KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Cerita Anak
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Maaf, Pahlawanku

    Maaf, Pahlawanku

    BY 11 Jan 2023 Dilihat: 57 kali

    Penulis : Aida Maulidya (Member KMO Alineaku)

    ‘Isy (roti gandum yang lembut, menu sarapan penduduk Mesir) yang dibeli kemaren hari masih bersisa. Jadi ku simpan di kulkas dan hari ini tinggal dipanaskan saja. Eits…Tapi tunggu dulu, pemanas makanan yang kugunakan bukanlah microwafe. Karena kantung kami hanyalah kantung mahasiwa. Jadi hidup seadanya, namun juga tidak menderita, alhamdulillah. 

    Setelah memanaskannya, ku ambil sesendok full (kacang roti yang sudah direbus dan diolah hingga lembek, yang kekentalannya seperti kuah sate). Ku letakkan di atas ‘isy lalu digulung seperti kebab. Hmm…yummy

    Satu ‘isy sudah cukup bagiku untuk mengisi perut pagi itu. Tak lupa, kusiapkan juga satu sendok makan madu yang dicampur segelas air putih. Yah, karena itu juga salah satu sarapan Rasulullah SAW yang halal lagi sehat. Obat untuk berbagai penyakit dan banyak manfaatnya. 

    Ku lihat jam menunjukkan pukul 06.00 CLT. Tapi jam 06.00 di sini, bukan seperti di Indonesia. Karena sekarang sedang musim panas. Paginya lebih cepat dan malamnya lebih lambat. Ya begitulah, waktu terasa lebih lama jika musim panas. Shalat Isya saja pernah dimulai pukul 20.30 CLT. 

    Cairo benar-benar panas. Wajahku pernah terasa terbakar karena panasnya jalanan. Jika dihidupkan kipas angin, bukan kesejukan yang didapat, namun doublenya rasa panas yang merapat. Karena anginnya sudah berevolusi menjadi hawa panas. Jadi percuma saja menggunakan kipas angin. Hal ini tentu jauh berbeda dengan mereka yang berlindung di bawah naungan AC, yang benar-benar membawa kesejukan.

    Setelah sarapan, akupun langsung menghiasi diri dengan hijabku. Lalu berpamitan kepada kakak senior, teman juga junior yang tinggal serumah denganku.  

    Beginilah rutinitas harianku saat musim panas. 

    Kulangkahkan kaki kiri sembari membaca doa keluar rumah. Menuruni anak tangga yang  berjumlah 50 banyaknya. Yah, karena aku tinggal di sutuh (lantai paling akhir) yaitu lantai lima. Jangan fikir aku menuruni anak tangga karena lift mati ataupun rusak. Tidak sama sekali. Namun, karena satu-satunya akses untuk keluar maupun kembali ke syaqqah (apartemen) adalah menaiki dan menuruni tangga-tangga itu.

    Sesampainya di lantai dasar lalu keluar dari gerbang syaqqah, aku langsung belok kiri menuju  jalan raya. Ku seberangi jalan yang mulai ramai. Berdiri di depan Ronin (toko peralatan rumah tangga yang mewah dan megah) yang masih tertutup.  

    15 menit menunggu, akhirnya bis favorit para mahasiswa Asia, 80 coret namanya, merah warnanya, dan panjang ekornya mulai menampakkan diri. Perlahan ia menuju ke arahku. Ku naik ke bis yang selalu setia menemani perjuanganku sampai tujuan, yaitu masjid al-Azhar. Namun kali ini, masjid al-Azhar bukan destinasiku, melainkan kuliah banat (kampus al-Azhar bagian perempuan) yang terletak di daerah Hay Sadis. 

    Ku nikmati perjalan pagi itu dengan kebahagiaan dan penuh syukur. Karena Dia Dzat pencipta langit dan bumi, semua jiwa bergantung pada-Nya. Dengan cinta kasihnya, ia masih mengizinkanku untuk menikmati hari ini, untuk mengisi gelasku yang kosong dengan ilmu yang bermanfaat dari para ulama Azhar yang tidak diragui lagi kapasitas dan ketawadukan mereka. Ku nikmati setiap pemberhentian bus dari Jami’, Bawabah Tsalasah, Bawabah Tsani hingga Bawabah Ula.

    Ketika bis berbelok ke kanan menuju daerah Tsamin, kenek bus menghampiriku. Ia menyerahkan karcis berwarna kuning yang bertuliskan angka satu Arab dan kuberikan uang 1 Le (satu gineh) kepadanya. 

