KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Cerita Anak
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » 10 Kisah Sukses Disabilitas Netra Dalam Mengatasi Segala Rintangan Dalam Kehidupan

    10 Kisah Sukses Disabilitas Netra Dalam Mengatasi Segala Rintangan Dalam Kehidupan

    BY 09 Jun 2024 Dilihat: 100 kali
    10 Kisah Sukses Disabilitas Netra Dalam Mengatasi Segala Rintangan Dalam Kehidupan_alineaku

    Dahulu, saya merasa menjadi manusia paling berbeda di dunia. Ketidaksempurnaan yang saya alami, membuat diri saya membatasi pergaulan sosial dengan orang di luaran sana. Akan tetapi, pertemuan demi pertemuan saya dengan sesama difabel netra, membuat saya yakin, bahwa saya tidak sendirian dalam mengalami ujian dari sang pencipta. Saya juga mulai bisa menerima diri sendiri, karena saya yakin, setiap individu mempunyai kekurangan dan kelebihannya masing-masing.

    Dalam buku ini, saya akan menuangkan sekelumit kisah-kisah difabel netra dari berbagai kalangan. Tujuan saya menuliskan kisah-kisah ini adalah untuk memberi semangat, inspirasi, serta motivasi kepada keluarga, orang-tua, dan disabilitas netra yang belum menemukan jati dirinya dalam meraih kesuksesan. Setiap cerita dalam kumpulan cerpen ini merupakan kisah nyata., tetapi untuk nama narasumber ada yang disamarkan dan ada juga yang menggunakan identitas asli. Hal tersebut tergantung izin dari narasumber itu sendiri.

    Harapan saya: semoga tidak ada lagi diskriminasi bagi seluruh penyandang disabilitas, terkhusus disabilitas netra. Baik dari keluarga, lingkungan sekitar, atau masyarakat luas. Tak, lupa, saya juga ingin berterima kasih kepada seluruh narasumber yang telah bersedia menceritakan kisah serta pengalaman berharganya dalam menjalani hidup yang penuh liku ini. Akhir kata, selamat membaca, semoga buku ini memberikan pencerahan dan dapat menambah wawasan bagi kita semua.

     

    Bab 1

    Inilah Aku

     

    Sebelum menulis kisah dari teman difabel netra lain, izinkanlah saya untuk menulis sekelumit kisah tentang diri saya terlebih dahulu.

    Nama lengkap saya adalah Ade Yayang Latifah.

    “Dulu, ada yang ngasih kamu nama. Dia orang jauh (orang tak dikenal). Saat itu, ibu sudah bingung karena kamu sering menangis dan sulit tidur. Kebiasaan di kampung kan gitu, suka ganti nama anak kalau ada masalah dengan bayi yang belum lama lahir. Tapi, waktu itu, nama yang dikasih ya Cuma Latifah. Terus, ibu kasih nama depannya. Ade itu panggilan dalam bahasa Sunda, sedangkan Yayang itu asalnya dari kata sayang. Jadi, kalau digabungin yaa anak yang lembut dan banyak disayangi semua orang. Latifah itu kan dari bahasa Arab yang artinya kelembutan.” (begitu kata ibu saya, saat saya bertanya tentang arti dari nama saya.)

    Saya terlahir sebagai difabel netra 6 hari sebelum hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia pada tahun 2001. Saya juga merupakan anak pertama dari 2 bersaudara. Adik saya berbeda 9 tahun dari saya. Saat saya menulis cerita ini, adik saya baru memasuki tahun pertama-nya masuk sekolah menengah pertama. Harapan saya untuknya, semoga menjadi pria yang tangguh, dapat melindungi keluarga dan menjaga martabat dirinya.

