Suatu hari yang cerah di sebuah sekolah Katolik yang berada di pusat kota, Carolina, salah satu siswi kelas 9, nampak murung di sudut lapangan. Tampaknya hari itu dia tidak seceria seperti biasanya. Sebuah insiden kemarin masih menghantuinya—saat salah satu teman sekelasnya, Andika, mengatakan kata-kata pedas tentang penampilannya di depan banyak orang. Carolina merasa tersinggung dan malu. Namun, dalam hatinya ada konflik: ia ingin marah, tetapi di sisi lain, ajaran tentang kasih dan pengampunan yang diajarkan di sekolah selalu terngiang di kepalanya.
Di pelajaran agama hari itu, Carolina mendengar bacaan dari Injil Lukas 6:27-38, yang mengajarkan untuk mengasihi musuh, memberkati mereka yang mengutuk, dan mendoakan mereka yang menyakiti. Guru agama menyampaikan bahwa memaafkan adalah bentuk kasih yang tertinggi, dan bahwa kita tidak boleh menghakimi orang lain, karena hanya Tuhan yang pantas menjadi hakim. Saat mendengarkan bacaan ini, hati Carolina mulai tersentuh. Ia mulai menyadari bahwa memaafkan Andika mungkin adalah jalan terbaik, meskipun sulit.
Setelah pelajaran berakhir, Carolina memberanikan diri untuk mendekati Andika. “Aku memaafkan kamu,” kata Carolina dengan lembut, meskipun hatinya masih sedikit bergetar. Andika terlihat terkejut, tapi ia pun meminta maaf secara tulus. Dari pembicaraan itu, Carolina merasakan beban berat di hatinya perlahan hilang. Ia menyadari, dengan memaafkan, bukan hanya Andika yang dibebaskan, tetapi dirinya sendiri juga terbebas dari perasaan benci.
Kisah Carolina ini menggambarkan kekuatan pengampunan. Seperti yang sering dikatakan Merry Riana, seorang motivator terkenal, “Saat kita memberikan pengampunan, kita sedang membebaskan diri kita dari penjara kebencian.” Hidup akan jauh lebih ringan ketika kita memilih untuk memaafkan daripada menyimpan dendam. Setiap orang memiliki kelemahan masing-masing, dan dengan memilih tidak menghakimi, kita memberikan kesempatan bagi kasih Tuhan bekerja di hidup kita.
Melalui kisah Carolina, mari kita belajar untuk memaafkan, bahkan saat hati kita terluka. Seperti ajaran Yesus dalam Injil Lukas, mari kita menjadi individu yang penuh kasih, rendah hati, dan tidak menghakimi. Tuhan memanggil kita untuk hidup dalam kasih, dan dengan demikian, kita dapat membawa damai di mana pun kita berada.
“Saat kita memberikan pengampunan, kita sedang membebaskan diri kita dari penjara kebencian.”
– Merry Riana –
Refleksi
Seorang pemenang selalu melakukan refleksi diri untuk segera mendapatkan pembelajaran yang maksimal. Luangkan waktu dan tuliskan apa yang kamu pelajari.
- Pembelajaran terbesar saya hari ini adalah…
- Formula yang paling berkesan untuk saya adalah…
- Hari ini saya sangat bersyukur karena…
Kreator : Silvianus
Comment Closed: Mengampuni Tanpa Menghakimi
Sorry, comment are closed for this post.