Safa, seorang anak berusia 8 tahun, sering mengalami kesulitan saat berada di kelas. Ia tidak dapat duduk diam selama pelajaran berlangsung, sering berbicara di luar giliran, dan mudah terganggu oleh hal-hal kecil disekitarnya. Gurunya memperhatikan bahwa Safa sering kali tidak menyelesaikan tugas-tugasnya dan kesulitan mengikuti instruksi. Di rumah, orang tua Safa melihat bahwa dia sering lupa membawa buku dari sekolah dan sulit mengatur barang-barangnya. Setelah berkonsultasi dengan psikolog, Safa di diagnosis dengan ADHD.
ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) adalah gangguan perkembangan yang mempengaruhi perkembangan seseorang dalam memusatkan perhatian, mengendalikan perilaku impulsif, dan menyesuaikan tingkat aktivitas dengan situasi. Anak dengan ADHD biasanya mengalami kesulitan dalam mengikuti instruksi, menjaga konsentrasi, atau tetap tenang dalam situasi yang membutuhkan fokus. ADHD umumnya terdeteksi pada usia sekolah, meskipun gejalanya bisa muncul lebih awal.
Ciri-ciri anak dengan ADHD dapat bervariasi, diantaranya :
1. Kesulitan memperhatikan
- Sulit fokus pada tugas atau kewajiban yang memerlukan konsentrasi
- Sering melakukan kesalahan karena kurang perhatian terhadap ha-hal yang detail.
- Tampak tidak mendengarkan saat diajak berbicara
- Mudah terdistraksi oleh hal-hal sepele
2. Impulsivitas
- Sering bertindak tanpa berpikir terlebih dulu
- Sulit menunggu giliran
- Menginterupsi orang lain saat berbicara atau bermain
- Tidak sabar dalam situasi yang memerlukan penantian
3. Hiperaktivitas
- Tidak bisa diam atau duduk tenang dalam waktu lama
- Sering berlarian, memanjat atau melakukan aktivitas fisik yang berlebihan di situasi yang tidak sesuai
- Terlihat gelisah atau banyak bergerak, misalnya sering mengetuk-ngetuk tangan atau kaki
- Sulit bermain dengan tenang
Anak dengan ADHD sering kali menghadapi tantangan dalam lingkungan sekolah, sosial dan keluarga. Penyebab ADHD belum sepenuhnya dipahami, tetapi beberapa faktor dianggap berkontribusi, antara lain :
1. Faktor Genetik
ADHD cenderung diturunkan dalam keluarga. Anak-anak dengan riwayat keluarga ADHD memiliki risiko lebih tinggi mengalami gangguan ini.
2. Ketidakseimbangan Kimia Obat
Neurotransmitter, zat kimia di otak yang membantu mengatur perhatian dan perilaku, mungkin tidak berfungsi dengan baik pada anak dengan ADHD.
3. Faktor Lingkungan
Paparan terhadap zat beracun seperti timbal selama masa kanak-kanak, atau ibu yang merokok, minum alkohol, atau menggunakan narkoba selama kehamilan, dapat meningkatkan resiko ADHD.
4. Faktor Perkembangan Otak
Penelitian menunjukkan bahwa otak anak dengan ADHD berkembang secara berbeda, terutama di area yang terkait dengan pengendalian impuls dan perhatian.
Penanganan ADHD harus disesuaikan dengan kondisi individu anak, karena setiap anak memiliki gejala yang berbeda. Beberapa cara yang bisa dilakukan meliputi :
1. Terapi Perilaku
Terapi ini membantu anak memahami bagaimana cara mengendalikan perilaku impulsif dan belajar keterampilan sosial yang lebih baik. Orang tua dan guru biasanya dilibatkan untuk membantu memperkuat perilaku positif di rumah dan sekolah.
2. Obat-obatan
Dalam beberapa kasus, obat stimulan seperti methylphenidate atau amphetamine digunakan untuk membantu anak mengendalikan gejala ADHD. Obat ini dapat membantu meningkatkan kemampuan fokus, mengendalikan impuls, dan mengurangi hiperaktivitas.
3. Dukungan di Sekolah
Sekolah bisa memberikan modifikasi seperti memperpendek durasi tugas atau memberikan waktu ekstra saat tes untuk membantu anak dengan ADHD.
4. Konseling dan Dukungan Orang Tua
Orang tua seringkali membutuhkan bimbingan untuk menghadapi tantangan yang dihadapi anak mereka. Konseling keluarga atau kelompok pendukung bisa menjadi sumber informasi yang bermanfaat.
Strategi pendidikan yang dirancang khusus sangat penting bagi anak dengan ADHD untuk membantu mereka mencapai potensi penuh. Konsep pembelajaran yang sesuai untuk anak ADHD diantaranya :
1. Pembelajaran dengan Struktur yang Jelas
Anak ADHD biasanya kesulitan dengan instruksi yang panjang. Guru bisa membantu dengan membagi tugas menjadi langkah-langkah yang lebih kecil dan memberikan instruksi yang singkat dan langsung.
2. Penggunaan Visual dan Alat Bantu
Anak ADHD cenderung lebih responsif terhadap pembelajaran visual dan penggunaan alat bantu seperti gambar, grafik dan video.
3. Pemisahan Tugas
Tugas yang panjang dapat menjadi sumber kebingungan dan frustasi. Membagi tugas lebih sederhana dan memberikan waktu istirahat antar sesi bisa membantu fokus anak.
4. Kegiatan Fisik yang Terencana
Karena anak ADHD seringkali hiperaktif, integrasi kegiatan fisik ke dalam pembelajaran dapat membantu mereka melepaskan energi berlebih. Contohnya, belajar sambil bergerak atau menggunakan permainan fisik yang melibatkan konsentrasi.
5. Penguatan Positif
Anak dengan ADHD seringkali merespon lebih baik terhadap pujian dan penguatan positif. Memberikan penghargaan ketika mereka berhasil menyelesaikan tugas atau mengikuti aturan dapat memotivasi mereka untuk berperilaku lebih baik.
6. Pembelajaran Individual
Kadang-kadang anak dengan ADHD memerlukan perhatian satu persatu. Guru yang bisa memberikan waktu khusus untuk mendampingi anak dalam memahami materi pembelajaran akan membantu proses pembelajaran yang lebih efektif.
Anak dengan ADHD membutuhkan dukungan khusus dalam pendidikan dan pengasuhan. Pemahaman tentang ADHD, penyebabnya, serta cara menangani dan mendukung anak melalui strategi pembelajaran yang tepat, sangat penting bagi perkembangan mereka. Dengan pendekatan yang terstruktur, dukungan positif dan modifikasi lingkungan belajar, anak dengan ADHD dapat mencapai kesuksesan baik secara akademis maupun sosial.
Kreator : Tri Welas Asih
Comment Closed: Yuk, Kenali Gejala ADHD pada Anak
Sorry, comment are closed for this post.