    Tak ada yang menduga bahwa saya akan menjadi seorang disabilitas. Pasalnya, ketika terlahir, saya masih dalam keadaan normal. Akan tetapi, pada saat ibu melahirkan saya, beliau menahan rasa sakit yang sangat lama, sekitar 12 jam. Saya dan keluarga juga tidak mengerti, mengapa kontraksi yang dirasakan pada ibu saya terjadi begitu lama.

    Seminggu setelah saya terlahir ke dunia ini, tiba-tiba mata saya mengeluarkan darah dan sulit untuk terbuka. Ya, mata saya hanya bisa terpejam. Seketika itu, ibu dan seluruh keluarga membawa saya ke rumah sakit terdekat. Ibu saya sangat sedih kala itu. Terlebih lagi, ayah sedang berada di Malaysia untuk bekerja.

    Singkat cerita, setelah di bawa ke beberapa rumah sakit, ternyata saya didiagnosis sebagai penderita low vision. Lovision sendiri adalah sebuah gangguan penglihatan yang bisa terjadi kepada siapapun. Berbeda dengan tunanetra total atau totally blind, penyandang tunanetra low vision ini masih mempunyai sedikit sisa penglihatan. Itulah yang terjadi pada kedua mata saya. Untuk saat ini, saya hanya bisa melihat warna dan cahaya. Saya juga dapat melihat benda-benda besar seperti pintu, mobil, atau apapun objek yang cukup mudah untuk dideteksi dengan sekilas. Tetapi, saya tidak bisa melihat bentuknya secara keseluruhan. Contohnya, ketika saya melihat sebuah mobil, saya hanya bisa melihat bentuk besarnya saja. Saya tidak bisa melihat di mana pintunya, di mana kaca mobilnya, dan komponen-komponen lainnya yang tidak mempunyai bentuk yang besar.

    Sebelum dokter memberikan diagnosis final tentang gangguan penglihatan yang saya alami, mereka juga sempat menduga bahwa saya mengalami glaukoma. Awalnya, dokter berharap setelah usia saya 3 tahun, tim medis bisa melakukan tindakan operasi. Namun, Tuhan berkehendak lain. Saat ini, mata saya sudah memiliki keterbatasan penglihatan permanen. Mata kanan saya sudah sulit berfungsi, sedangkan mata kiri saya masih mampu melihat walau sangat minim..

    Sekolah pertama saya adalah sebuah taman kanak-kanak yang tak jauh dari rumah. Biasanya, saya diantar ibu dengan menaiki kendaraan umum. Di sekolah, saya hanya dapat menghafal pelajaran, tanpa bisa membaca dan menulis. Biasanya, saya dibantu untuk menulis oleh ibu saya. Tangan saya memegang pensil, kemudian ibu saya menggerakan pensil tersebut dari bawah tangan saya. Ketika ayah pulang dari Malaysia, beliau sempat merasa sedih karena kondisi saya. Akan tetapi, ibu berhasil menguatkan beliau dengan meyakinkan bahwa saya mampu berprestasi dengan cara lain selain mengandalkan penglihatan.

    Setelah selesai menempuh sekolah teka, saya disekolahkan di sebuah Sekolah Luar Biasa (SLB) di kota saya, yakni Majalengka. Saya merasa senang, karena saya mampu mengenal cara belajar yang baru. Saya bisa menulis, membaca, dan berhitung seperti anak-anak pada umumnya. Namun, di sisi lain juga, saya mulai berubah dan menyadari bahwa saya memiliki keterbatasan. Dahulu saat di teka, saya sering kali mengikuti lomba, salah satunya adalah lomba dakwah. Akan tetapi, pada saat di sekolah dasar, saya lebih tertutup dan lebih sering menyendiri.

