“Jembatan di Atas Ombak” yang membahas konstruksi hukum dan aspek regulasi terkait intermodal transportasi, terutama yang berfokus pada penyelarasan kewenangan antar Direktorat Jenderal di sektor transportasi laut dan darat. Buku ini dirancang untuk memberikan wawasan mendalam tentang sistem dan infrastruktur transportasi penyeberangan sungai, danau, dan laut di Indonesia, khususnya yang diatur di bawah naungan Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) sebagai bagian dari Kementerian Perhubungan.
————————————————————————————————————————————–
JEMBATAN DI ATAS OMBAK
Bab I. Pendahuluan
“Jembatan di Atas Ombak” adalah upaya menggambarkan dan mengurai peran krusial transportasi penyeberangan di Indonesia, sebuah negara kepulauan yang memiliki ribuan pulau yang tersebar. Transportasi penyeberangan, baik melalui sungai, danau, maupun laut, menjadi salah satu pilar penting dalam menghubungkan masyarakat, mempercepat mobilitas barang dan jasa, serta mendorong perkembangan ekonomi lokal maupun nasional. Dengan kata lain, sistem penyeberangan ini menjadi “Jembatan” yang menghubungkan wilayah-wilayah yang terpisah oleh perairan, mewujudkan integrasi wilayah Nusantara.
Namun, sistem transportasi penyeberangan ini menghadapi tantangan kompleks terkait regulasi dan pembagian wewenang. Menurut Undang-Undang Nomor 66 Tahun 2024 perubahan ketiga UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, kegiatan transportasi di perairan meliputi angkutan laut, sungai, dan danau, serta penyeberangan. Di sisi lain, penyelenggaraan dan pengawasan transportasi penyeberangan ini terbagi antara dua direktorat dalam Kementerian Perhubungan, yaitu Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (DJPL) yang menangani angkutan laut, dan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (DJPD) yang menangani angkutan sungai, danau, dan penyeberangan (ASDP). Ketidaksesuaian dalam pembagian kewenangan ini memunculkan tantangan dalam pelaksanaan tugas, khususnya terkait keselamatan, kepelabuhanan, dan kelaiklautan operasional.
Peran ASDP menjadi semakin penting dalam mendukung kebutuhan transportasi lintas pulau, di mana keselamatan dan keamanan pelayaran, serta perlindungan lingkungan maritim, harus dijamin melalui regulasi yang terintegrasi dan tepat guna. Untuk mendukung tujuan ini, pemerintah Indonesia mengeluarkan Instruksi Menteri Nomor 9 Tahun 2024 yang menetapkan pengalihan tugas dan fungsi penyelenggaraan ASDP dari DJPD ke DJPL. Hal ini dilakukan untuk memastikan layanan dan pengawasan yang lebih terintegrasi dan mengurangi potensi tumpang tindih fungsi yang berdampak pada efektivitas pelayanan kepada masyarakat. Namun disisi lain Pemerintah juga telah mengeluarkan Perpres Nomor 173 Tahun 2024 tentang Kementerian Perhubungan, dimana Pada Pasal 12 berbunyi Direktorat Jenderal Perhubungan Darat mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang transportasi darat. Pada Pasal 13 tertuang bahwa yang dimaksud dalam pasal 12 dalam hal ini DJPD menyelenggarakan fungsi : perumusan kebijakan, pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, pemberian bimbingan teknis dan supervisi serta pelaksanaan pemantauan, analisis, evaluasi, dan pelaporan di bidang penyelenggaraan lalu lintas, angkutan, sarana, prasarana, sistem lalu lintas dan angkutan jalan, Sungai danau, dan penyeberangan serta keselamatan transportasi darat.
Keberadaan dua direktorat dengan tanggung jawab yang berbeda sering kali memunculkan tantangan dalam penyelenggaraan layanan transportasi yang optimal. Selain itu, tumpang tindih regulasi antara kedua direktorat dalam menangani kapal-kapal RoRo (Roll-on/Roll-off) dan layanan penyeberangan juga berdampak pada efisiensi layanan di lapangan. Tumpang tindih ini berpotensi mempengaruhi keselamatan pelayaran dan kualitas pelayanan publik, khususnya di pelabuhan-pelabuhan utama penyeberangan seperti Pelabuhan Merak dan Bakauheni, yang menjadi jalur utama antara Pulau Jawa dan Sumatera.
