Pagi itu kegiatan belajar mengajar di dalam kelas Kelompok Bermain baru memasuki minggu pertama dalam hitungan pemberian materi pada kurikulum semester ganjil ini.
Alhamdulillah, suasana kelas cukup kondusif. Berbeda dengan hari kemarin yang masih menyisakan PR buat bu guru untuk mengajak murid-muridnya bisa mandiri.
Kelompok yang masuk hari kemarin masih ada yang cengeng dan terlalu manja. Ditambah lagi neneknya yang gabut kurang kerjaan terlalu memanjakan cucu satu-satunya. Sehingga cucunya yang memang sudah manja tidak bisa segera lepas dan mau ditinggal pulang oleh neneknya. Cucunya yang dari rumah tidak pernah dibiasakan berinteraksi dengan tetangga atau teman-teman seumurannya masih merasa canggung dan takut kehilangan neneknya. Setiap bergerak panggil nenek sambil nangis. Setiap berbicara diikuti dengan nangis dan panggil nenek.
Neneknya pun demikian terlalu memanjakannya dan tidak tega untuk meninggalkannya barang sebentar. Cucunya yang diam didatanginya. Cucunya yang duduk diam tidak mencarinya didekatinya dan dipeluknya serta diusap-usap badannya. Sehingga cucunya pun sangat tergantung dengan neneknya.
Bagaimana mau segera bisa mandiri, setiap gerakan apapun dilayani neneknya. Misalnya mengusap ingus yang seharusnya tisu diberikan kepada cucunya dan dilatih anaknya berusaha sendiri semampunya untuk mengusap ingusnya sendiri malah neneknya yang selalu mengusapnya. Mengusap air mata yang seharusnya tisu diberikan kepada cucunya untuk belajar mengusap air mata sendiri dan belajar mengatasi kepentingan diri sendiri malah selalu diucapkan. Sehingga tidak ada kesempatan cucunya untuk belajar. Tangannya tidak dilatih untuk rajin dan terampil. Sehingga anak semakin manja dan tidak segera mandiri, lepas dari orangtua.
Keadaan yang demikian mempengaruhi ketertiban dalam kelas dan kelancaran proses belajar mengajar di kelas. Padahal sang nenek gabut sudah diingatkan dan ditegur oleh gurunya, namun ketidakrelaan meninggalkan cucunya membuat cucunya semakin ngalem alias cengeng.
Namun, pada hari ini berbeda dengan keadaan hari kemarin ketika cucu si nenek gabut ada jadwal masuk sekolah. Berkat tidak ada nenek gabut dalam kelompok hari ini keadaan kelas menjadi tenang dan kegiatan belajar mengajar menjadi kondusif dan berjalan lancar.
Semua anak yang termasuk dalam kelompok ini tidak ada satupun yang ditunggui neneknya ataupun pengasuhnya. Anak-anak ini semua sudah dilepas dan direlakan belajar dan bermain bersama bu guru. Nanti sewaktu jadwal pulang sekolah semua anak ini dijemput oleh orang tua atau nenek masing-masing. Tidak berarti mereka tidak punya nenek. Mereka semua punya nenek juga, tetapi nenek mereka tidak ada yang gabut.
Pada saat komunikasi dan tanya jawab guru dengan murid pada kelompok yang tergolong sudah mandiri ini berjalan seru dan interaktif. Komunikasi dua arah sudah bisa tercapai.
Ketika ibu guru membawa foto seorang tokoh pendiri persyarikatan Muhammadiyah yang sudah tampak berusia lanjut seorang anak yang cukup bagus vokalnya langsung bertanya kepada gurunya.
“Bu guru, itu fotonya mbah kakung ya?” tanyanya sambil mengambil gambar yang sedang dipegang bu guru.
“Iya itu fotonya mbah kakung. Kamu tahukah siapa nama mbah kakung itu?” jawab bu guru kembali bertanya.
“Aku gak tahu namanya, Bu.” Jawab si Darren anak yang cukup bagus vokalnya.
Bu guru segera memberi beberapa penjelasan untuk mengenalkan tokoh tersebut. Sesuai dengan rencana materi hari itu adalah mengenal tokoh pendiri Muhammadiyah.
“Mbah kakung ini namanya Kyai Haji Ahmad Dahlan. Coba anak-anak sebutkan ulang. Siapa namanya mbah kakung ini? ayo tirukan ucapan bu guru ya, Kyai Haji Ahmad Dahlan. Tirukan per-kata coba. Kyai, Haji, Ahmad, Dahlan.” Bu guru mengeja nama dan mengajak murid-muridnya untuk menirukan dan kembali menyebutkan namanya.
Seorang murid perempuan yang mungil dan sudah mandiri bernama Zizi celetuk bertanya kepada gurunya. “Bu guru, sekarang mbah kakung itu kerja ya?” tanyanya sambil mendongak ke arah bu guru penuh harap.
“Ini mbah kakung Kyai Haji Ahmad Dahlan sudah meninggal dunia. Sudah tidak bekerja lagi.” jawab bu guru sambil memandang Zizi yang komunikatif itu.
Mendengar jawaban guru si Darren tidak mau kalah aktifnya. Dengan suaranya yang keras dan lantang tiba-tiba dia bertanya kepada gurunya. “Bu, kuburannya di mana?” tanya si Darren dengan serius.
Mendengar pertanyaan Darren yang tak terduga, bu guru tersenyum dan segera menjawabnya. “Kuburannya di Yogyakarta.” Jawab bu guru singkat.
“Wuiihh jauhnyaaaa.” Sahut si Darren dengan mata membelalak seolah kaget dengan apa yang didengarnya.
“Wow, kok tahu kalau jauh. Memangnya mas Darren sudah pernah ke Yogyakarta?” respon bu guru.
“Ya tahu lah. Aku kan sudah ke Jakarta.” Jawab Darren yang disambut tawa ringan oleh bu guru dan teman-temannya.
Kreator : Endah Suryani
Comment Closed: CELOTEH BOCIL
Sorry, comment are closed for this post.