Rumah adalah tempat tumbuh dan berkembangnya kehidupan manusia. Rumah laksana istana. Rumah juga sebagai wahana menempa diri menjadi manusia seutuhnya, lahir batin dalam asuhan dan bimbingan orang dewasa yang ada di dalamnya.
Bagaimana rumah kedua yang dimaksud? Boleh jadi ada banyak keluarga yang memiliki lebih dari satu rumah, tetapi rumah kedua yang satu ini adalah sekolah. Sekolah sebagai tempat pendidikan dan pengajaran. Ada orang dewasa yang bertugas mulia membimbing anak-anak yaitu pendidik atau guru dan tenaga kependidikan sebagai supporting layanan pendidikan. Ada pula peserta didik yang menjadi bagian keluarga sebuah sekolah sebagai anak yang mendapatkan layanan pendidikan.
Sekolah istimewa dan unggul tentu ingin memberikan layanan pendidikan berkualitas. Tidak semata-mata mengimplementasikan kurikulum nasional bahkan internasional, melainkan memiliki kekhasan atau keunikan yang menginternalisasikan semua nilai-nilai positif yang komprehensif.
Salah satu yang menarik dari sebuah sekolah yang bukan pesantren atau boarding school adalah menciptakan rumah kedua yang sesungguhnya dalam dua puluh empat jam ada di dalamnya selama dua minggu. Sekolah tersebut memberinya nama Pesantren Ramadhan.
Kali pertama putraku mengikutinya usia sepuluh tahun atau tepatnya kelas IV Sekolah Dasar. Sebagai orang tua di rumah tentu menyiapkan segala hal dengan sebaik mungkin, apalagi anak laki-laki. Menyiapkan perlengkapan kasur lipat sebagai alas tidur, baju ganti untuk dua minggu dengan perkiraan bisa juga diatur mencuci atau laundry, perlengkapan mandi, perlengkapan makan, dan lain sebagainya yang telah ditentukan sekolah.
Tidak diperkenankan membawa makanan karena sedang berpuasa. Makan sahur dan buka puasa telah disediakan oleh pihak sekolah. Sejujurnya, ini kali pertama aku tidak dekat dengan putraku. Selama dua minggu sepenuhnya dalam asuhan para guru atau ustadz ustadzah di sekolah.
Putraku yang pendiam dan penurut tidak banyak protes, bahkan tidak menuntut dengan permintaan ini itu yang berlebihan. Apa pun yang aku siapkan dia terima. Satu nasihat yang sangat aku “wanti-wanti” adalah menempatkan pakaian kotor di dalam tas plastik tersendiri. Suatu waktu akan di laundry udah rapi dan tentunya tidak bercampur dengan baju bersih.
Hari pertama mengantar ke sekolah untuk mengikuti Pesantren Ramadhan, hanya aku yang mendampinginya, tanpa Ayahnya. Sebagai Ibu, aku sangat peduli untuk ikut menata alas tidur di salah satu kelas ruang inapnya. Ya, di salah satu ruang lantai 2 sekolah. Bersama orang tua anak-anak lainnya ikut berpartisipasi di awal kegiatan. Selanjutnya menyerahkan kepada pihak sekolah sebagai penyelenggara kegiatan Pesantren Ramadhan.
Hari demi hari terlewati dengan pola pengasuhan pesantren. Mulai dari bangun malam jam 03.00 melakukan sholat tahajud, bersantap sahur bersama, sholat subuh berjamaah, rutinitas pagi dengan bugaria, bersih diri dilanjut sholat dhuha. Setelah itu mengikuti materi pesantren tematik, mengaji Al Qur’an, kajian tafsir atau hadits sampai sholat dhuhur berjamaah. Jeda istirahat siang dilanjutkan bersih diri dan siap sholat ashar berjamaah. Kegiatan sore diisi dengan life skills dan senja ceria hingga siap berbuka puasa bersama. Sesudah istirahat sebentar kegiatan dilanjutkan sholat isya’ berjamaah pun sholat tarawih dan witir. Tak cukup dengan itu ada pula Tadarus Al Qur’an. Sampai pukul 21.30 baru menuju peraduan atau tempat tidur masing-masing. Begitulah pola dan ritme rumah kedua ini.
Aku tahu persis kegiatan itu karena para guru atau ustadz ustadzah sangat perhatian dan menginformasikan segala aktivitas di sekolah. Bahkan secara detail rundown kegiatan tersusun sistematis. Orang tua yang mempercayakan putra-putrinya tentu sangat senang dengan pelayanan terbaik ini. Tentunya pula harus memahami aturan ketat yang diberlakukan. Hal tersebut untuk mendukung kemandirian, kedisiplinan, dan pengalaman kerja keras penuh kesungguhan.
Kadang justru para orang tua yang merindukan anaknya, sedangkan para anak enjoy bersama teman-teman di Pesantren Ramadhan Sekolah. Aku sangat bersyukur menentukan pilihan sekolah ini. Investasi dunia akhirat sebagai orang tua dalam menanam amal jariyah dan melahirkan generasi sholih sholihah yang akan selalu mendoakan orang tuanya.
Rumah tinggal kedua yang hanya dua pekan ini memberi inspirasi untuk keteguhan hati serta pribadi yang tangguh. Pengalaman bagi masa depannya yang tak akan terlupakan dan akan mengingatkan pada pembiasaan yang baik.
Kreator : Dwi astuti
Comment Closed: Rumah Tinggal Kedua
Sorry, comment are closed for this post.