Instruksi Menteri Nomor 9 Tahun 2024 mengamanatkan agar Direktorat Jenderal Perhubungan Laut segera mengambil alih dan menyiapkan sistem pengawasan, pengaturan, dan pembinaan yang menyeluruh terhadap seluruh aspek ASDP, mulai dari keselamatan pelayaran, kelaiklautan kapal, hingga pengawasan lingkungan maritim. Langkah ini diharapkan dapat menciptakan layanan penyeberangan yang lebih efisien, aman, dan ramah lingkungan dengan pengawasan terpadu yang dijalankan oleh satu direktorat.
Dalam konteks ini, “Jembatan di Atas Ombak” ditulis dengan harapan dapat menjadi panduan bagi para pemangku kepentingan, baik di lingkungan pemerintah maupun sektor swasta, untuk memahami lebih dalam tentang regulasi dan teknis penyelenggaraan transportasi penyeberangan di Indonesia. Buku ini tidak hanya mengurai permasalahan teknis dan kebijakan, tetapi juga menggambarkan tantangan yang dihadapi dalam penyelenggaraan transportasi penyeberangan dan pentingnya sinkronisasi kebijakan untuk meningkatkan efektivitas layanan publik.
Bab II Dasar Hukum Transportasi Penyeberangan
Transportasi penyeberangan di Indonesia diatur oleh sejumlah regulasi yang membentuk kerangka hukum demi menjamin keselamatan, keamanan, dan efisiensi dalam pelaksanaan kegiatan penyeberangan antarpulau. Dasar hukum ini memainkan peran penting, terutama dalam menegaskan kewenangan, fungsi, dan tanggung jawab berbagai entitas di bawah Kementerian Perhubungan, baik dalam aspek transportasi laut maupun transportasi darat.
Pasal 1 ayat (1) UU Pelayaran menyebutkan bahwa pelayaran merupakan sistem terintegrasi yang terdiri dari angkutan perairan, kepelabuhanan, keselamatan, keamanan, dan perlindungan lingkungan maritim.
Pasal 6 : Menguraikan tiga jenis angkutan di perairan, yaitu angkutan laut, sungai dan danau, serta penyeberangan. Pembagian ini menegaskan pentingnya pengelolaan yang spesifik dan tepat sasaran untuk setiap jenis angkutan, mengingat karakteristik yang berbeda pada masing-masing jenis perairan.
Pasal 18 ayat (1) dan Pasal 21 ayat (1) : Menegaskan bahwa kegiatan angkutan sungai, danau, serta penyeberangan dalam negeri harus dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha Indonesia dengan kapal berbendera Indonesia yang memenuhi persyaratan kelaiklautan dan diawaki oleh awak kapal berkewarganegaraan Indonesia.
Diktum Kedua dan Diktum Keempat : Mengatur agar DJPL menyiapkan pengawasan dan layanan yang diperlukan sesuai dengan fungsi yang dialihkan, serta melakukan penyesuaian regulasi dan pemetaan sumber daya yang diperlukan. Hal ini mencakup optimalisasi fasilitas kepelabuhanan dan penggunaan teknologi untuk meningkatkan keselamatan dan efisiensi operasional di wilayah pelabuhan-pelabuhan utama penyeberangan seperti Merak dan Bakauheni.
Kerangka hukum ini menunjukkan upaya komprehensif pemerintah untuk mengelola sektor penyeberangan, dengan berbagai regulasi yang mengatur tidak hanya keselamatan dan operasional, tetapi juga upaya sinkronisasi antara DJPL dan DJPD. Upaya ini sangat penting untuk mengatasi potensi masalah operasional yang bisa mempengaruhi layanan publik, terutama dalam mengelola sistem transportasi penyeberangan yang aman dan efisien.
Bab III Struktur Organisasi dan Pengalihan Tugas
Dalam penyelenggaraan transportasi penyeberangan di Indonesia, struktur organisasi dan pembagian tugas di dalam Kementerian Perhubungan menjadi aspek krusial. Pengelolaan transportasi penyeberangan ini melibatkan dua direktorat utama, yaitu Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (DJPL) dan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (DJPD). Masing-masing memiliki peran penting dalam regulasi dan penyelenggaraan layanan transportasi penyeberangan di berbagai jenis perairan, seperti laut, sungai, dan danau.