    Karena terlalu menikmati perjalanan pagi itu, aku tak menyadari bahwa bus hampir sampai di halte kampus banat. 

    Law samah, ala ganbe yastoo (permisi pak, kiri)” pintaku.

    Iapun tersenyum kepadaku dan memberhentikan bus sambil berucap “Meesyi, tafadhali yaa binti (baiklah, silahkan anakku)”. 

    Syukran (terima kasih” jawabku.

    al-‘Af  (sama-sama)” balasnya. 

    Tujuanku ke kampus hari ini untuk belajar bersama teman Mesirku, Amal namanya. Ia adalah gadis Mesir yang lembut, ramah dan ceria. Ia selalu bersedia membantuku untuk memahami pelajaran yang tidak ku mengerti. Karena dosen pada matkul ini, kebanyakan menerangkannya dengan bahasa ‘ammiyah (bahasa Arab Mesir), bukan fushhah (bahasa Arab resmi). 

    Pukul 06.45 CLT kami bertemu di depan gerbang kampus banat. Karena kampus mahasiswa dan mahasiswi di sini, dipisah. Tidak seperti kampus di Indonesia, yang semua mahasiswanya dicampur dalam satu ruangan. Setelah bertemu, akupun menyapa, menyalami, dan menanyakan kabarnya.

    Assalammualaikum ya Amal” sapaku.

    Walaikumussalam ya ‘Aidah” jawabnya sambil memelukku erat.

    Izayyik (bagaimana kabarmu)?” tanyaku. 

    Quwaisah (baik) alhamdulillah. Wa enti, ‘amil eih (dan bagaimana kabarmu)?” balasnya

    Quwaisah (baik), alhamdulillah” jawabku

    Kami pun menuruni anak tangga sambil mengobrol ringan. Lalu mencari tempat duduk disekitar gedung perkuliahan, tepatnya disamping mushalla kecil yang terletak didekat gedung farmasi (Shaidalah). Yah, begitu lah kampus banat ini, setiap fakultas memiliki gedungnya masing-masing. Karena untuk satu tingkatan, jumlah mahasiswinya sangat banyak, 300 – 400 mahasiswi.

    Setelah menanyakan berbagai hal kepadanya, akupun melirik arloji yang sudah menunjukkan pukul 10.00 CLT. Tak terasa, sudah tiga jam lebih kami berbincang dan bertukar pikiran. Akupun berpamitan untuk melanjutkan rihlah ilmu ke masjid al-Azhar. Namun sebelum berpisah, aku memintanya menemaniku ke cafetaria untuk membeli pizza dan ia mengaminkannya. Aku memesan satu pizza tuna dan satu crep. Setelah dibuatkan oleh ‘ammu Khalid, si koki handal cafetaria, aku memberikan kepadanya pizza dan ku bawa crep bersamaku. Awalnya ia menolak, tapi aku memaksanya untuk menerima, dan akhirnya ia menyerah dengan permintaanku. 

    Kamipun berpisah. Karena setelah ini, ia akan bertemu dengan teman-teman Mesirnya, sementara aku harus melanjutkan langkahku ke masjid al-Azhar. 

    Udara semakin panas, matahari semakin menampakkan keganasannya hari ini. Ketika aku melihat ponsel, ternyata suhu sudah mencapai 38 derajat. Dan sangat mungkin Ketika zuhur nanti  akan naik menjadi 40 derajat. 

    Namun hal itu tidak menyulutkan niatku untuk perperang melawan panasnya Cairo. Ntah kenapa setiap kali memasuki masjid al-Azhar, aku selalu merasakan kesejukan . Udara dan suasananya membuatku damai. Semua lelah dan panas yang kurasakan hilang ketika memasuki msejid yang sudah mencetak ribuan ulama itu. Apalagi ketika melihat wajah para masyaikh yang begitu teduh dan menyejukkan. Semua lelah lenyap seketika dan hatiku menjadi tenang. Seakan malaikat meniupkan angin sejuk dan pikiran yang jernih kepadaku. Syukur selalu kupanjatkan pada setiap keadaan yang telah dikaruniakan-Nya padaku. Allahumma lakalhamdu walaka al-syukr. 

    15 menit kutempuh untuk kembali ke halte bis kampus. Sesampainya di halte, alangkah beruntungnya diri ini, bis 80 coret juga datang bersamaan dengan langkahku. Tanpa aba-aba, akupun melangkah menaiki bis dan memilih tempat duduk yang masih kosong. Mataku seketika melihat bangku nomor 3 dibelakang sopir. Segera ku ambil posisi dan kembali kunikmati perjalanan ini. 

