Abstrak
Dalam organisasi pemerintah, egosentrisme menjadi salah satu hambatan utama yang dapat mengganggu efektivitas dan produktivitas kerja. Egosentrisme dalam konteks organisasi mengacu pada kecenderungan individu untuk berfokus pada kebutuhan, kepentingan, atau pandangan pribadinya, sering kali mengabaikan tujuan bersama organisasi. Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan dampak negatif dari egosentrisme dalam organisasi pemerintah dan menawarkan solusi untuk mengurangi atau menghilangkan egosentrisme di lingkungan kerja ini. Dengan pendekatan teoretis dan data empiris, diharapkan artikel ini dapat memberikan wawasan bagi pengambil kebijakan dan pimpinan organisasi dalam mengoptimalkan kinerja organisasi mereka.
Pendahuluan
Dalam organisasi pemerintah yang beroperasi dengan tujuan melayani masyarakat, keberhasilan sangat bergantung pada kerja sama antar pegawai. Namun, egosentrisme sering kali menghambat kolaborasi ini, menimbulkan ketidakharmonisan, dan memicu konflik antar individu atau antar unit. Egosentrisme dapat diartikan sebagai sifat atau sikap seseorang yang cenderung fokus pada diri sendiri dan kurang mempertimbangkan sudut pandang orang lain (Dunning, 2005). Dalam organisasi pemerintah, hal ini menjadi penghalang terhadap tercapainya tujuan bersama dan pelaksanaan pelayanan publik yang optimal.
Landasan Teori
1. Teori Egosentrisme dalam Psikologi
Egosentrisme, sebagaimana didefinisikan oleh Piaget (1952), adalah kecenderungan individu untuk melihat dunia dari perspektif dirinya sendiri tanpa memperhatikan perspektif orang lain. Dalam konteks organisasi, egosentrisme tercermin ketika seseorang lebih mementingkan keuntungan atau keinginan pribadinya diatas kepentingan organisasi. Menurut Goffman (1961), orang yang egosentris cenderung lebih sulit bekerjasama dengan anggota tim karena kurangnya empati dan kecenderungan menganggap ide atau opininya yang paling benar.
2. Teori Perilaku Organisasi dan Egosentrisme
Egosentrisme dalam organisasi bisa disebabkan oleh struktur hirarkis dan budaya kerja yang kurang inklusif. Teori perilaku organisasi (Organizational Behavior Theory) yang dikemukakan oleh Robbins dan Judge (2013) menjelaskan bahwa budaya organisasi yang berfokus pada individu cenderung memperbesar peluang munculnya perilaku egosentris. Sikap ini mempengaruhi iklim kerja organisasi pemerintah, yang mengakibatkan terciptanya “silo mentality” atau mentalitas silo, yaitu kecenderungan unit-unit untuk bekerja secara terpisah dan kurang kolaboratif.
3. Teori Motivasi dan Kepentingan Pribadi
Teori motivasi McClelland (1961) menyebutkan bahwa individu memiliki kebutuhan akan kekuasaan, pencapaian, dan afiliasi. Dalam organisasi pemerintah, kebutuhan akan kekuasaan dan pencapaian sering kali memperkuat perilaku egosentris, terutama jika penghargaan atau promosi lebih berbasis pada pencapaian individu daripada kontribusi terhadap tujuan tim atau organisasi.
Pembahasan : Dampak Egosentrisme dalam Organisasi Pemerintah
1. Penurunan Kolaborasi
Egosentrisme dapat menurunkan tingkat kolaborasi antara pegawai, karena individu yang egosentris seringkali menganggap pendapat atau ide mereka lebih superior. Hal ini menciptakan budaya kompetitif yang tidak sehat, dimana fokus pada hasil pribadi lebih diutamakan daripada keberhasilan tim atau organisasi secara keseluruhan. Sebagai contoh, menurut studi oleh Chang (2019), organisasi pemerintah yang memiliki tingkat kolaborasi rendah seringkali menghadapi kesulitan dalam pencapaian tujuan jangka panjang.
2. Konflik Antar Pegawai
Sikap egosentris memicu konflik antara pegawai. Ketika seseorang hanya fokus pada pandangan atau kepentingan pribadinya, hal ini dapat menyebabkan ketidaksepakatan dengan anggota tim lainnya. Konflik yang berkepanjangan dalam organisasi dapat menghambat pelaksanaan tugas dan mempengaruhi kualitas pelayanan publik. Kahn et al. (1964) menyatakan bahwa konflik di tempat kerja berdampak negatif pada kepuasan kerja, produktivitas, dan bahkan kesehatan mental pegawai.
