KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Surat dari Anak-Anak

    Surat dari Anak-Anak

    BY 01 Okt 2024 Dilihat: 186 kali
    Surat dari Anak-Anak_alineaku

    Pagi itu, Rina terbangun dengan perasaan campur aduk. Ia melihat kalender di dinding dan mengingat hari istimewa yang akan datang. Sebagai guru SD di desa kecil, Rina telah mengajar banyak anak-anak selama bertahun-tahun. Namun, kali ini ia merasa ada sesuatu yang berbeda.

    “Ibu, hari ini ada rapat guru, kan?” tanya Naya sambil sarapan.

    “Iya, sayang. Ada yang ingin disampaikan Kepala Sekolah,” jawab Rina sambil tersenyum, meski hatinya khawatir.

    Setelah mengantar Naya ke sekolah, Rina menuju ruang guru dengan langkah ragu. Di sana, sudah berkumpul semua rekan kerjanya. Pak Budi, kepala sekolah, berdiri di depan ruangan. “Selamat pagi, semua. Ada kabar penting yang ingin saya sampaikan,” katanya serius.

    Semua guru mendengarkan dengan cemas. “Mulai bulan depan, sekolah ini akan ditutup karena kekurangan dana. Murid-murid akan dipindahkan ke sekolah lain di kota,” lanjut Pak Budi.

    Rina terkejut. “Bagaimana bisa? Sekolah ini adalah rumah bagi banyak anak. Mereka akan kesulitan jika harus pindah ke kota,” protesnya.

    “Keputusan ini sudah final, Bu Rina. Kami tidak punya pilihan lain,” jawab Pak Budi dengan nada menyesal.

    Sepanjang hari, pikiran Rina dipenuhi kekhawatiran. Ia tahu banyak anak yang bergantung pada sekolah ini, termasuk Naya. “Apa yang akan terjadi pada mereka?” pikirnya sambil menatap anak-anak yang bermain di halaman sekolah.

    Malam itu, Rina duduk di meja makan bersama Naya. “Bu, kenapa Ibu sedih?” tanya Naya sambil memegang tangan ibunya.

    “Ibu hanya memikirkan sekolah, sayang. Sekolah kita akan ditutup,” jawab Rina dengan suara pelan.

    Naya terdiam sejenak, kemudian berkata, “Tapi Bu, kita tidak bisa membiarkan itu terjadi. Sekolah itu penting bagi kita semua.”

    Rina tersenyum pahit. “Ibu tahu, Naya. Tapi ini keputusan yang sulit diubah.”

    Keesokan harinya, Rina kembali mengajar dengan perasaan berat. Namun, ia berusaha menyembunyikan kesedihannya dari anak-anak. Saat jam istirahat, beberapa murid mendekatinya. “Bu Rina, kami dengar sekolah akan ditutup. Apa itu benar?” tanya Dedi, salah satu muridnya.

    Rina terkejut mendengar pertanyaan itu. “Dari mana kalian tahu?”

    “Kami mendengar Pak Budi bicara dengan guru lain,” jawab Dedi dengan wajah sedih.

    Rina menarik napas dalam-dalam. “Iya, sayang. Sekolah kita akan ditutup. Tapi kita harus tetap semangat dan berusaha menikmati waktu yang tersisa di sini.”

    Murid-murid terlihat kecewa. Mereka mencintai sekolah ini dan guru-guru mereka. Rina merasa ada yang harus dilakukan. “Anak-anak, bagaimana kalau kita menulis surat untuk pemerintah? Kita bisa menceritakan betapa pentingnya sekolah ini bagi kita semua,” usul Rina.

    Mata anak-anak berbinar. “Iya, Bu! Ayo kita tulis surat!” seru mereka dengan semangat.

    Rina dan anak-anak mulai menulis surat. Setiap anak menceritakan pengalaman mereka di sekolah, betapa mereka belajar dan bermain, serta bagaimana guru-guru membantu mereka. Surat-surat itu penuh dengan harapan dan impian.

    “Bu, Naya juga mau menulis surat,” kata Naya di rumah malam itu.

    “Tentu, sayang. Tulis apa yang ingin kamu sampaikan,” jawab Rina dengan lembut.

    Naya menulis suratnya dengan penuh perhatian. “Bu, Naya sudah selesai,” katanya sambil menunjukkan suratnya. Rina membaca surat itu dan merasa terharu. Naya menulis tentang betapa ia mencintai sekolahnya dan bagaimana ia berharap sekolah itu tetap ada.

    Keesokan harinya, Rina mengumpulkan semua surat dari murid-muridnya dan mengirimkannya ke kantor pemerintahan setempat. “Semoga ada keajaiban,” bisik Rina dalam hati.

    Hari-hari berlalu, dan Rina terus mengajar dengan dedikasi meski hatinya penuh kekhawatiran. Suatu pagi, ia menerima telepon dari kantor pemerintahan. “Bu Rina, kami menerima surat dari anak-anak. Kami sangat terharu dan akan mempertimbangkan ulang keputusan penutupan sekolah,” kata suara di ujung telepon.

    Rina merasa harapannya kembali. “Terima kasih banyak, Pak. Anak-anak akan sangat senang mendengarnya.”

    Hari itu, Rina berkumpul dengan anak-anak di halaman sekolah. “Anak-anak, Ibu punya kabar baik. Pemerintah akan mempertimbangkan ulang penutupan sekolah kita berkat surat-surat kalian.”

    Murid-murid bersorak gembira. “Terima kasih, Bu Rina! Kami tidak akan menyerah!” seru mereka.

    Rina tersenyum bahagia. “Kalian adalah anak-anak yang luar biasa. Ibu bangga pada kalian.”

    Malam itu, Rina duduk di kamar bersama Naya. “Bu, kita berhasil, ya?” tanya Naya dengan senyum lebar.

    “Iya, sayang. Kita berhasil,” jawab Rina sambil memeluk putrinya erat. Surat dari anak-anak telah membawa harapan baru bagi mereka semua. Mereka belajar bahwa dengan tekad dan kebersamaan, tidak ada yang tidak mungkin.

     

     

    Kreator : Masniya Ulfah

    Bagikan ke

    Comment Closed: Surat dari Anak-Anak

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]

      Sep 18, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024
    • Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]

      Sep 05, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021