    Di tengah perjalanan menuju mesjid al-Azhar, tiba-tiba bis yang kutumpangi berhenti mendadak dan sedikit oleng ke kanan. Tenyata ada mobil sedan yang menyerobot bis. Hal ini membuat supir bis naik darah. Dan supir ini bukanlah supir bis yang tadi pagi. Ia tidak mau mengalah, malah mengejar sedan yang jalannya tidak imbang. Aku memperhatikan kecepatan pak supir yang juga menyerobot mobil yang lain. Hampir saja terjadi kecelakaan. Tidak ada yang mau mengalah satupun. Dan tidak ada yang bisa kulakukan kecuali memohon perlindungan dan keselamatan kepada-Nya dalam hati.

    Nyiiiit…sang sopir berhasil menyudutkan sedan yang telah membuatnya naik pitam. Ia langsung turun dan menemui supir sedan. Merekapun perang mulut. Aku tidak melihat kejadinnya dengan jelas. Melihat cara mereka menyikapi kejadian tadi, terlintas dalam pikiranku mereka akan adu jotos dan aku tidak suka itu. Mungkin supir 80 coret hanya ingin permintaan maaf dari supir sedan, dan mengakui kesalahannya. Namun itu tidak didapatinya, hingga ia benar-benar marah. 

    Tiba-tiba bis yang sudah berdiri tenang, berkuncang. Supir sedan naik dari pintu belakang bis. Aku yang melihat hal itu, spontan berdiri sambil melihat kebelakang. Hati dan pikiranku mengajakku lari untuk menyelamatkan diri. Karena takut menjadi korban pertengkaran mereka, baik disengaja ataupun tidak. Namun ketika aku berdiri, seorang lelaki yang parasnya mirip orang Turkistan, berdiri tepat di depanku. Ia menghalangi jalanku. Karena jarak kami yang begitu dekat aku, tidak terlalu memperhatikannya,. Hatiku memberontak.

    “Orang ini kenapa berdiri di depan ku sih? Gimana bisa keluar? Gimana cara menyelamatkan diri, nih?” kataku dalam hati. 

    Namun aku tak berani untuk menyapa ataupun sekedar permisi untuk lewat, ntah kenapa. Biasanya aku akan lantang meminta lelaki untuk menjaga jarak dariku, tapi hari itu ntah kenapa, aku terdiam seribu bahasa. 

    Sambil memikirkan kelakuan lelaki ini dengan ketakutan yang masih bersemayam di tubuhku, pak supir tiba-tiba naik dan menginjak gas dengan kuatnya. Penumpang Mesir dibelakangku berteriak, 

    ’Ala mahlik yastoo (pelan-pelan pak supir)”

    Tanpa komen, iapun mengurangi kecepatannya. Akupun bersyukur akan itu. Lelaki yang tadi berdiri menghalangiku perlahan beranjak dan kembali ketempat duduknya. 

    Sambil mengambil nafas panjang dan ucap syukur, perlahan ketakutanku hilang dan tanpa terasa, kamipun sampai di Mahattah Darrasah (halte terakhir menuju masjid al-Azhar) 

    Aku segera turun dari bis lalu berjalan seribu langkah menuju masjid al-Azhar. Berpacu dengan waktu untuk menghadiri majlis tasawufnya Syekh Maulana. Hal ini membuat ku lupa dengan kejadian yang baru saja terjadi. 

    Ketika sampai di masjid al-Azhar, aku langsung melangkah menuju Ruwaq Maghribi. Dan benar saja, syekh sudah mulai membaca kitab. Hal ini menjadi pertanda kekalahanku dengan waktu. Namun semua tetap kusyukuri, karena meski terlambat, aku masih bisa hadir di mejelis yang penuh berkah ini. 

    Talaqi hari ini ditutup beriringan dengan lantunan azan zuhur yang dikumandangkan oleh muadzin dengan suara emasnya. 

    Kamipun shalat berjamaah yang dimami oleh Syekh Maulana. Setelah shalat, aku melirik arloji. Masih ada setengah jam lagi menjelang talaqi materi fiqih dengan syekh Hisyam Kamil.  

    Aku melangkah keluar mesjid untuk membeli kusyari (nasi dengan bawang goreng, adas dan kuah seperti kuah asam padeh) dengan ‘isy goreng pengganti kerupuk bagiku. Setelah mendapatkannya, akupun kembali ke masjid al-Azhar dan makan siang di hantarannya sambil memandangi langit yang semakin cerah dengan sinar mentarinya. 

