KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Doa Ibu di Balik Langkah Anak Menuju Pesantren

    Doa Ibu di Balik Langkah Anak Menuju Pesantren

    BY 16 Okt 2024 Dilihat: 121 kali
    Doa Ibu di Balik Langkah Anak Menuju Pesantren_alineaku

    Di sebuah daerah di Kabupaten Banyumas, tinggallah sebuah keluarga sederhana yang hidup dengan penuh kasih sayang. Keluarga ini terdiri dari seorang ibu bernama Ibu Rina, suaminya Pak Ahmad, dan tiga anak mereka: Raka, Fajar, dan Bintang. Raka, anak laki-laki tertua, telah tumbuh menjadi remaja yang mandiri, bersekolah di luar kota menuntut ilmu agar dapat hidup mandiri suatu saat. Sedangkan Bintang, si bungsu, masih berusia delapan tahun dan selalu menjadi pusat perhatian keluarga.

    Suatu hari, Pak Ahmad dan Ibu Rina merasa bahwa sudah saatnya Fajar dan Bintang menimba ilmu agama lebih dalam di sebuah pondok pesantren. Mereka ingin agar mereka kelak menjadi insan yang berakhlak mulia dan mampu menuntun keluarga serta masyarakat sekitar dengan ilmu agama yang kuat. Keputusan ini bukanlah keputusan yang mudah. Meskipun dengan hati yang berat, mereka tahu bahwa pesantren adalah tempat terbaik untuk pendidikan Fajar dan Bintang. Pak Achmad dan Bu Rina Beranggapan bahwa setelah Raka anak yang pertama menimba ilmu di sekolah umum dan berkuliah di luar kota bukan dalam bidang agama sehingga merasa dua anak yang lain lebih banyak memperdalam ilmu agama.

    Hari itu, saat waktu keberangkatan Fajar dan Bintang, rumah yang biasanya dipenuhi canda tawa anak-anak mendadak terasa sunyi. Ibu Rina menatap koper-koper yang sudah siap dibawa. Pikirannya dipenuhi berbagai kenangan saat Fajar dan Bintang masih kecil, berlarian di pekarangan rumah, meminta pelukan setelah pulang sekolah, atau sekadar bercerita tentang hari-hari mereka. 

    Di sudut ruangan, Pak Ahmad duduk dengan diam, menatap ke luar jendela. Matanya berkaca-kaca, meskipun dia berusaha keras menyembunyikan kesedihannya. Sebagai seorang ayah, ia tahu bahwa ini adalah bagian dari tanggung jawabnya, tetapi tak bisa ia pungkiri, hatinya berat melepas anak-anaknya pergi.

    Di pelataran rumah, Fajar dan Bintang berdiri dengan tas di punggung. Bintang yang lebih pendiam, sesekali melirik Fajar, sementara Fajar yang lebih tua berusaha tegar di depan adiknya. Namun, sorot mata mereka tak bisa menyembunyikan kegundahan. Mereka sama-sama tahu, pergi ke pondok pesantren bukan hanya berarti belajar, tapi juga berpisah dari keluarga tercinta.

    Ibu Rina mendekati kedua anaknya, menatap mereka dengan penuh kasih. “Ingat ya, Nak,” suaranya bergetar, “Ibu dan Ayah selalu mendoakan kalian. Tetaplah rajin belajar, jaga sholat, dan jangan lupa untuk selalu bersyukur.”

    Raka menunduk, tak kuasa menahan air mata yang mulai mengalir. Bintang, yang biasanya tegar, akhirnya juga tak sanggup menahan isak tangis. Mereka memeluk ibu mereka erat-erat, seakan tidak ingin melepaskan. Pak Ahmad kemudian mendekat, menyentuh bahu kedua anaknya dengan lembut. “Kalian kuat, kalian bisa. Ingatlah, ini bukan perpisahan. Ini hanyalah bagian dari perjalanan untuk menjadi lebih baik.”

    Setelah melepas pelukan itu, Ibu Rina dan Pak Ahmad menatap anak-anak mereka yang perlahan berjalan menjauh menuju mobil yang akan membawa mereka ke pesantren. Suasana hening menyelimuti rumah. Malam itu, setelah semua selesai, Ibu Aisyah dan Pak Ahmad duduk berdua di ruang tamu. Kesunyian yang begitu nyata memenuhi ruangan. “Aku tidak pernah membayangkan rumah ini akan sepi seperti ini,” bisik Ibu Aisyah sambil menahan tangis. 

     

    Pak Ahmad meraih tangan istrinya, menenangkannya meski dirinya sendiri juga merasa hampa. “Ini demi masa depan mereka, Sayang. Kita hanya bisa berdoa agar mereka kuat dan selalu dilindungi Allah.”

    Malam-malam berikutnya, Ibu Rina semakin sering berdoa panjang di atas sajadahnya. Di setiap sujud, ia memohon agar kedua anaknya diberi kemudahan dalam belajar, kesehatan, dan keselamatan. Ia merasakan betul kekosongan di hatinya, namun ia juga sadar bahwa sebagai seorang ibu, ia harus tegar dan percaya pada takdir Allah. Pak Ahmad pun tak henti-hentinya berdoa setiap selesai shalat, memohon kepada Allah agar anak-anaknya selalu dalam lindungan-Nya.

    Waktu berlalu. Surat dan kabar dari Fajarcdan Bintang selalu menjadi penyemangat bagi Ibu Rina dan Pak Ahmad. Setiap kali membaca surat itu, hati mereka terasa lega. Meski berat, mereka tahu bahwa apa yang mereka lakukan adalah untuk kebaikan anak-anak mereka.

    Di setiap doa yang dipanjatkan, selalu terselip harapan bahwa suatu hari nanti, Fajar dan Bintang akan kembali sebagai pemuda yang lebih baik, dengan ilmu agama yang dapat mereka terapkan dalam kehidupan. Dan meski jarak memisahkan, cinta dan doa seorang ibu dan ayah tak pernah jauh dari anak-anaknya.

     

     

    Kreator : Safitri Pramei Hastuti

    Bagikan ke

    Comment Closed: Doa Ibu di Balik Langkah Anak Menuju Pesantren

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]

      Sep 18, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024
    • Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]

      Sep 05, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021