    Saya belajar baca tulis dengan menggunakan huruf Braille. Huruf tersebut merupakan tulisan timbul yang ditulis menggunakan alat yang bernama reglet dan pena. Reglet tersebut berbentuk panjang. Di sana, terdapat kotak-kotak kecil. Satu kotak terdiri dari 6 titik. Sedangkan, 1 reglet kecil terdiri dari 4 baris. Ada juga reglet besar yang terdiri dari 27 baris, tetapi ada juga yang kurang dari 27 dan lebih dari 4 baris. Sseperti pasangan yang saling melengkapi, pena berfungsi untuk membantu menimbulkan huruf braille pada kertas. Bentuknya seperti paku payung, tetapi dengan ukuran yang lebih besar. Bagian tengah pena adalah bagian yang berfungsi untuk digenggam oleh tangan kanan, sedangkan bagian yang runcing seperti jarum berfungsi untuk menusuk kertas yang berada di dalam kotak reglet.

    Bagi difabel netra, huruf braille merupakan hal yang paling penting untuk dipelajari. Selama saya belajar baca tulis, saya memerlukan waktu selama kurang lebih 1 tahun untuk mempelajarinya. Guru saya juga merupakan seorang tunanetra. Beliau selalu sabar mendampingi saya belajar, sehingga saya mampu membaca dan menulis dengan menggunakan huruf braille dengan cepat.

    Sekolah saya memiliki asrama yang bertujuan untuk melatih kemandirian difabel netra. Di masa itu, saya sangat tidak menginginkan tinggal di asrama, karena hal itu dapat membuat saya jauh dari keluarga. Akan tetapi, Tuhan mempunyai kehendak lain. Beberapa tahun saya sekolah dengan diantar ayah dan nenek karena ibu bekerja di kantor dinas pertanian,  tiba-tiba ibu saya mengandung adik saya. Selain itu, kami juga diuji dengan sakit yang dialami kakek kala itu. Seperti mimpi buruk, hidup saya berubah drastis setelah keluarga besar saya memutuskan untuk menitipkan saya ke asrama sekolah tersebut.

    “Teteh harus kuat. Teteh itu kan anak ibu yang paling ceria, jadi ibu yakin teteh bisa tegar dalam menghadapi ini semua.” Kata ibu sambil membereskan baju yang akan saya bawa.

    Akhirnya, dengan segala upaya,  saya baru mampu tinggal di sana pada saat saya menduduki kelas 5 SD, itu pun harus dijemput 1 minggu sekali. Teman-teman saya di sekolah berusia jauh lebih tua dari saya. Dahulu, saya sangat merasa sulit bergaul dengan mereka. Selama hal itu terjadi di lingkungan asrama, perlahan saya menjadi menutup diri dengan lingkungan sekitar.

    Saat sekolah dasar telah berhasil diselesaikan dengan baik, saya memutuskan untuk merantau ke kota yang lebih besar. Ya, kota kembang menjadi pijakkan kaki saya untuk yang pertama kalinya. Saya bersekolah di salah satu SLB yang ada di sana. Akan tetapi, karena ada masalah yang cukup rumit, akhirnya pada saat kelas 2 SMP, saya kembali harus pindah sekolah.

    Kali ini, ibu kota dan segala hiruk pikuknya lah yang saya tuju untuk melanjutkan pendidikan. Di sana, saya tinggal di sebuah lembaga yang dinaungi oleh dinas sosial provinsi DKI Jakarta. Lembaga tersebut bernama Panti Sosial Bina Netra Cahaya Bathin (PSBN Cahaya Bathin).  Namun, Tuhan kembali menguji saya. Di lembaga tersebut tidak menyediakan sekolah khusus bagi difabel netra. Alhasil, saya harus menempuh pendidikan di sekolah reguler dan bergabung dengan teman-teman nondifabel.