3. Menurunnya Kualitas Pelayanan Publik
Egosentrisme dalam organisasi pemerintah dapat berdampak langsung pada kualitas pelayanan publik yang diberikan. Jika pegawai lebih mementingkan pencapaian individu dibandingkan dengan kepuasan masyarakat yang dilayani, maka akan terjadi penurunan kualitas layanan. Menurut Ritzer (2013), pelayanan yang tidak memperhatikan kebutuhan dan harapan masyarakat cenderung gagal menciptakan kepuasan pelanggan atau pengguna layanan.
Solusi Mengatasi Egosentrisme dalam Organisasi Pemerintah
1. Mengembangkan Budaya Organisasi yang Inklusif
Salah satu langkah utama untuk mengurangi egosentrisme adalah dengan mengembangkan budaya organisasi yang inklusif. Budaya inklusif menghargai setiap pandangan dan kontribusi individu, serta mengajarkan nilai-nilai empati dan kerja sama. Organisasi pemerintah dapat menerapkan pelatihan-pelatihan yang berfokus pada empati dan kerja tim. Hal ini sesuai dengan konsep organisasi pembelajar (learning organization) yang diperkenalkan oleh Senge (1990), dimana budaya belajar bersama dapat meningkatkan keterlibatan dan kepedulian antar pegawai.
2. Peningkatan Keterampilan Manajerial dalam Kepemimpinan Empatik
Kepemimpinan empatik, yang menekankan pada pemahaman dan perhatian terhadap kebutuhan pegawai, dapat membantu mengurangi sikap egosentris. Pemimpin yang empatik cenderung lebih berhasil dalam membangun hubungan yang harmonis antar pegawai. Menurut Bass dan Avolio (1994), kepemimpinan transformasional yang berbasis empati dan komunikasi terbuka dapat meningkatkan kolaborasi dalam tim.
3. Sistem Penilaian Berbasis Kinerja Tim
Penghargaan dan penilaian yang berfokus pada pencapaian tim akan mendorong pegawai untuk lebih mengutamakan kepentingan bersama daripada kepentingan individu. Sebagai contoh, dalam sistem penilaian berbasis kinerja tim, penghargaan diberikan kepada tim atau unit yang berhasil mencapai target secara kolektif, bukan kepada individu semata. Ini akan menstimulasi semangat kerja sama dan mengurangi perilaku egosentris (Jones & George, 2011).
4. Pelatihan Pengelolaan Konflik dan Peningkatan Keterampilan Komunikasi
Egosentrisme yang sering memicu konflik dapat diredam melalui pelatihan pengelolaan konflik. Melalui pelatihan ini, pegawai belajar memahami pandangan orang lain, mengembangkan keterampilan komunikasi yang efektif, dan menyelesaikan perbedaan dengan cara yang konstruktif. Robbins dan Judge (2013) menegaskan bahwa keterampilan komunikasi yang baik dan manajemen konflik efektif sangat penting dalam menjaga iklim kerja yang harmonis.
Penutup
Egosentrisme dalam organisasi pemerintah dapat berdampak negatif pada kolaborasi, menciptakan konflik, dan menurunkan kualitas pelayanan publik. Namun, dengan penerapan solusi yang efektif, seperti pengembangan budaya inklusif, kepemimpinan empatik, sistem penilaian berbasis tim, dan pelatihan manajemen konflik, organisasi pemerintah dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih harmonis, kolaboratif, dan produktif. Penerapan solusi ini diharapkan dapat memperbaiki iklim organisasi dan meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat.
Daftar Pustaka
- Bass, B. M., & Avolio, B. J. (1994). Improving organizational effectiveness through transformational leadership. Sage Publications.
- Chang, J. (2019). Collaborative Governance in Government Agencies. Routledge.
- Dunning, D. (2005). Self-insight: Roadblocks and detours on the path to knowing thyself. Psychology Press.
- Goffman, E. (1961). Encounters: Two studies in the sociology of interaction. Bobbs-Merrill.
- Jones, G. R., & George, J. M. (2011). Essentials of Contemporary Management. McGraw-Hill.
- Kahn, R. L., Wolfe, D. M., Quinn, R. P., Snoek, J. D., & Rosenthal, R. A. (1964). Organizational stress: Studies in role conflict and ambiguity. Wiley.
- McClelland, D. C. (1961). The Achieving Society. Van Nostrand Reinhold.
- Piaget, J. (1952). The Origins of Intelligence in Children. International Universities Press.
- Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2013). Organizational Behavior. Pearson.
- Ritzer, G. (2013). The McDonaldization of Society. Sage Publications.
- Senge, P. M. (1990). The Fifth Discipline: The Art and Practice of the Learning Organization. Doubleday.
Kreator : Hendrawan, S.T., M.M.
Comment Closed: Egosentris dalam Organisasi Pemerintah
Sorry, comment are closed for this post.