KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Cerita Anak
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Suka Duka Mengajar di Pesantren

    Suka Duka Mengajar di Pesantren

    BY 29 Des 2022 Dilihat: 67 kali

    Oleh Tri Setyawati

    Tak terasa sudah lima tahun aku mengajar di sini, sebuah pesantren modern yang megah dan luas di daerah Jawa Barat. Pesantren ini selain mengajarkan ilmu agama juga ilmu-ilmu umum. Di sini tersedia semua jenjang pendidikan dari PAUD sampai perguruan tinggi. Santri yang mondok tinggal di asrama didampingi oleh pembimbing masing-masing. Saat siang hari aku mengajar di sekolah, malam harinya aku membimbing dan menemani mereka di asrama.

    Aku mengajar matematika di tingkat SMP, namun karena di bawah kementrian Agama maka disebut Madrasah Tsanawiyah (MTs). Di sini aku dipanggil dengan sebutan ustadzah. Jujur aku kurang nyaman dengan sebutan itu karena bacaan dan hafalan Qur’anku masih biasa saja. Namun aku bertekad  selain mengajar, akan terus belajar, khususnya ilmu agama yang kurasa masing kurang.

    Awal mengajar di sekolah dan membimbing di asrama merupakan awal yang benar-benar baru buatku, karena hanya berbekal pengalaman organisasi di kampus, aku mencoba untuk memasuki dunia yang sebelumnya bukanlah duniaku. Dan tentunya banyak masalah yang akan datang, namun dengan keyakinan mencoba, kuberanikan diriku untuk mengemban amanah  yaitu sebagai pengajar/guru di sekolah (mudarris) sekaligus pembimbing di asrama (murabbi).

    Hari pertama mengajar penuh dengan rasa tidak percaya diri dan langkahpun telah salah dalam melakukan pendekatan kepada santriku. Saran dan kritik terus dihadapkan pada diriku untuk bisa menjadi lebih baik dan menaruh harapan agar aku menjadi seorang guru yang bisa menggerakkan semangat belajar dan pribadi yang baik bagi santriku.

    Seperti biasanya, pukul 04.00 kubangunkan santri kamarku  untuk mandi, sholat subuh, tadarus dan bersiap-siap berangkat ke sekolah. Pukul 06.30 kukayuh sepeda hitamku pelan-pelan dari asrama menuju sekolah. Beberapa kali terdengar sapaan dan salam dari santri-santriku yang  sedang berjalan menuju ke gedung sekolah. Aku selalu berusaha untuk ceria dan semangat saat mengajar. Tapi entah mengapa hari ini perasaanku tidak enak, seakan-akan ada sesuatu yang akan menguji kesabaranku.

    Di tahun pertama mengajar, aku menjadi walikelas 8 N 05. Salah seorang santriku di kelas tersebut merupakan anak yang kurang beruntung dan mungkin terabaikan pula oleh kita sebagai orang tua di sekolah. Saat kelas 7 aku tidak mengajarnya, namun sudah pernah mendengar tentang kelakuannya yang sering membuat guru yang mengajar geleng-geleng kepala.

    Nasehat mungkin sudah sering dia dapatkan dari guru, wali kelas ataupun teman sebaya. Apakah itu bermakna? Aku tidak tahu. Karena saat itu aku belum menganggap itu sesuatu yang sangat perlu untuk dipersoalkan karena aku tidak mengajarnya. Namun sekarang di kelas 8 aku mengajar sekaligus wali kelasnya dan melihat belum ada perubahan dengan sikapnya. Aku harus berulang kali menegurnya. Karena masih saja tidak mengerjakan tugas dari guru, masih  sering membolos dan sering mengambil barang milik orang lain.

    “Mega Puspita!” teriakku di belakang meja pengajar. “ Mega tidak hadir lagi?”

    Pertanyaanku mendapat respon acungan jari. Tapi bukan dari murid yang namanya kusebut. Melainkan dari Lilis si ketua kelas. Sambil tengok kepala kanan dan kiri kemudian Lilis berdiri. 