Sebelumnya, pengelolaan angkutan laut berada di bawah DJPL, sedangkan angkutan sungai, danau, dan penyeberangan (ASDP) dikelola oleh DJPD. Pembagian ini didasarkan pada pemahaman bahwa DJPL lebih fokus pada transportasi yang berlangsung di laut, sementara DJPD menangani transportasi di perairan yang berada dalam wilayah darat, seperti sungai dan danau. Namun, struktur ini kemudian menghadapi berbagai tantangan, khususnya terkait dengan tumpang tindih tugas dan fungsi. Banyak kegiatan yang terkait dengan keamanan dan keselamatan angkutan penyeberangan, termasuk penggunaan kapal dan pelabuhan, membutuhkan keterlibatan dari kedua direktorat, yang sering kali menimbulkan kesulitan koordinasi.
Untuk mengatasi tumpang tindih ini, pemerintah menerbitkan Instruksi Menteri Nomor 9 Tahun 2024. Instruksi ini menetapkan pengalihan tugas dan fungsi penyelenggaraan ASDP dari DJPD ke DJPL, dengan tujuan untuk menciptakan integrasi layanan yang lebih efektif dan efisien. Dengan pengalihan ini, DJPL mengambil alih seluruh aspek pengaturan, pengendalian, pengawasan, dan pembinaan layanan transportasi penyeberangan, termasuk keselamatan dan keamanan pelayaran serta perlindungan lingkungan maritim.
Diktum Pertama, dalam Instruksi Menteri Nomor 9 Tahun 2024 secara spesifik menyebutkan bahwa tugas yang dialihkan mencakup pengaturan dan pengawasan atas keselamatan pelayaran, kepelabuhanan, dan perlindungan lingkungan maritim. Dengan demikian, DJPL bertanggung jawab penuh atas semua kegiatan terkait dengan angkutan sungai, danau, dan penyeberangan, yang sebelumnya menjadi domain DJPD.
Diktum Kedua, memandatkan DJPL untuk segera mempersiapkan berbagai hal yang diperlukan dalam menjalankan tugas dan fungsi baru ini, termasuk sistem pengawasan keselamatan pelayaran dan kelaiklautan kapal di pelabuhan-pelabuhan utama seperti Merak dan Bakauheni. Pengalihan ini mencakup optimalisasi sumber daya manusia dan teknologi yang mendukung pengawasan yang terpusat dan lebih terkoordinasi.
Dengan pengalihan tugas ini, Kementerian Perhubungan melakukan restrukturisasi yang melibatkan penyesuaian regulasi, anggaran, serta pemetaan sumber daya manusia dan fasilitas yang ada di DJPL dan DJPD. Diktum Keempat, dalam Instruksi Menteri mengharuskan adanya percepatan pelaksanaan penyesuaian regulasi atau deregulasi, penyelarasan program dan anggaran, serta perbaikan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk kelancaran proses pengalihan.
Selain itu, penyesuaian ini meliputi optimalisasi sumber daya manusia di pelabuhan-pelabuhan strategis, seperti penambahan tenaga kerja di Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) di Banten dan Samarinda, yang bertanggung jawab atas layanan dan pengawasan kepelabuhanan di wilayah tersebut. Misalnya, Pelabuhan Merak dan Bakauheni kini ditingkatkan layanannya melalui implementasi sistem layanan elektronik, seperti Indonesia Portnet (Inaportnet), dan Vessel Traffic Services (VTS) untuk meningkatkan keselamatan dan keamanan pelayaran.
Implementasi pengalihan tugas ini juga menghadapi tantangan, termasuk kurangnya infrastruktur di beberapa lokasi pelabuhan dan keterbatasan SDM yang memiliki kompetensi spesifik di bidang keselamatan pelayaran dan kepelabuhanan. Pelabuhan penyeberangan Merak, misalnya, masih menghadapi kendala dalam penerapan sistem Inaportnet akibat terbatasnya infrastruktur dan kebutuhan untuk mengintegrasikan sistem penarikan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak).
Instruksi Menteri Nomor 9 Tahun 2024 juga mengatur agar KSOP di berbagai pelabuhan, seperti KSOP Kelas I Banten, KSOP Kelas IV Bakauheni, dan KSOP Kelas I Samarinda, segera menyesuaikan struktur dan fungsi untuk memastikan kelancaran layanan selama masa transisi pengalihan tugas ini. Langkah ini mencakup rekrutmen dan pelatihan personil untuk mendukung pelayanan keselamatan dan keamanan pelayaran di perairan penyeberangan.
