“Bu, Aku mau minta maaf sama Nisa.” ucap Arin dengan wajah bingung dan memelas.
“Arin mau minta maaf, emangnya punya salah apa sama Nisa?” Saya mencoba memahami keadaan.
“Itu lho, Bu. Gara-gara aku nulis kata-kata kasar, Nisa jadi marah sama aku.” jelas Arin.
“Ya udah, ayo minta maaf sama Nisa!” ajakku ringan.
“Tapi, Nisa gak mau maafin aku, Bu.” Ucapnya dengan suara mengecil dan wajah menunduk. Saya bisa melihat penyesalan dan kesedihan yang dalam.
Saya berpikir sejenak mencoba mencerna apa yang sedang terjadi pada gaya pertemanan anak-anak gen alpha/generasi strawberry.
Saya mendekati Arin, ngobrol dengannya, memberi kesempatan ia bercerita tentang awal mula masalahnya. Dari cerita yang disampaikan Arin, saya melihat kedua anak ini tidak sepenuhnya salah di satu pihak atau benar dipihak yang lainnya. Masing-masing ada peran melakukan kesalahan yang bisa membuat kecewa teman yang lainnya.
Arin dan Nisa adalah anak yang pendiam. Pada awal masuk sekolah, Arin dan Nisa belum punya teman bermain. Keduanya menghabiskan waktu istirahat di kelas saja, hanya duduk, menikmati makanan bekalnya atau menggambar. Kepadaku, mereka mengeluh bahwa teman-temannya tidak ada yang mengajak bermain.
Melihat situasi seperti ini, kemudian saya mengajak guru-guru untuk sering membuat permainan team building. Sejak sering ada dalam satu kelompok bermain game atau mengerjakan tugas sekolah bersama, belakangan keduanya menjadi akrab. Mereka mulai bermain bersama baik di dalam kelas maupun bermain di taman sekolah. Jika Arin tidak masuk sekolah, Nisa bertanya pada saya, kenapa Arin tidak masuk. Begitu juga sebaliknya. Saya senang keduanya mulai bisa happy dan punya teman bermain. Anak-anak sekarang menyebutnya Bestie.
Saat ini hubungan pertemanan Arin dan Nisa sedang tidak baik-baik saja. Arin kecewa karena Nisa menegurnya dengan nada yang tinggi, sedangkan Nisa marah karena Arin menulis kata-kata kasar tentang dirinya. Saya paham hati kedua anak ini sedang terluka. Saya juga mengerti jika Nisa tidak bisa memaafkan dengan cepat. Kemudian, Nisa memilih bermain dengan yang lain, sedangkan Arin tidak mudah mendapat teman baru.
Karakter anak-anak sekarang dari generasi Alpha/generasi strawberry tidak sama dengan masa kecil saya dulu. Tidak sama juga dengan sikap murid-muridku sebelumnya dari gen Z dalam menghadapi konflik pertemanan.
Dulu jika ada dua orang murid berselisih, guru cukup memanggil keduanya, lalu kita meminta mereka saling meminta maaf, dan mereka pun bersalaman sebagai tanda masalah sudah selesai, lalu keduanya bermain kembali seolah tidak pernah terjadi masalah sebelumnya.
Arin terus merengek meminta tolong kepada saya agar bisa meminta maaf pada Nisa, tapi Nisa terus menghindar dan menjauh dari Arin. Arin bersikeras ingin segera mendapatkan maaf dari Nisa. Lalu saya sarankan agar Arin membuat surat permohonan maaf pada Nisa. Arin semangat membuat surat. Sayangnya Nisa hanya menerima surat itu dan tidak mau membacanya. Arin sedih sekali.
Melihat situasi seperti ini, saya paham, karena mereka pernah dekat, jadi saat ada kesalahan hati Nisa sangat terluka. Saya memberi waktu kepada Arin dan Nisa untuk memahami perasaan masing-masing dan memikirkan kesalahan yang telah diperbuat.
Kepada Arin saya berkata: “Arin, kasih waktu pada Nisa ya untuk menenangkan diri. Kalau hari ini Nisa belum bisa memaafkan Arin, Arin doakan ya semoga besok Nisa mau memaafkan Arin!” saya membesarkan hati Arin agar tetap optimis dan semangat ke sekolah lagi esok harinya.
Saat Nisa sedang sendirian, saya ngobrol dengan Nisa, Apa yang terjadi sebenarnya? Bagaimana perasaannya? Apa penyebab dia sulit memaafkan Arin? Kami mengobrol dengan santai dari hati ke hati. Mengakhiri diskusi kami, saya memberikan sedikit nasehat kepadanya
“Nisa, Bu Guru mengerti jika hari ini, Nisa belum bisa memaafkan Arin. Nisa tenangkan diri dulu ya, Arin bersikap begitu karena kecewa pada sama Nisa sebelumnya. Arin sudah menyadari kesalahannya dan tulus meminta maaf kepada Nisa. Kalau sudah bisa memaafkan Arin, kasih tahu bu Guru ya!”
Nisa mengangguk pelan lalu pulang karena sudah dijemput oleh orang tuanya.
Nisa dan Arin termasuk Generasi Alpha (lahir sekitar tahun 2010 hingga sekarang) sering disebut sebagai “generasi stroberi”. Karakteristik mereka cenderung terlihat lembut, manis, namun lebih sensitif atau rentan terhadap tekanan. Salah satu karakternya adalah sensitif dan berempati tinggi. Dampaknya, mereka mudah berempati dalam pertemanan, tetapi juga lebih mudah merasa terluka oleh kritik atau konflik interpersonal.
Generasi alpha juga sangat ketergantungan pada Validasi, mereka sering mencari pengakuan dan validasi dari teman sebaya, terutama melalui “likes” atau komentar di media sosial. Dampak dari hal ini dapat meningkatkan rasa percaya diri, tetapi juga berisiko menimbulkan tekanan emosional jika tidak mendapat validasi.
Pada cerita Nisa dan Arin, saya memahami jika Nisa merasa terluka dan belum bisa langsung memaafkan Arin. Saya juga mengerti kenapa Arin ingin segera mendapat kata maaf dari Nisa. Saat keesokan harinya Nisa bilang pada saya bahwa ia sudah memaafkan Arin. Arin tetap menunggu kata “Iya, sudah saya maafkan,” dari Nisa. Karena, bagi Arin kalimat validasi sangatlah penting.
Apa yang bisa dilakukan guru saat menghadapi situasi seperti ini?, kita bisa melakukan 2 hal. yaitu memvalidasi dan meregulasi perasaan mereka secara personal. Lakukan deeptalk, bicara dari hati-ke hati lalu berikan nasihat secara pelan-pelan. Modal yang utama adalah sabar menghadapi beragam karakter yang muncul dari setiap peserta didik.
Kreator : Iis Rosilah
Comment Closed: Maafkan Aku, Teman
Sorry, comment are closed for this post.