    Dia berkata, “ Mega tak ada kabar Bu, kemungkinan dia bersembunyi dan tidak berani masuk ke sekolah, karena semalam dia ketahuan mengambil barang milik Isri ”.

      Siangnya selesai mengajar, ku kayuh sepedaku dengan kencang ke asrama Putri untuk mencari Mega. “Praang….” terdengar suara barang dilempar dan teriakan keras caci maki dari sebuah kamar di Blok B. Secepat kilat ku berlari ke arah suara tersebut dan kudapati Mega di pojok ranjang tempat tidurnya sedang jongkok ketakutan. Sementara beberapa anak masih melemparinya. Aku segera menarik tangan Mega dan membawanya keluar dari kamar.  Aku bersyukur datang pada saat yang tepat sehingga tidak terjadi lagi kegaduhan di asrama.

    Kurangkul pundaknya dan kuajak dia duduk di taman samping asrama. Sedikit salam, senyum dan jabat tangan aku berikan padanya saat mengawali pembicaraan tentangnya. Tanpa aku duga begitu banyak cerita yang dia sampaikan. Seperti air bah mengalir tumpah, menyeruak, menyesak dada, dan tak terbendung.

    “Maafkan Mega, Ustadzah….Mega tidak sadar mengapa bisa melakukan ini semua,” ujarnya sambil terus berurai air mata dan memohon ampun.

    “Peluk Ustadzah, Nak,” pintaku untuk menenangkannya. Kubiarkan dia untuk sesaat menangis dalam pelukanku. Setelah tenang, dia menceritakan apa yang sedang dialaminya.

    Dia datang dari keluarga yang tidak utuh. Ayah ibunya bercerai saat liburan sekolah satu tahun yang lalu. Dia memilih ikut ayahnya ke Jakarta. Sementara ibu dan dua adiknya tetap tinggal di desa. Oleh ayahnya Mega dititipkan ke pamannya, karena ayahnya berangkat ke Malaysia menjadi TKI. Mega kehilangan figur orangtua yang semestinya bisa menjadi panutan. Karena paman dan bibinya sibuk, Mega disekolahkan di Pesantren. Untuk kebutuhan bulanannya kadang dikirim dan kadang tidak, sehingga entah mengapa tiba-tiba Mega punya kebiasaan senang mengambil barang milik orang lain. Walaupun sudah pernah ketahuan dan diberi hukuman, tetap saja dia lakukan.

    Aku terhenyak. Terdiam tanpa kata. Mataku berkaca-kaca. Aku hanya mampu membelai kepalanya sambil berdoa. Ya Allah, berilah kekuatan dan jalan keluar dari masalah ini. Betapa anak seusia ini harus menanggung beban sedemikian rupa. Kucoba memberikan penguatan fisik dan mental agar Mega mempunyai karakter yang tangguh dan religius. Beberapa pendampingan dan juga kegiatan yang positif kuberikan kepadanya.

    Selaku wali kelas aku selalu memberikan motivasi dan dukungan agar dia mampu menjadi anak yang selalu bersyukur dan kuat dalam mengarungi hidup ini. Kukatakan padanya bahwa Allah SWT memberikan cobaan kepada mahluknya tidak melebihi kemampuan kita, yang bermakna bahwa kita semua pasti mampu dalam menjalani kehidupan ini. Sementara itu guru agama memberikan penguatan mental spiritual dan bimbingan untuk pelaksanaan ibadah yang lebih bermakna. 

    Setelah beberapa pekan  kami lakukan pendekatan dan pendampingan kepada Mega, aku bersyukur Mega sudah banyak mengalami perubahan ke hal-hal yang positif. Dia sudah tidak membolos lagi, mau mengerjakan tugas yang diberikan guru dan yang paling menggembirakan adalah tidak pernah mencuri lagi. Dia sekarang aktif di ekstrakurikuler yaitu Tata Busana. Ternyata dia punya bakat membuat rancangan atau desain baju. Alhamdulillah sudah bisa kutemukan bakat diantara salah satu santriku. Kami juga menghubungi keluarga Mega untuk mau memperhatikan putrinya dan kebutuhannya selama tinggal di Pesantren.