Pengalihan tugas ini diharapkan dapat menciptakan sistem layanan transportasi penyeberangan yang lebih terintegrasi dan efektif, dengan pengawasan yang lebih menyeluruh. Dengan konsolidasi di bawah DJPL, diharapkan tidak hanya pelayanan publik yang lebih baik, tetapi juga peningkatan dalam aspek keselamatan dan perlindungan lingkungan di sekitar pelabuhan dan perairan penyeberangan. Langkah ini mencerminkan upaya pemerintah dalam memprioritaskan aspek keselamatan dan efisiensi dalam penyelenggaraan transportasi penyeberangan.
Secara keseluruhan, penataan ulang struktur organisasi dan pengalihan tugas dalam transportasi penyeberangan ini menjadi salah satu langkah strategis pemerintah untuk meningkatkan konektivitas antar wilayah di Indonesia, mendukung pertumbuhan ekonomi, dan memastikan keselamatan dan keamanan di seluruh jalur transportasi penyeberangan.
Bab IV Studi Kasus: Pelabuhan Merak dan Bakauheni
Pelabuhan Merak dan Bakauheni adalah dua pelabuhan penyeberangan utama yang menghubungkan Pulau Jawa dan Sumatera, dua pulau terbesar dan paling padat di Indonesia. Jalur penyeberangan ini berfungsi sebagai urat nadi mobilitas antarwilayah, khususnya untuk distribusi logistik dan pergerakan manusia antara dua wilayah utama ini. Sebagai jalur penyeberangan yang sibuk, Pelabuhan Merak dan Bakauheni memerlukan pengelolaan yang efisien, aman, dan terintegrasi dengan teknologi modern untuk mendukung arus transportasi yang tinggi dan kompleks.
Jalur penyeberangan Merak–Bakauheni memainkan peran penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia, khususnya untuk sektor logistik dan distribusi. Sebagai salah satu jalur tersibuk di Indonesia, pelabuhan ini melayani angkutan kendaraan pribadi, kendaraan barang, serta transportasi umum. Setiap hari, ribuan kendaraan dan puluhan ribu penumpang menyeberangi Selat Sunda melalui kedua pelabuhan ini, sehingga infrastruktur dan manajemen operasional pelabuhan harus dirancang untuk memenuhi permintaan yang tinggi dengan tetap menjaga standar keselamatan dan efisiensi.
Untuk meningkatkan kualitas pelayanan, pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Perhubungan Laut telah menerapkan sejumlah teknologi di Pelabuhan Merak dan Bakauheni. Salah satu inovasi penting adalah penggunaan sistem layanan elektronik melalui Indonesia Portnet (Inaportnet), yang dirancang untuk memudahkan pengawasan dan mempercepat proses administrasi pelabuhan. Inaportnet memungkinkan sistem layanan kepelabuhanan yang terintegrasi dan online, sehingga operator kapal dan penumpang dapat mengakses informasi yang mereka butuhkan secara lebih cepat dan efisien.
Selain itu, pengawasan lalu lintas kapal di perairan Selat Sunda dilakukan melalui Vessel Traffic Services (VTS) yang beroperasi di bawah Distrik Navigasi Tipe B Tanjung Priok. VTS Merak, yang terhubung dengan stasiun komunikasi kapal Local Port Services (LPS) di Merak dan Bakauheni, membantu memantau pergerakan kapal secara real-time, sehingga potensi kecelakaan dapat diminimalkan. Melalui VTS ini, pengawasan navigasi, pengaturan alur pelayaran, dan pelayanan komunikasi bagi kapal-kapal penyeberangan dapat dioptimalkan.
Dalam menghadapi peningkatan volume lalu lintas, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut telah melakukan penyesuaian struktural di pelabuhan-pelabuhan penyeberangan ini. Di Pelabuhan Merak dan Bakauheni, fasilitas-fasilitas kepelabuhanan telah diperbaiki dan ditingkatkan agar mampu menangani volume kendaraan dan penumpang yang besar. Pelabuhan Merak, misalnya, kini memiliki area khusus yang memungkinkan pengelolaan penumpang dan kendaraan secara lebih efektif. Fasilitas-fasilitas keamanan seperti Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) juga telah ditingkatkan untuk memastikan keselamatan di perairan sekitar pelabuhan.
Meski berbagai teknologi telah diterapkan, implementasi sistem Inaportnet di Pelabuhan Merak masih menghadapi kendala. Salah satu tantangan utama adalah keterbatasan infrastruktur yang diperlukan untuk mendukung integrasi sistem penarikan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) jasa labuh dan kapal penyeberangan. Masalah ini menghambat penggunaan penuh Inaportnet dan membutuhkan solusi inovatif agar sistem layanan kapal dapat berjalan lebih lancar. Selain itu, pungutan PNBP tambahan, seperti sertifikasi angkutan penyeberangan dan Standar Pelayanan Minimum (SPM), menjadi beban tambahan bagi operator kapal yang harus diperhitungkan dalam operasional sehari-hari.