    Selama bersekolah di sana, saya merasa kurang nyaman. Alasan terbesarnya adalah: saya tidak dapat memaksimalkan kemampuan saya. Sekolah tersebut baru pertama kali menerima disabilitas, khususnya netra. Maka dari itu, para guru dan murid di sekolah tersebut masih belum menemukan metode yang tepat untuk memahami siswa difabel. Pernah suatu ketika, saya ingin mengikuti upacara bendera dan olahraga, tetapi, hal tersebut dilarang oleh guru-guru saya. Alasannya adalah: mereka tidak mau saya jatuh atau mengalami cedera. Selain itu, hubungan saya dengan teman-teman sekolah pun cukup buruk. Mereka rata-rata tidak mau menemani saya. Selain didiamkan, saya juga pernah dibilang begini: “Ngapain kamu di sini? Kenapa nggak masuk sekolah khusus aja?” Ya, terlepas dari itu semua, saya sangat berterima kasih kepada pendamping dari Panti Sosial Bina Netra, teman-teman di asrama yang merupakan sesama difabel netra, dan juga keluarga yang selalu mendukung saya, serta memberi semangat hingga saya dapat menyelesaikan pendidikan di sana. Akhirnya, saya bisa lulus dari sekolah tersebut, meskipun harus mengalami jatuh bangun yang cukup melelahkan.

    Tamat SMP, saya kembali melanjutkan pendidikan di SMALB (Sekolah Menengah Atas Luar Biasa). SLB tertua di Jawa Barat adalah pilihan saya. Sekolah tersebut terletak di Kota Kembang. Ya, saya memutuskan kembali ke kota itu. Jujur, kala itu saya sangat bahagia. Saya merasa bahwa masa itulah masa keemasan diri saya. Saya kembali mengikuti lomba, ikut berbagai kegiatan sekolah, ikut organisasi sekolah seperti OSIS dan Kepramukaan, yang tentunya dengan teman-teman sebaya. Di sini, saya merasa seperti layaknya teman-teman nondifabel lainnya.

    3 tahun menikmati indahnya masa putih abu-abu, saya kembali diuji oleh sang maha pencipta. Saya berencana berkuliah di kampus negeri ternama di Indonesia. Akan tetapi, saya tidak lulus seleksi di kampus tersebut karena pada saat mengikuti seleksi, waktu yang diberikan terlalu singkat untuk difabel netra. Semoga saja, nantinya hal tersebut dapat diperbaiki oleh pemegang kewenangan di negara kita tercinta ini. Kemudian, saya memutuskan untuk mencoba seleksi di sebuah kampus kedinasan. Lagi-lagi, saya belum diberikan kesempatan oleh Tuhan. Hal ini disebabkan karena ada banyak soal-soal bergambar dalam tes seleksi kampus tersebut. Alhasil, saya sebagai difabel netra kesulitan untuk menjawab soal tersebut. Selain itu, test yang dilakukan pihak kampus juga dilaksanakan secara online, jadi terdapat beberapa kendala teknis salah satunya adalah jaringan yang tersendat.  Akhirnya, saya mencoba di salah satu kampus swasta di Bandung. Akan tetapi, besarnya biaya dan kurangnya minat pada jurusan yang dipilih, membuat saya kembali pindah ke kampus lain. Saya hanya bertahan 1 tahun di kampus tersebut. Alhamdulillah, kini saya telah menemukan tempat menimba ilmu yang cocok dan sesuai kata hati. Tak hanya itu, saya juga berhasil mendapat 2 beasiswa sekaligus, dari pemerintah dan dari pihak kampus. Meski lelah karena mengurusi semuanya sendirian, saya merasa bersyukur karena masih dapat diberi kesempatan untuk menimba ilmu pengetahuan yang berguna bagi diri saya.

    Sastra Indonesia adalah jurusan yang saya ambil saat ini. Saya berkuliah di kampus yang cukup besar di daerah Tangerang Selatan. Yaaa, , Universitas Pamulang kini menjadi tumpuan dan harapan saya beserta keluarga. Saya tidak terlalu hobi menulis, membaca juga tidak dapat dibilang sangat rajin. Tujuan saya mengambil jurusan ini adalah untuk meningkatkan kreativitas dalam menulis, memperbaiki tata bahasa, dan mendalami seputar budaya Indonesia. Dulu, saat saya masih belum mengetahui bahwa saya adalah seorang tunanetra, saya bercita-cita ingin menjadi seorang perancang busana. Saat itu, saya terinspirasi dari sebuah sinetron di salah satu stasiun televisi. Sekarang, cita-cita saya adalah ingin menjadi seorang dosen yang mampu membagikan ilmunya kepada mahasiswa-mahasiswanya kelak. Semoga, saya dapat mewujudkan cita-cita tersebut di kemudian hari.

