DENDAM KESUMAT IBLIS DAN SETAN
Dari paparan kisah Al-Qur’an, kisah pertama yang diungkap dalam Al-Qur’an adalah kisah Nabi Adam dan Iblis. Kisah keduanya terbaca di tujuh surah yang berbeda. Detailnya, surah Al-Baqarah, surah al-A’raf, surah al-Isra’, surah al-Kahfi, surah Thaha, surah al-Sajdah. Dari sekian banyak kisah, tampaknya surah al-A’raf paling banyak menceritakannya. Ketujuh surah terjalin saling melengkapi, hingga pembaca kisah mampu menangkap esensi kisah utuh keduanya, walaupun masih tampak global. Disinilah dibutuhkan karya tafsir, khususnya tafsir bil ma’tsur (riwayat).
Betapa marah dan kecewanya Iblis terhadap keberadaan Nabi Adam As., yang oleh Allah akan dijadikan sebagai khalifah di muka bumi. Tamparan keras baginya, hingga mengabaikan perintah Allah, hanya sekadar menghormatinya (sujud ta’dzim). Nyatanya, keangkuhan dan kesombongan Iblis makin menjadi-jadi. Kata “Aku” keluar deras dari mulutnya. Dirinya lupa yang dihadapinya adalah Tuhan yang telah memberinya hidup. Bahkan, menuntut agar ditangguhkan kematiannya, agar cukup waktu berupaya menjerumuskan bani Adam seluruhnya tanpa terkecuali.
Beberapa diksi Al-Qur’an yang bisa ditemukan dalam Al-Qur’an, seperti la aq’udanna (niscaya pasti aku halangi), la atiyannahum (niscaya pasti aku datangi mereka), la ughwiyannahum (niscaya pasti aku jerumuskan) dan lainnya. Dalam pandangan ilmu Bahasa Arab, jika kata kerja mudhari’ (waktu sekarang dan seteruskan) disambung dengan huruf nun taukid saqilah (kata penegas), berfungsi sebagai sumpah atau janji, dan berfungsi menguatkan perbuatan. Keinginan Iblis dan setan sejatinya di dasari dendam, karena Iblis terusir dari surga, mendapatkan laknat dan dijauhkan dari rahmat Allah, semua dikarenakan kehadiran Adam. Hidupnya menjadi kacau, tidak nyaman dan jauh dari kata tenang, lagi-lagi Adam yang menjadi kuda hitam dan penyebabnya. Kerja keras setan tidak mengenal lelah selalu dilakukan. Setan akan selalu mencari celah kelemahan anak cucu Adam. Setiap saat setan akan mendatangi anak cucu Adam. Setan selalu menggodanya melalui bisikan, godaan, rayuan dan tipu daya (talbis), ia jadikan indah setiap keburukan dan kemaksiatan (tazyin), agar manusia menunda-nunda pertaubatannya (taswis) dan lainnya.
Begitu dahsyat upaya setan menghalangi baik dari arah depan, belakang, sebelah kanan dan sebelah kiri. Hanya arah atas dan bawah mereka tidak mampu mengoda manusia. Sebab, arah bawah adalah arah sujud manusia, simbol kerendahan diri dan berserah diri (taslim), puncak munajat kepada Allah terlebih ketika sholat, waktu pengakuan (I’tiraf) bahwa segala daya dan kekuatan hanya milik Allah semata. Sedangkan setan mensifati pensifatan sebaliknya. Karena mereka anti sujud ta’dzim ke Nabi Adam As. penuh keangkuhan dan merasa dirinya lebih mulia. Adapun ketidak mampuan setan menggoda dari arah atas, dikarenakan arah atas adalah arah doa, arah munajat, arah istighfar dan dzikir. Sifat setan sebaliknya, tidak ada lagi do’a (harapan) bagi mereka dan tidak mengenal istighfar.
Tidak ada yang melegakan dan menyenangkan bagi setan, misi hidupnya hanya berupaya menghalangi bani Adam melakukan kebaikan, menggelincirkan dan menjerumuskan mereka seluruhnya dalam kubang kemaksiatan, yang berujung pada siksa dan azab Tuhan di akhirat. Merasakan penderitaan hidup dunia maupun akhirat. Walaupun setan dinyatakan sebagai musuh yang nyata bagi manusia (aduw mubin), namun Allah pun menegaskan bahwa sesungguhnya segala tipu daya setan sejatinya lemah. Bentuk perlawanan terhadap setan dengan memperbanyak sujud dan membentengi diri dengan membaca Al-Qur’an, tahlil, istighfar dan kekuatan do’a.
Ibarat arus sungai yang mempunyai hilir dan hulu, pengungkapan kisah Al-Qur’an pun memiliki bagian hilir dan hulu. Bagian hulu yang dimaksud, bermuara dan menyatu pada tujuan dan hikmah kisah itu sendiri, tiada lain adalah penanaman akidah dan mengokohkan keimanan.