Sesuai dengan Instruksi Menteri Nomor 9 Tahun 2024, tugas pengawasan dan pengelolaan Pelabuhan Merak dan Bakauheni kini dialihkan sepenuhnya ke Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. Hal ini memungkinkan koordinasi yang lebih baik antara pengawasan keselamatan pelayaran dan manajemen lalu lintas kapal. Instruksi ini juga mengatur agar KSOP Kelas I Banten dan KSOP Kelas IV Bakauheni segera memperkuat struktur dan kapasitas SDM mereka, sehingga pelaksanaan layanan dapat dilakukan lebih cepat dan efektif.
Pengalihan ini juga membawa perubahan dalam pengaturan ruang pelayanan di pelabuhan. Kini, ada upaya untuk menyediakan ruang layanan khusus bagi kapal penyeberangan yang tidak bercampur dengan pelayanan kapal lainnya. Ini akan membantu mengurangi kepadatan dan memastikan kelancaran proses pelayanan penyeberangan bagi pengguna jasa.
Pelabuhan Merak dan Bakauheni memegang peran penting dalam mendukung konektivitas antar wilayah dan mempercepat arus logistik di Indonesia. Dengan pengalihan tugas ke DJPL dan peningkatan infrastruktur, diharapkan kedua pelabuhan ini dapat memberikan pelayanan yang lebih aman, cepat, dan efisien. Penggunaan teknologi seperti Inaportnet dan VTS, jika diterapkan secara optimal, dapat mendukung tercapainya tujuan tersebut. Namun, perlu adanya peningkatan kapasitas infrastruktur dan penyesuaian regulasi yang lebih fleksibel agar implementasi sistem ini dapat berjalan lancar dan sesuai dengan kebutuhan operasional di lapangan.
Dengan berfungsinya pelabuhan-pelabuhan ini sebagai titik penghubung utama antar pulau, pelayanan publik yang baik dan keamanan yang terjamin akan mendukung terciptanya konektivitas nasional yang kuat, sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Bab V Teknologi dan Inovasi untuk Keselamatan dan Keamanan
Keselamatan dan keamanan dalam transportasi penyeberangan merupakan aspek yang sangat krusial, terutama bagi negara kepulauan seperti Indonesia, yang memiliki banyak jalur penyeberangan antarpulau. Untuk meningkatkan keselamatan dan keamanan di pelabuhan dan selama perjalanan, pemerintah telah mengimplementasikan berbagai teknologi dan inovasi yang mendukung pengawasan, pengendalian, dan manajemen operasional penyeberangan. Penerapan teknologi ini diharapkan dapat mengurangi risiko kecelakaan, mempercepat waktu layanan, serta meningkatkan pengalaman pengguna dalam hal efisiensi dan keamanan.
1. SIMKAPEL: Sistem Informasi Manajemen Kelaiklautan Kapal
Salah satu inovasi yang diimplementasikan adalah Sistem Informasi Manajemen Kelaiklautan Kapal (SIMKAPEL). SIMKAPEL dirancang untuk memastikan bahwa kapal-kapal penyeberangan memenuhi standar keselamatan yang telah ditetapkan. Sistem ini mencakup pemeriksaan kelaiklautan kapal dan pengawasan terhadap sertifikasi kapal, sehingga hanya kapal yang memenuhi persyaratan yang diizinkan untuk beroperasi. Dengan menggunakan SIMKAPEL, pihak terkait dapat memantau status kelaiklautan kapal secara real-time dan mengidentifikasi kapal-kapal yang membutuhkan perawatan atau perbaikan sebelum melakukan penyeberangan.
2. Vessel Traffic Services (VTS) dan Pengawasan Navigasi
Selain SIMKAPEL, penerapan Vessel Traffic Services (VTS) telah menjadi langkah strategis dalam meningkatkan keselamatan pelayaran. Di perairan Selat Sunda, yang melibatkan Pelabuhan Merak dan Bakauheni, VTS memainkan peran penting dalam mengawasi dan memandu lalu lintas kapal, mengingat padatnya lalu lintas di jalur penyeberangan ini. VTS dioperasikan oleh Distrik Navigasi Tipe B Tanjung Priok dan memungkinkan pengawasan kapal secara terus-menerus, memastikan kapal-kapal mengikuti jalur yang aman, dan memberikan peringatan dini apabila terjadi potensi bahaya di jalur pelayaran.