    Tak lupa, saya juga ingin berterima kasih kepada Universitas Pamulang, yayasan Sasmita Jaya, serta Pusat Layanan Disabilitas Universitas Pamulang (PLD Unpam), karena sudah memberikan segudang ilmu dan fasilitas kepada saya dan teman-teman difabel lain untuk menjadi seseorang yang mampu meraih mimpi dan cita-cita, dengan tanpa membayar uang kuliah sepeserpun. Semoga, amal dan kebaikan seluruh civitas Unpam dapat terbalaskan di kemudian hari.

    Setelah saya menceritakan tentang perjuangan saya dalam menerima diri sebagai difabel dan pertaruhan mimpi di pendidikan tinggi, kali ini saya akan menceritakan tentang kisah cinta saya. Saya mulai mengenal kata pacaran semenjak usia 13 tahun. Waktu itu, saya mulai merasakan suka pada seseorang, yang tak sengaja bertemu dengan saya di mini market. Dia merupakan seorang tunanetra juga, dan saat itu dia diantar oleh adiknya. Perkenalan itu sangatlah singkat, saya tidak bisa mendapatkan kontak orang tersebut.

    Selebihnya, kisah cinta saya hanya sekedar di udara, hanya bertemu melalui sosial media.

    Meskipun kisah cinta saya hanya terjalin lewat sosial media, rasanya sungguh beragam. Memang cinta itu terasa bahagia, tetapi semuanya hanyalah semu belaka. Di tahun 2016, saya menjalin hubungan dengan seorang pria yang bertemu dengan saya  di sekolah. Pria tersebut jaraknya cukup jauh dengan saya, sekitar 10 tahun perbedaan usia kami. Hubungan saya  dengan dia tak bertahan lama, dikarenakan pemikiran kami jauh berbeda.

    Setelah pindah ke Jakarta, saya juga pernah menyukai seseorang. Dia merupakan teman sekelas saya  di SMP, yang merupakan seorang tunanetra juga. Menurut saya, dia sangat baik karena dia mampu menjaga dan menjadi teman baik ketika berada di sekolah. Suatu hari, ketika saya sedang belajar, tiba-tiba saya mengalami datang bulan. Sontak, saya sangat panik kala itu. Apalagi, rok yang saya pakai adalah rok warna putih. Akhirnya, dia memberikan solusi. Untung saja saat itu sudah mau jam pulang. Pada saat saya berjalan, dia melindungi saya  dari penglihatan orang-orang. Dia berjalan di belakang saya , dan akhirnya darah di rok itu berhasil tertutupi.

    Jujur, dari kebaikan itulah saya mulai menyukainya. Akan tetapi, sungguh sayang seribu sayang, dia sudah menyukai gadis lain, yang satu asrama juga dengan kami. Saat itu, saya hanya bisa bersabar dan berharap semoga saya dapat menemukan cinta sejati dalam hidup saya. Selain cerita di sekolah itu, saya dan dia juga punya cerita lain. Waktu itu, kami dipanggil ke sekolah untuk mengadakan tes minat bakat. Kebetulan, saat kejadian itu kami sudah menginjak kelas akhir. Di sekolah, ternyata test tersebut merupakan tes tertulis. Alhasil, test untuk kami dilakukan setelah hari itu. Jadilah saya dan dia pergi ke rumahnya, karena kami merasa malas untuk kembali ke asrama.

