Di kafe kampus, empat sekawan, Alya, Budi, Cici, dan Dani, sedang berbincang sambil minum kopi.
Sambil melihat ponselnya, Alya berkata,”Budi, lihat deh foto pasangan ini. Mereka selalu terlihat bahagia dan sempurna.”
Budi tersenyum berujar,”Jadi ceritanya kamu iri, begitu? Kamu kan tahu kalau media sosial hanya menunjukkan sisi terbaik dari kehidupan seseorang? Kamu nggak tahu apa yang sebenarnya terjadi di balik layar.”
Cici menyela dengan tawa,”Iya, Alya! Kamu nggak lihat kan bagaimana mereka mungkin berantem karena rebutan remote TV sebelum foto itu diambil?”
Dani tertawa,”Atau mungkin mereka habis ribut soal siapa yang harus nyuci piring! Percaya deh, nggak ada yang sempurna.”
Tak lama kemudian rekan lainnya bernama Dewi datang dan bergabung,”Hai kalian! Sepertinya sedang bahas sesuatu yang seru. Boleh join?”
“Duduk sini, Miss Dewi. Kita lagi ngobrol soal medsos yang hampir makan korban lagi nih,”Cici membalas seraya tersenyum dan memandang ke arah Alya.
Dewi mengangguk,”Topik keren, Al, kamu tahu kan medsos itu tempatnya orang-orang cari perhatian, jadi mereka sering menampilkan gambaran yang tidak lengkap dan terkadang dibesar-besarkan?”
Alya,”Iya tapi, Wi, susah buat tidak terpengaruh.”
Cici menambahkan,”Memang betul sih, pernah aku ngerasa hidup aku kurang menarik dibandingkan orang lain lho.”
Dani,”Kamu juga pernah jadi korban, Ci? Padahal, kita nggak tahu apa yang sebenarnya terjadi di balik foto-foto itu. Mungkin mereka cuma posting momen-momen terbaiknya saja dan cuma itu yang mereka punya, cuma itu yang mereka bisa posting, giliran yang aslinya justru mereka sembunyikan karena cacat alias disqualified menurut standar mereka. Wkwkwk.”
Dewi,”Kita jadi gampang banget ya terpengaruh oleh apa yang kita lihat, padahal belum tentu benar kejadiannya yang aslinya seperti begitu. Kayaknya memang harus belajar melihat aslinya deh, peka dengan kemungkinan yang lebih dalam, jadi tidak hanya terpaku pada apa yang terlihat di permukaan. By the way, hubungan yang sehat itu tidak selalu ter-exposed sempurna dari luar lho.”
Dewi menyampaikan pendapatnya,”Ingat ya, ekspektasi yang tidak realistis selalu berujung kekecewaan. Media sosial hanya menunjukkan sebagian kecil dari kenyataan. Hubungan yang sebenarnya memerlukan kerja keras, pengertian, dan kesabaran. Jangan biarkan apa yang sudah kalian lihat di media sosial itu jadi patokan kebahagiaan kalian. Bukan itu ukurannya!”
Budi menambahkan,”Bener banget, Wi. Kebahagiaan sejati itu datangnya dari penerimaan dan rasa syukur terhadap apa yang sudah kita miliki, jadi bukan dari jalan membanding-bandingkan diri dengan pencapaian orang lain.”
Alya tersenyum,”Ya, aku akan lawan pengaruh buruk itu. Aku mau lebih fokus pada hal-hal yang nyata dan yang jelas-jelas penting dalam hidup aku.”
Cici menimpali,”Mulai sekarang, kita pilih untuk lebih banyak menikmati momen-momen nyata saja daripada sekedar ngepost.”
“Setuju! Media sosial memang seru, tapi jangan sampai mengaburkan kenyataan,”ujar Dani.
“Itu semangat baik, teman-teman. Yang penting adalah bagaimana kita menghargai dan merawat hubungan kita, bukan bagaimana cara kita menunjukkannya, memamerkannya di media sosial.”
Alya pamit,”Terima kasih semuanya, sekarang sudah jam tiga lebih, aku ada janji, aku duluan ya. Aku sudah dapat yang baik-baik di sini. Aku sudah merasa lebih baik sekarang.”
Budi menyahut,”Sama-sama, Al. Kita harus saling mendukung, kan?”
Cici menambahkan,”Ayo, kita buat momen-momen seru kita sendiri dan nikmati hidup tanpa tekanan ekspektasi dari media sosial.”
Dani bersemangat,”Setuju! Kita ciptakan kebahagiaan kita sendiri, tanpa perlu pembuktian di media sosial.”
Pesan Moral:
Kehidupan yang tampak sempurna di layar seringkali menutupi kenyataan bahwa setiap perjalanan hidup penuh dengan tantangan dan ketidaksempurnaan.
Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami dan menerima bahwa kehidupan nyata adalah tentang menghadapi dan mengatasi rintangan-rintangan ini.
Kebahagiaan sejati tidak datang dari cara membandingkan pencapaian diri dengan pencapaian orang lain, melainkan dari proses penerimaan dan mensyukuri semua yang telah kita miliki.
Fokuslah pada hubungan yang nyata dan berharga dalam hidup kita. Jangan biarkan ekspektasi tidak realistis dari media sosial menghalangi kebahagiaan kita.
Setiap orang memiliki perjalanan unik mereka sendiri, dan keindahan hidup terletak pada keberagaman serta pengalaman pribadi kita.
Ingatlah, hidup adalah perjalanan, bukan sekadar mencapai tujuan.
Fokuslah pada hubungan yang nyata dan berharga, dan jangan biarkan harapan yang tidak realistis menghalangi kebahagiaanmu.
Kebahagiaan adalah menemukan kebahagiaan dalam perjalanan hidup itu sendiri, maka hargailah setiap momen, dan rayakan setiap kemajuan, sekecil apapun itu.
Kreator : Adwanthi
Comment Closed: Terkungkung Ekspektasi Media Sosial: Realita vs Ilusi Hubungan Sempurna
Sorry, comment are closed for this post.