Terlahir dari keluarga yang kurang mampu, bukan berarti kita tak bisa keluar dari zona tersebut.
Namaku Rifa, aku terlahir dari keluarga yang kurang mampu bahkan sangat sulit. Kedua orang tuaku hanyalah seorang petani. Kami tinggal di salah satu kota di Sulawesi Utara. Namun kami tak berdiam di kampung tersebut, mama dan abahku memilih hidup di kebun, karena mata pencaharian kami di sana. Sejak awal mama menikah dengan abah, abah telah memboyong mama kesana, tinggal di kebun yang sehari-harinya hanya dihiasi dengan keramaian kicauan burung, monyet-monyet yang senang mencuri pisang serta hewan ternak yang senang mencari makan di bawah tanaman.
Namanya hidup jauh dari keramaian tentu sangat membosankan, tapi tidak dengan kami. Mama melahirkan 5 orang anak yang semuanya terlahir di rumah dengan bantuan bidan desa. Aku anak ke empat dari 5 bersaudara, dan sebagai bungsu perempuan, serta memiliki 1 adik lelaki. Usia kami kakak beradik tak terpaut jauh, hanya beda dua tahun saja. Namun begitu mama dan abah memelihara kami dengan penuh kasih sayang.
Kakak pertama dan kedua, tak bisa melanjutkan sekolah, mereka hanya bisa menyelesaikan sampai tingkat SD, karena waktu itu ujian rumah tangga mama dan abah ditimpah dengan masalah ekonomi dan juga abah yang sakit keras sampai tidak bisa berjalan. Akhirnya kedua kakakku, pergi merantau keluar kota. Dan akhirnya hanya tersisa kami bertiga di rumah. Singkat cerita, dengan ketekunan mama mengobati abah, akhirnya abah berhasil sembuh dari sakitnya. Tak ada dokter yang mengobati abah, karena waktu itu tak ada uang yang kami miliki jadi mama hanya bisa mengobati abah secara herbal dan alhamdulillah, doa mama dikabulkan Allah, abah berhasil sembuh hingga bisa berjalan seperti sediakala.
Kemudian kakak ketigaku akan dimasukan sekolah, maka abah harus mengantar dia ke sekolah dengan jarak yang cukup jauh dengan berjalan kaki Sekitar 7 kilo. Jalan yang ditempuh tidaklah datar secara terus-menerus, ada tanjakan yang harus dilewati sekitar 5 kilo, baru kemudian dataran rendah, sekarang tempat itu telah diberi nama dengan”Puncak kilo 4”. Tak lama kakaku sekolah maka akupun sekolah karena memang jarak umur kami tidak begitu jauh, kemudian menyusul adikku.
Ya, puncak itulah kami harus bertaruh waktu dan tenaga agar bisa sekolah dengan berjalan kaki, dibawa terik matahari tanpa ada angkutan ataupun mobil yang memberi kami tumpangan. Karena memang pada zaman itu masih sangat jarang mobil dan motor, ataupun angkutan umum lainnya. Karena abah merasa kasihan dengan kami, akhirnya abah memutuskan untuk membangun gubuk di kampung. Agar kami bertiga bisat tinggal di situ, namun mama dan abah tetap di kebun.
Akhirnya gubuk kecil itu berdiri megah di atas tanah yang tidak terlalu luas, dengan berdinding bambu dan sebagian lagi papan. Kami bertiga tinggal di situ, dan setiap hari sabtu sore kami harus naik ke kebun untuk membantu mama dan abah memetik hasil kebun, untuk kemudian dijual di pasar, karena dari hasil kebun itulah kami bisa hidup. Makan nasi adalah hal yang istimewa bagi kami, saking susahnya pada waktu itu. Bahkan kami jarang membawa jajan ke sekolah. Jika ingin dapat jajan aku harus menjual kue atau pun es lilin. Pada zaman itu uang 50 rupiah masih sangat laku, karena waktu itu krisis moneter belum terjadi di Indonesia.
Namun pada tahun 1998, setelah terjadinya krisis moneter, dan bahkan sampai penggulingan presiden soeharto, bahan pokok mulai melonjak tajam kenaikkannya, yang kemudian berdampak pada segi ekonomi masyarakat. Akhirnya sepulang sekolah kami harus tumbuk padi dulu baru bisa makan, dan kami harus berjualan keliling kampung, seperti menjual sayur atau hasil kebun lainnya, maupun berjualan kue, untuk bisa membantu perekonomian keluarga, yah begitulah kami di tempah sedemikian rupa oleh kedua orang tua kami untuk bisa menjadi mandiri, mereka bukan tak menyayangi kami, tapi setiap orang tua berbeda dalam memberikan kasih sayangnya pada anak-anaknya.
Singkat cerita, pada saat aku kelas 5 SD, abah mengalami sakit kembali, yakni paru-paru basah, yang mengakibatkan beliau harus istirihat total selama 6 bulan. Akhirnya abah menjual kebunnya, dan menetap di kampung halaman. Abah harus bolak-balik ke rumah sakit besar di kota manado dan harus sering kontrol. Alhamdulillah mama kembali mengambil peran mengobati abah. Dan selama 6 bulan perawatan abah kembali pulih. Dan dokter merasa takjub karena berat badannya yang naik drastis, semua itu berkat ketekunan dan kesabaran mama mendampingi serta mengobati pada saat abah sakit.
Setelah menetap di kampung halaman, akhirnya abah kembali menekuni pekerjaan beliau sebagai tukang yang merupakan pekerjaan yang beliau tekuni sebelum menikah dengan mama, hingga sekarang ini. Dan kami harus kembali sekolah, namun sayang kakak ketigaku harus berhenti sekolah saat kelas 2 mts. Mama dan abah tak cukup mampu secara ekonomi apalagi sudah tak ada lagi penghasilan dari kebun. Dan kemudian dia merantau keluar kota.
Akhirnya, aku dan adikku yang memegang tongkat estafet, agar bisa melanjutkan pendidikan, aku berprinsip waktu itu, walau tak kuliah, tak mengapa, setidaknya pendidikan dasar 12 tahun aku harus selesai. Alhamdulillah, aku berhasil menyelesaikannya, di sekolah aku tergolong siswa yang mempunyai prestasi, karena tak pernah keluar dari 10 besar, baik dari tingkat SD,SMP, hingga duduk di bangku SMK. Bahkan salah satu kawan sekolah yang tak bisa aku saingi karena dia pintar di bidang matematika, berhasil aku saingi saat masuk SMK, yah aku berhasil meraih juara 1 di kelas, dan juara 2 umum di sekolah. Semua itu berkat perjuangan dan juga doa, yang tentunya doa dari kedua orang tuaku.
Akhirya pada tahun 2008 aku berhasil menyelesaikan sekolah alhamdulillah.
Untuk semua pembaca rubrik ini, apalagi ada generasi “Z” di dalamnya, semoga kalian kuat menghadapi masa depan ya, ingat orang tua itu memberikan kasih sayang secara berbeda-beda. Dampingi mereka sesusah apapun hidupmu, jangan tinggalkan mereka apalagi telah memasuki usia senja. Sayangi dan hormatilah mereka, karena doa merekalah kamu akan kuat mengarungi kerasnya hidup.
Kreator : RIFA DATUNUGU
Comment Closed: KENANGAN MASA KECIL
Sorry, comment are closed for this post.