- Setiap diri manusia akan senantiasa mendapatkan ujian hidup. Hakikat ujian sebagai bukti otentik kualifikasi dan kompetensi diri sebagai hamba Allah yang handal. Menyikapi ujian dengan bijak, dengan sudut pandang optimisme. Memang ujian terasa tidak menyenangkan, namun dari ujian pulalah seorang akan mendapatkan kekuatan. Manusia tangguh bukan hanya dimaknai yang selalu sukse dalam hidupnya, akan tetapi manusia tangguh pun bisa dimaknai seberapa banyak ia bangkit setelah mengalami kegagalan. Nabi Adam membuktikan sebagai manusia tangguh. Sebab beliau menyikapi kesalahannya dengan elegan, mengakui, bertobat dan memperbaiki diri. Di sisi lain, beliau mencapai maqam kesempurnaan karena dengan melakukan kesalahan (walaupun tidak ada niatan melakukannya) mendapatkan apresiasi Allah. Bahwa manusia secara fitrah berpotensi melakukan kekhilafan. Sebaliknya, Iblis yang merasa lebih mulia dari Nabi Adam, karena materi penciptaannya yang berupa api dianggapnya lebih mumpuni, lebih mulia daripada tanah, menyalahkan pihak lain atas kesalahannya dan makin angkuh, menjadikan dirinya mendapatkan murka Allah, karena gagal menghadapi ujian keimanan.
- Kecenderungan fitrah Manusia berkeinginan untuk hidup selamanya dan kekal, tidak turun kasta/derajat, tidak mau sengsara, dan terpenuhi segala kebutuhan hidup dengan mudah. Sepertinya halnya surga, dengan segala fasilitas di dalamnya. Nabi Adam tertipu dengan bujuk dan rayuan Iblis yang menampakkan kesenangan tanpa batas dan usaha.
- Perintah dan Larangan Allah adalah kalimatul haq. Yang mana tidak ada seorangpun yang mampu menolak. Tidak ada satu makhluk pun di alam raya yang bisa menghindarinya. Kalimat yang disepakati kebenaran dan kemutlakannya. Kalimat yang menyebabkan kehadiran manusia di muka bumi menjadi terhormat dan mulia. Kalimat yang menjamin seorang mendapatkan kebahagiaan dan keberuntungan di akhirat. Hukum secara umum hanya ada dua, yakni if’al (kerjakan) merupakan perintah, dan la taf ‘al (jangan kerjakan) merupakan larangan. Jika Iblis mendapatkan khitab Allah usjudu (bersujudlah) adalah perintah, sedangkan Nabi Adam mendapatkan kitab Allah alla taqraba (jangan engkau mendekati) adalah larangan. Setiap langkah, seorang mukmin harus memperhatikan kaidah imaniyyah tersebut, if’al am la taf’al (lakukan atau jangan lakukan)
- Gengsi dan kemampuan daya pikir akal harus diturunkan dihadapan kalimatul haq. Perintah sujud hormat kepada Nabi Adam adalah kalimatul haq. Maka, segala asumsi dan persepsi akal harus dilenyapkan. Sebab, wilayah ghaib dan Qadar hak prerogatif mutlak Allah. Wilayah berpikir dan bernalar makhluk hanya pada tataran masyhad. Inilah yang dimaksud inni a’lamu mala ta’lamun. Betapa banyak kebijakan Allah dan rencana qadar-Nya yang tidak mampu dipahami manusia. Jangan tergesa-gesa mengklaim. Akal mana bisa menerima seorang tega meninggalkan istri dan anaknya di padang pasir yang tandus nan gersang. Siti Hajar mencari air, naik turun gunung, antara Shafa dan Marwa tanpa lelah dan putus asa. Yang terjadi, ternyata air keluar memancar tanpa bisa dibendung dari celah kaki Nabi Ismail kecil. Anda bisa melihat keberkahan air zam zam saat ini. Dan contoh lainnya begitu banyak dalam Al-Qur’an. Nabi Khidir membunuh Ghulam, melubangi kapal. Ibu Nabi Musa menghanyutkan anaknya di sungai nil. Nabi Musa menghindari kejaran Fir’aun dan pasukannya menuju ke bibir pantai, bukannya ke gunung-gunung untuk bersembunyi. Semua dilakukan karena itulah perintah Allah yang tidak bisa ditolak, sebagai bukti keimanan dalam diri. Bukankah keyakinan pada hal yang ghaib merupakan indikasi keimanan seseorang. (Al-Baqarah: 3).
- Jangan sok-sok menyalahkan setan dan mengkambinghitamkan. Ibarat anak sekolah yang tidak naik kelas, kemudian ia menyalahkan soal ujian yang terlalu berat baginya. Setan tidak akan bertanggungjawab akibat perbuatannya yang mampu menjerumuskan manusia ke dalam neraka (Qs. Ibrahim/14: 23). Ingat, Iblis mendapatkan murka dan laknat Allah sebab ia menyalahkan dan merasa benar atas perbuatannya.
Kreator : Arif Budiono
Comment Closed: Godaan Setan
Sorry, comment are closed for this post.