VTS juga terhubung dengan Local Port Services (LPS) di pelabuhan, yang memfasilitasi komunikasi antara kapal dengan operator di pelabuhan. Dengan integrasi VTS dan LPS, informasi mengenai kondisi cuaca, kepadatan lalu lintas, serta navigasi dapat disampaikan langsung kepada kapal yang sedang berlayar. Hal ini secara signifikan mengurangi risiko kecelakaan akibat kondisi perairan atau pelanggaran jalur navigasi.
3. Inaportnet: Sistem Layanan Kepelabuhanan Elektronik
Inaportnet adalah sistem layanan elektronik yang diimplementasikan untuk memudahkan proses administrasi dan manajemen operasional di pelabuhan. Inaportnet memungkinkan pengurusan dokumen-dokumen yang diperlukan untuk kapal penyeberangan dapat dilakukan secara online, sehingga mengurangi waktu tunggu dan mempercepat layanan di pelabuhan. Sistem ini juga mendukung transparansi dan akurasi data, karena seluruh informasi terkait status dan jadwal kapal dapat diakses secara digital oleh pihak yang berkepentingan, seperti operator kapal dan otoritas pelabuhan.
Di Pelabuhan Merak dan Bakauheni, penerapan Inaportnet menghadapi sejumlah kendala terkait infrastruktur, terutama dalam hal integrasi penarikan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) jasa labuh untuk kapal penyeberangan. Meskipun demikian, langkah-langkah telah diambil untuk mengoptimalkan sistem ini, termasuk dengan menyederhanakan proses layanan dan meningkatkan kompatibilitas dengan sistem lain yang ada di pelabuhan. Dengan penerapan penuh Inaportnet, diharapkan proses administrasi menjadi lebih cepat dan efisien, yang pada akhirnya meningkatkan kepuasan pengguna jasa penyeberangan.
4. Optimalisasi Sumber Daya Manusia dan Teknologi Pendukung
Dalam mendukung teknologi yang diimplementasikan, optimalisasi Sumber Daya Manusia (SDM) di pelabuhan juga menjadi fokus utama. Pemerintah melakukan peningkatan kompetensi personel di lapangan melalui pelatihan teknis dan sertifikasi, terutama dalam pengoperasian sistem VTS dan SIMKAPEL. Dengan tenaga kerja yang terlatih dan profesional, pengawasan dan pelayanan di pelabuhan dapat dilakukan dengan lebih baik, sehingga keselamatan pelayaran lebih terjamin.
Selain itu, fasilitas pendukung seperti Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) juga ditingkatkan, termasuk pemasangan rambu-rambu, lampu suar, dan alat bantu navigasi lainnya. SBNP membantu kapal-kapal penyeberangan di perairan yang sibuk seperti Selat Sunda untuk mengikuti jalur yang aman dan menghindari risiko kecelakaan. Dengan integrasi antara SDM yang handal dan teknologi modern, upaya peningkatan keselamatan dan keamanan di pelabuhan dapat berjalan optimal.
5. Dampak dan Manfaat Implementasi Teknologi
Implementasi teknologi seperti SIMKAPEL, VTS, dan Inaportnet diharapkan dapat membawa dampak positif dalam jangka panjang. Dengan sistem monitoring kelaiklautan kapal yang ketat melalui SIMKAPEL, resiko kecelakaan kapal akibat kelaikan teknis dapat ditekan secara signifikan. Begitu juga dengan VTS yang dapat memberikan pengawasan navigasi secara real-time, sehingga potensi kecelakaan dapat diminimalisir melalui penanganan dini.
Inaportnet juga berdampak langsung pada kepuasan pelanggan, karena mengurangi waktu tunggu dan memudahkan proses administrasi. Sistem-sistem ini tidak hanya meningkatkan efisiensi operasional, tetapi juga menumbuhkan kepercayaan masyarakat dan operator terhadap keselamatan dan keamanan di jalur-jalur penyeberangan utama, seperti di Pelabuhan Merak dan Bakauheni.
Secara keseluruhan, penerapan teknologi dan inovasi dalam manajemen keselamatan dan keamanan transportasi penyeberangan menunjukkan komitmen pemerintah dalam mewujudkan layanan publik yang lebih baik dan memastikan keselamatan seluruh pengguna layanan penyeberangan. Dengan dukungan penuh dari infrastruktur dan SDM yang memadai, diharapkan tingkat keselamatan dan kepuasan pengguna akan terus meningkat di masa mendatang.
