajinan yang harus dibawa ke rumah Amel. Kelompok kami berjumlah empat orang, selain aku dan Amel ada Aurel dan Aliyah. Kuatur satu persatu bahan-bahan tersebut, papan tripleks yang telah dipotong mengikuti pola, lem kastol yang berukuran agak besar, cat air berwarna kuning dan hijau warna pilihan kami, dan dua kaleng bekas minuman sprite. Bahan-bahan itu semuanya kujadikan satu dan kumasukkan kedalam kantong plastik merah.
“Ehm, lumayan juga beratnya,” pikirku.
Tempat pensil, polpen, mistar dari bahan bekas itu yang menjadi pilihan kerajinan yang akan kami buat. Sudah dua hari kami membuatnya, tapi kerajinan ini belum juga terselesaikan. Semoga saja hari ini tugas mata pelajaran Seni Budaya dari ibu Rini membuat tempat pensil dari bahan bekas dapat kami selesaikan. Kata bu Rini hari senin kerajinan ini sudah harus dibawa dan dikumpulkan untuk penilaian Praktek Seni budaya.
Kerumunan di meja Gita membuatku penasaran, apa gerangan yang dibuat kelompok Gita. Kudekati meja tersebut dan berharap mendapat tempat kosong untuk melihat apa yang dilihat oleh sebagian teman-teman sekelasku. “ Ooh, bagusnya. “ Teriakku tertahan.
Keindahan warna yang dipadukan Gita untuk membuat kerajinan sebagai tugas Seni Budaya, memang bagus. Gita memadukan berbagai warna botol plastik minuman coca cola. Sprite dan fanta menjadi sekuntum bunga mawar yang indah untuk ditaruh di vas bunga.
“Mana hasil kelompok kamu, Raya ?’’
“Ini pekerjaan kami.’’ seraya memperlihatkan hasil kerja kelompok kami.
Serempak mereka mengalihkan pandangan mata kearah tanganku yang sedang memegang hasil kerajinan kelompok kami. Tempat pensil berwarna kuning sedang alasnya yang terbuat dari triplek kami beri warna hijau, inilah tempat pensil hasil buatan kelompok kami yang terbuat dari kaleng minuman yang sudah tidak digunakan lagi setelah minuman yang ada di dalamnya habis.
Kelompok I mendapat nilai 85, kelompok II mendapat nilai 85, kelompok III mendapat nilai 80 dan kelompok IV mendapat nilai 85, teriak ibu Mega menyampaikan nilai hasil kerajinan kami. Senangnya nilai hasil kerja kami 85, tidak sia-sia kami bekerja selama tiga hari untuk menyelesaikan tugas ini.
Ternyata barang bekas yang hanya dilihat sebelah mata setelah isinya habis dinikmati dapat diubah menjadi berbagai macam barang menarik dan bermanfaat. Barang bekas tersebut bisa berdaya guna, seperti tas yang terbuat dari beberapa pembungkus coffe mix. Pembungkus itu dilipat lalu dirangkai dan dijahit sesuai dengan pola yang telah dibuat sebelumnya. Bunga mawar dari botol-botol plastik minuman, kaleng-kaleng bekas minuman dan lain sebagainya bisa berwujud benda yang menarik di tangan-tangan kreatif.
Bu Rini, terima kasih atas bimbingannya.
****
Kreator : Indarwati Suhariati Ningsi
Comment Closed: Yang Terbuang Yang Bermanfaat
Sorry, comment are closed for this post.