    Saya merasa bahagia kala itu. Ternyata, orang baik itu memang selalu ada. Semoga saja aku mendapatkan orang seperti itu, yang bisa melindungi saya  dalam suka maupun duka.

     

    Beranjak pada masa SMA, saya juga pernah menjalin dengan beberapa orang, termasuk salah satu ketua OSIS. Meski tidak berlangsung lama, tetapi rasanya sungguh sangat berkesan. Pada saat berkuliah, saya juga menjalin hubungan dengan seorang tunanetra. Dia juga berusia jauh di atas saya. Hubungan kami cukup lama, sekitar kurang dari dua tahun. Dia juga mau menemui keluarga saya, dan karena itulah saya sangat mencintainya. Akan tetapi, hubungan kami akhirnya kandas saat saya sedang berada di akhir semester 2. Ada banyak kesalah pahaman di antara kami, sehingga menyebabkan saya memutuskan untuk mengakhiri semuanya.

    Saat ini, saya sedang menjalin hubungan dengan seseorang. Kami berpacaran setelah saya menyendiri selama kurang lebih 8 bulan. Orang yang menjadi pasangan saya ini cukup baik. Usianya hanya berbeda satu tahun dengan saya. Dia juga sedang menjalani skripsi di akhir kuliahnya. Semoga, kisah cinta ini menjadi kisah cinta terakhir dalam hidup saya. Semoga, mimpi, harapan, serta cita-cita saya dapat terwujud tanpa ada halangan yang berarti. Saya tahu bahwa hidup itu tidak mudah. Akan tetapi, saya akan berusaha menjalaninya dengan sepenuh hati saya.

     

    Kreator : Ade Yayang Latifah

    Bagikan ke

    Comment Closed: 10 Kisah Sukses Disabilitas Netra Dalam Mengatasi Segala Rintangan Dalam Kehidupan

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Menurut Stephen Covey Manusia Memiliki Kebutuhan Dasar, Kecuali? a. To Live b. To Love c. To Listen d. To Leave the Legacy Jawaban: c. To Listen Menurut Stephen Covey Manusia Memiliki Kebutuhan Dasar, Berikut Pembahasannya: Stephen Covey, seorang penulis dan konsultan manajemen terkenal, dalam karya-karyanya sering membahas tentang kebutuhan dasar manusia. Dalam bukunya yang terkenal, […]

      Jun 25, 2024
    • Hari sudah menunjukkan pukul 14.30. Suasana di sekolah tempat Ustadz Hamdi mengabdikan diri sudah mulai sepi. Anak-anak sudah banyak yang pulang. Ustadz Hamdi masih duduk di meja kerjanya sambil memeriksa satu persatu tugas murid-muridnya. Saat itu tiba-tiba HP Ustadz Hamdi berdering “Kriiing, kriiing, kriiing…”  “Halo…., Assalamu alaikum !”  “Wa alaikum salam. Ini Lisa, pak Ustadz.” […]

      Jun 06, 2024
    • Aku adalah teman sekelas Sky di SMP, kami berada dikelas yang sama selama 3 tahun. Sekarang setelah masuk SMA kami berada di sekolah dan kelas yang sama. Sky selalu menjadi orang terpopuler di sekolah, Sky tinggi,  tampan, dan sangat ramah. Namun sayangnya aku merasa dia selalu dingin hanya padaku, aku bahkan tidak tau alasan dibalik […]

      Jun 10, 2024
    • Mahaga Belom Bahadat adalah bahasa Dayak Ngaju yang mempunyai makna yaitu menjaga kehidupan yang saling menghargai, menghormati serta menjunjung tinggi kehidupan Adat Istiadat maupun tradisi kearifan lokal di wilayah yang kita tempati. Era zaman sekarang ini sudah banyak sekali para generasi yang melupakan prinsif-prinsif hidup yang telah dulu ditinggalkan para leluhur(nenek moyang) kita, padahal banyak […]

      Jun 02, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021