Bab VI Dampak Kebijakan dan Regulasi Tumpang Tindih
Pengelolaan transportasi penyeberangan di Indonesia telah lama menghadapi tantangan yang cukup signifikan akibat adanya kebijakan dan regulasi yang tumpang tindih. Kondisi ini sebagian besar disebabkan oleh pembagian kewenangan yang tidak selaras antara dua direktorat utama di bawah Kementerian Perhubungan, yakni Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (DJPL) dan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (DJPD). Kedua direktorat tersebut memiliki tanggung jawab yang berbeda: DJPL menangani angkutan laut, sedangkan DJPD menangani angkutan sungai, danau, dan penyeberangan (ASDP). Pembagian ini memunculkan permasalahan karena peraturan dan kebijakan yang terkait dengan keselamatan, operasional, serta infrastruktur penyeberangan sering kali saling bertentangan atau tidak sepenuhnya sinkron.
a) Tumpang Tindih Kewenangan dan Dampaknya terhadap Efisiensi Layanan
Salah satu dampak utama dari tumpang tindih ini adalah ketidakefisienan dalam penyelenggaraan layanan penyeberangan. Karena ASDP dan transportasi laut dikelola oleh dua direktorat yang berbeda, koordinasi dalam hal keselamatan pelayaran, pengaturan kapal, serta standar pelayanan menjadi lebih rumit dan memakan waktu. Sebagai contoh, kapal-kapal RoRo (Roll-on/Roll-off) yang beroperasi di jalur-jalur penyeberangan, seperti di Selat Sunda, sering kali harus berhadapan dengan prosedur yang berlapis, di mana ketentuan teknisnya berada di bawah pengawasan DJPD, tetapi aspek keselamatan lautnya berada dalam lingkup DJPL.
Akibatnya, pelayanan di lapangan, terutama di pelabuhan-pelabuhan utama seperti Merak dan Bakauheni, menjadi kurang efektif. Ketidaksepahaman regulasi ini berdampak langsung pada waktu tunggu dan kemudahan administrasi bagi operator dan pengguna jasa. Misalnya, ketentuan mengenai kelaiklautan kapal dan persyaratan keselamatan sering kali tidak diatur secara terpadu, sehingga kapal harus menjalani proses pemeriksaan dan sertifikasi berulang kali, yang memperpanjang waktu operasional.
b) Instruksi Menteri Nomor 9 Tahun 2024: Upaya Mengatasi Tumpang Tindih
Untuk mengatasi tumpang tindih ini, pemerintah mengeluarkan Instruksi Menteri Nomor 9 Tahun 2024, yang mengatur pengalihan tugas dan fungsi penyelenggaraan ASDP dari DJPD ke DJPL. Dengan instruksi ini, DJPL kini bertanggung jawab penuh atas pengaturan, pengendalian, pengawasan, dan pembinaan di seluruh bidang yang terkait dengan ASDP, termasuk keselamatan pelayaran, kelaiklautan kapal, serta pengelolaan lingkungan maritim. Diktum Pertama, dalam instruksi ini menyebutkan bahwa DJPD harus menyerahkan seluruh kewenangan terkait keselamatan dan operasional penyeberangan kepada DJPL.
Pengalihan ini diharapkan mampu menyederhanakan sistem regulasi dan meningkatkan efisiensi pelayanan. Dengan semua aspek terkait penyeberangan berada di bawah satu direktorat, prosedur pengawasan dan pengaturan kapal, serta standar operasional pelabuhan, dapat disusun lebih terintegrasi. Selain itu, DJPL juga diminta untuk mengoptimalkan sumber daya manusia dan teknologi yang diperlukan untuk mendukung pelayanan yang lebih baik di pelabuhan-pelabuhan utama penyeberangan.
c) Dampak Implementasi terhadap Keselamatan dan Kualitas Pelayanan
Implementasi Instruksi Menteri Nomor 9 Tahun 2024 membawa dampak positif bagi keselamatan dan kualitas pelayanan penyeberangan di pelabuhan. Dengan pengawasan terpusat, standar kelaiklautan kapal dan keselamatan pelayaran dapat ditingkatkan karena seluruh prosedur kini berada di bawah satu komando. Penggunaan teknologi seperti Vessel Traffic Services (VTS) di Selat Sunda dan SIMKAPEL (Sistem Informasi Manajemen Kelaiklautan Kapal) diharapkan dapat lebih mudah diintegrasikan dalam sistem pengawasan DJPL, yang akan membantu memantau kapal-kapal penyeberangan secara lebih efektif.