    Kajian syekh Hisyampun telah usai. Shalat ashar kulaksanakan berjamaah di masjid agung itu. Namun suasananya sudah berbeda. Sedikit lebih sejuk dibandingkan tadi. Setelah shalat,  akupun membaca al-Quran dengan mushfah yang kubawa. Karena ku tak ingin alfa dari tilawah satu juz perhari. 

    Majlis selanjutnya bersama syekh Fathiy Hijazi kajian ilmu nahwu. Beliau seorang guru besar al-Azhar, pakar ilmu nahwu, sharaf dan balaghah. 

    Selesai kajian, kembali ku lihat arloji yang menunjukkan pukul 17.30 CLT. Masih ada waktu untuk mengejar bis agar tidak pulang kemalaman dan bisa melaksanakan shalat magrib di syaqqah, Karena jarak dari masjid al-Azhar ke tempatku skitar satu jam.  Kulangkahkan kaki menuju halte Darrasah yang jarak tempuhnya sekitar 20 menit dengan kecepatan tinggi dan 30 menit dengan kecepatan sedang. 

    Alhamdulillah, sesampainya di halte bis, aku melihat bis 80 coret masih berdiri dengan gagahnya. Tak lama menunggu, bispun berjalan. Sesaat kemudian, kejadian tadi siang kembali mampir ke pikiranku.  

    “Kira-kira kenapa ya, laki-laki Turkistan tadi berdiri di depanku dan menghalangi jalanku?” tanyaku dalam hati.

    “Aish….astagfirullah…..Jangan-jangan ia mau melindungiku dari pertengkaran kedua sopir tadi. Mungkin karena rasa takut itu benar-benar terlukis di wajahku. Ya Allah….ampuni aku karena sudah berprasangka buruk kepada dia yang sebenarnya ingin melindungiku, Ya allah, ampuni aku. Lindungi ia dan keluarganya sebagaimana ia telah melindungiku, aamiin…. Dan untuk lelaki yang tadi melindungiku, maafkan aku yang berprasangka buruk kepadamu, my hero”.


    “Naskah ini merupakan kiriman dari peserta KMO Alineaku, isi naskah sepenuhnya merupakan tanggungjawab penulis”

    Bagikan ke

    Comment Closed: Maaf, Pahlawanku

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Menurut Stephen Covey Manusia Memiliki Kebutuhan Dasar, Kecuali? a. To Live b. To Love c. To Listen d. To Leave the Legacy Jawaban: c. To Listen Menurut Stephen Covey Manusia Memiliki Kebutuhan Dasar, Berikut Pembahasannya: Stephen Covey, seorang penulis dan konsultan manajemen terkenal, dalam karya-karyanya sering membahas tentang kebutuhan dasar manusia. Dalam bukunya yang terkenal, […]

      Jun 25, 2024
    • Hari sudah menunjukkan pukul 14.30. Suasana di sekolah tempat Ustadz Hamdi mengabdikan diri sudah mulai sepi. Anak-anak sudah banyak yang pulang. Ustadz Hamdi masih duduk di meja kerjanya sambil memeriksa satu persatu tugas murid-muridnya. Saat itu tiba-tiba HP Ustadz Hamdi berdering “Kriiing, kriiing, kriiing…”  “Halo…., Assalamu alaikum !”  “Wa alaikum salam. Ini Lisa, pak Ustadz.” […]

      Jun 06, 2024
    • Aku adalah teman sekelas Sky di SMP, kami berada dikelas yang sama selama 3 tahun. Sekarang setelah masuk SMA kami berada di sekolah dan kelas yang sama. Sky selalu menjadi orang terpopuler di sekolah, Sky tinggi,  tampan, dan sangat ramah. Namun sayangnya aku merasa dia selalu dingin hanya padaku, aku bahkan tidak tau alasan dibalik […]

      Jun 10, 2024
    • Mahaga Belom Bahadat adalah bahasa Dayak Ngaju yang mempunyai makna yaitu menjaga kehidupan yang saling menghargai, menghormati serta menjunjung tinggi kehidupan Adat Istiadat maupun tradisi kearifan lokal di wilayah yang kita tempati. Era zaman sekarang ini sudah banyak sekali para generasi yang melupakan prinsif-prinsif hidup yang telah dulu ditinggalkan para leluhur(nenek moyang) kita, padahal banyak […]

      Jun 02, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021