    Masalah yang dihadapi salah seorang santri di atas hanyalah satu dari sekian banyak cerita yang mungkin belum tersentuh , belum terkuak atau bahkan belum tertangani dari sisi pendidikan karakter kita. Pendidikan karakter bukan hanya menumbuhkan, membentuk, menguatkan, namun juga perlu mengubah dan mensolusikan persoalan-persoalan yang memang terlanjur ada di kelas kita, di sekolah kita, dan yang kita hadapi sehari-hari.

    Dari hari ke hari aku menjadi senang dan betah mengajar di pesantren ini. Banyak suka duka yang kualami bersama santri dan teman-temanku. Di sini pula aku bertemu dengan pendamping hidupku. Mulai saat itu keyakinanku untuk menjalani profesi pengajar sekaligus pembimbing berubah menjadi kebanggaan. Dari awal, menjadi guru hanyalah kebetulan, sekarang berubah menjadi sebuah keinginan. Hingga akhirnya aku sangat nyaman menjalani hari-hari menjadi seorang guru. Aku mengajar pelajaran matematika. Aku mempunyai harapan yang besar untuk selalu bisa mengispirasi santriku. Aku menyadari bahwa sebagai seorang guru pastilah mempunyai banyak kekurangan, mungkin saja sikap dan kata-kata yang pernah kutampilkan di depan anak-anak kurang baik, namun hal itu semata-mata untuk kebaikan mereka dan pembentukan karakter sesuai dengan aturan yang berlaku di pesantren. Kutanamkan kata-kata dalam hati, mengajar dan mendidik semata-mata hanya untuk mengabdi pada-Mu.


    Bagikan ke

    1 Komentar Pada Suka Duka Mengajar di Pesantren

    Popular News

    • Menurut Stephen Covey Manusia Memiliki Kebutuhan Dasar, Kecuali? a. To Live b. To Love c. To Listen d. To Leave the Legacy Jawaban: c. To Listen Menurut Stephen Covey Manusia Memiliki Kebutuhan Dasar, Berikut Pembahasannya: Stephen Covey, seorang penulis dan konsultan manajemen terkenal, dalam karya-karyanya sering membahas tentang kebutuhan dasar manusia. Dalam bukunya yang terkenal, […]

      Jun 25, 2024
    • Hari sudah menunjukkan pukul 14.30. Suasana di sekolah tempat Ustadz Hamdi mengabdikan diri sudah mulai sepi. Anak-anak sudah banyak yang pulang. Ustadz Hamdi masih duduk di meja kerjanya sambil memeriksa satu persatu tugas murid-muridnya. Saat itu tiba-tiba HP Ustadz Hamdi berdering “Kriiing, kriiing, kriiing…”  “Halo…., Assalamu alaikum !”  “Wa alaikum salam. Ini Lisa, pak Ustadz.” […]

      Jun 06, 2024
    • Aku adalah teman sekelas Sky di SMP, kami berada dikelas yang sama selama 3 tahun. Sekarang setelah masuk SMA kami berada di sekolah dan kelas yang sama. Sky selalu menjadi orang terpopuler di sekolah, Sky tinggi,  tampan, dan sangat ramah. Namun sayangnya aku merasa dia selalu dingin hanya padaku, aku bahkan tidak tau alasan dibalik […]

      Jun 10, 2024
    • Mahaga Belom Bahadat adalah bahasa Dayak Ngaju yang mempunyai makna yaitu menjaga kehidupan yang saling menghargai, menghormati serta menjunjung tinggi kehidupan Adat Istiadat maupun tradisi kearifan lokal di wilayah yang kita tempati. Era zaman sekarang ini sudah banyak sekali para generasi yang melupakan prinsif-prinsif hidup yang telah dulu ditinggalkan para leluhur(nenek moyang) kita, padahal banyak […]

      Jun 02, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021