Di sisi lain, instruksi ini juga mengurangi potensi ketidakselarasan dalam pelaksanaan standar pelayanan minimum (SPM) yang sebelumnya diatur oleh DJPD. Dengan adanya DJPL sebagai satu-satunya otoritas, aturan terkait SPM dapat lebih jelas, konsisten, dan mudah dipatuhi oleh operator. Pengelolaan terminal, misalnya, kini dapat lebih diarahkan untuk menyediakan fasilitas yang sesuai dengan standar keselamatan laut dan pelayanan yang memadai.
d) Kendala dalam Implementasi Kebijakan
Namun, implementasi pengalihan tugas ini tidak luput dari berbagai kendala. Kendala utama mencakup keterbatasan infrastruktur di beberapa pelabuhan dan kebutuhan akan penyesuaian SDM yang memiliki kompetensi khusus dalam bidang keselamatan pelayaran dan pengawasan kelaiklautan. Beberapa pelabuhan, seperti Pelabuhan Merak dan Bakauheni, memerlukan penyesuaian dalam sistem dan fasilitas agar dapat sepenuhnya mengadopsi sistem yang dimiliki DJPL, termasuk teknologi layanan elektronik Inaportnet yang memfasilitasi administrasi pelabuhan secara online.
Selain itu, perubahan ini menuntut adanya perombakan di tingkat organisasi dan sumber daya, yang membutuhkan waktu dan anggaran. Penyesuaian regulasi dan penyelarasan standar pelayanan juga perlu dilakukan agar tidak terjadi kesenjangan antara pelabuhan satu dengan lainnya, terutama di jalur-jalur penyeberangan yang padat.
Dampak dari kebijakan dan regulasi yang tumpang tindih telah dirasakan dalam bentuk ketidakefisienan dan potensi penurunan kualitas pelayanan di pelabuhan-pelabuhan penyeberangan utama Indonesia. Dengan diterapkannya Instruksi Menteri Nomor 9 Tahun 2024 yang mengalihkan semua tugas dan fungsi ASDP ke DJPL, diharapkan koordinasi dalam pengelolaan keselamatan pelayaran, kelaiklautan kapal, dan pengawasan lingkungan maritim dapat berjalan lebih baik dan konsisten. Langkah ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam menciptakan sistem transportasi penyeberangan yang aman, efisien, dan berdaya saing untuk mendukung integrasi wilayah dan pertumbuhan ekonomi nasional.
Bab VII Tantangan dan Strategi Masa Depan
Pengelolaan transportasi penyeberangan di Indonesia terus menghadapi tantangan kompleks di tengah kebutuhan akan peningkatan layanan dan keselamatan yang lebih baik. Sebagai negara kepulauan, Indonesia sangat bergantung pada sistem transportasi penyeberangan untuk menghubungkan berbagai pulau dan memastikan arus mobilitas dan logistik berjalan lancar. Namun, berbagai tantangan masih menghambat perkembangan sektor ini, mulai dari aspek infrastruktur, regulasi, hingga sumber daya manusia (SDM). Untuk mengatasi tantangan tersebut, dibutuhkan strategi jangka panjang yang komprehensif agar transportasi penyeberangan di Indonesia bisa memenuhi standar keselamatan dan efisiensi yang diharapkan.
A. Tantangan dalam Penyelenggaraan Transportasi Penyeberangan
B. Strategi Masa Depan untuk Meningkatkan Efisiensi dan Keselamatan
Menghadapi berbagai tantangan dalam penyelenggaraan transportasi penyeberangan, strategi masa depan yang komprehensif sangat diperlukan. Peningkatan infrastruktur, penguatan koordinasi antar-direktorat, pengembangan SDM, dan penyelarasan regulasi akan memainkan peran penting dalam memastikan transportasi penyeberangan di Indonesia menjadi lebih aman, efisien, dan berkelanjutan. Dengan demikian, sektor transportasi penyeberangan dapat semakin andal dalam mendukung konektivitas antarwilayah dan mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Kreator : Capt. Dimas Pratama Yuda, MH., M.Mar
Part 15: Warung Kopi Klotok Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]
Part 16 : Alun – Alun Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]
Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]
Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]
Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]
Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]
Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]
Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,, begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]
Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]
Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]
Comment Closed: Jembatan Di Atas Ombak
Sorry, comment are closed for this post.